Showing posts with label Tanaman Perkebunan. Show all posts
Showing posts with label Tanaman Perkebunan. Show all posts

Cara Menanam Acasia

Cara Menanam Acasia

Tidak bisa disangsikan lagi, bahwa pembangunan dan pengelolaan hutan tanaman memerlukan penerapan teknik-teknik silvikultur yang intensif untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas tegakan secara lestari dan berkesinambungan. Penerapan teknik silvikultur intensif, dimulai ketika memilih spesies yang cocok dan sesuai ditumbuhkan pada lahan yang ada, serta diintegralkan kedalam industri Atau peluang pasar. Di dalam operasional kegiatannya, perlu dicari dan ditentukan teknik-teknik yang mudah dan mendukung dalam memperoleh produktivitas yang tinggi, sekaligus meningkatkan mutu lingkungan dan bermanfaat bagi masyarakat (Arisman, 2000). Untuk itu perlunya penataan areal (di awal kegiatan), dan penerapan teknologi dan dukungan ilmu pengetahuan pada setiap komponen kegiatan.

Penataan areal
Sebelum dilakukannya pembangunan tanaman, proses pertama yang dilakukan adalah penataan areal. Secara garis besar areal bisa dibagi menjadi Wilayah-wilayah (berdasarkan letak geografis dan luas areal). Kemudian dari wilayah ini dibagi ke dalam beberapa unit, dengan luas 15.000 - 20.000 ha. Unit dibagi lagi ke dalam blok, dengan luas sekitar 5.000 ha. Kemudian, blok dibagi ke dalam subblok, dengan luas sekitar 1.000 ha, dan sub-blok dibagi kedalam petak seluas 50 ha, arah utara-selatan 1.000 m, dan barat-timur 500 m. Petak merupakan satuan pengelolaan terkecil. Tetapi petak ini bisa terbagi lagi menjadi anak petak.Pada daur kedua, setelah penebangan daur pertama, dilakukan rekonstruksi petak berdasarkan kondisi geografis, dengan diterapkannya teknologi sistem informasi geografi (geographic information systems).Untuk mendukung operasional, dibangunlah infrastruktur, seperti jalan utama, jalan cabang, jalan tanam maupun jalan inspeksi, jembatan, dan sebagainya. Areal yang dipakai untuk infrastruktur ini, mencapai sekitar 20 m2/ha. Untuk mendukung kelestarian hutan dan lingkungan, perlu dipertahankannya kawasan hutan konservasi, zona proteksi (lebung, dan sempadan sungai), serta penanaman jenis lokal dan MPTS (multi purpose trees species).

Sistem silvikultur
Sistem silvikultur yang diterapkan untuk jenis Acacia mangium adalah tebang habis permudaan buatan. Sistem ini sesuai diterapkan pada lahan-lahan terdegradasi untuk tujuan pengusahaan hutan tanaman, dengan memakai teknik silvikultur yang intensif. Oleh karenanya, diperlukan areal yang luas dan relatif kompak, sehingga dapat dibuat tegakan tanaman yang sama umur, seragam dan berkesinambungan dengan produksi yang tnggi dan kualitas yang baik. Selain untuk produksi pulp, Acacia mangium juga baik digunakan sebagai kayu pertukangan. Pada petak- petak untuk menghasilkan kayu pertukangan dilakukan penjarangan. Hasil penjarangan ini dapat dimanfaatkan untuk bahan pulp, particle board atau energi.


Pengadaan Benih
Bibit A. mangium yang digunakan berasal dari benih dan diproduksi di persemaian. Pada awalnya, digunakan benih dari tegakan benih lokal yang belum terimprove, tetapi selanjutnya harus ditingkatkan dengan menggunakan benih unggul (asal benih maupun famili terpilih) dari hasil program pemuliaan pohon. Dilihat dari nilai riap, hasil penelitian di Subanjeriji terdapat 5 provenans (dari 20 provenan) yang paling baik adalah berasal dan Papua Niugini dan Queensland, yaitu Oriomo R (PNG), Olive R (QLD), Wipim (PNG), Lake Muarray (PNG), dan Kini (PNG). Tetapi, apabila dilihat dari nilai/indeks kelurusan batang dan persistensi sumbu batang, 5 provenans terbaik adalah Oriomo R (PNG), Wipim (PNG), Muting (Merauke), Kuru (PNG), dan INHUTANI (Pohon plus) (Siregar dan Khomsatun, 2000). Untuk membangun tegakan kayu pertukangan, perlu dipertimbangkan pemakaian benih yang mempunyai indeks kualitas bentuk batang dan kelurusan tinggi, di samping riap pertumbuhannya. Program pemuliaan pohon harus terus dilakukan, seperti upaya peningkatan genetik melalui seleksi provenans dan seedlot, dalam rangka menghasilkan bahan tanam yang terbaik dan paling menguntungkan. Saat ini, untuk menyebut contoh, di Sumatra Selatan telah terdapat area produksi benih (SPA; Seed Production Area) seluas 96,8 ha, kebun benih semai generasi pertama (SSO; Seedling Seed Orchard) seluas 49,5 ha, dan telah dibangun kebun benih campuran (composite seed orchard) seluas 14,5 ha. Setiap tahunnya, dari areal kebun benih seluas itu, mampu diproduksi benih A. mangium lebih dari 1 ton

Persemaian
Pada awalnya (uji coba dan pengalaman awal) bibit diproduksi dalam kantong polybag dengan media topsoil, sabut kelapa sawit, dan gambut. Tetapi setelah melalui serangkaian penelitian, kemudian didapatkan container dan bahan yang efektif dan ekonomis, yaitu memakai polytube dan side slit, yang dapat merangsang pertumbuhan akar. Media yang dipakai adalah seresah yang diambil dari lantai hutan tanaman A. mangium dicampur dengan topsoil (perbandingan 70:30) atau sisa kulit A. mangium dari pabrik pulp yang telah dikomposkan. Bibit dipelihara selama 3 bulan, kemudian dilakukan sortasi (grading). Standar bibit dilakukan agar bibit yang sampai ke lokasi penanaman benar-benar memiliki kualitas yang baik, seragam, mampu hidup dan tumbuh dengan baik. Bibit A. mangium yang berkualitas baik dan diperbolehkan untuk dikirim ke lapangan adalah yang mempunyai tinggi bibit 25-30 cm dan diameter > 3,0 mm, batang keras dan lurus, warna kecoklatan, daun tebal hijau, struktur akar kompak, media tidak pecah, bebas hama dan penyakit serta segar. Bibit diangkut ke lokasi pertanaman memakai truk atau traktor. Untuk menjaga kualitas bibit, perlu dibuatkan tempat penampungan bibit (TPB) sementara di dekat lokasi pertanaman.

Persiapan lahan
Pada tahap awal pembangunan HTI, lahan alang-alang bertopografi datar/landai (kemiringan <15%),> 22 cm untuk kayu gergajian.Membangun tegakan untuk kayu pertukangan melalui proses penjarangan. Selain untuk kayu konstruksi dan pertukangan, peruntukan kayu A. mangium yang lain adalah sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Hashim et.al. (1998) melaporkan bahwa ketebalan papan partikel kayu A. mangium setara dengan papan partikel kayu karet. Kayu A. mangium dapat juga diproses menjadi vinir dan kayu lapis. Vinir yang dihasilkan bersifat teguh, halus dan kualitasnya dapat diterima. Studi pembuatan kayu lapis dengan menggunakan perekat phenol formaldehide atau penol resin memberikan kualitas kayu lapis yang dapat diterima atau melebihi persyaratan minimum (Abdul-Kader and Sahri, 1993; Yamamoto, 1998). Abdul-Kader dan Sahri (1993) juga membuktikan bahwa kayu A. mangium dapat dipakai sebagai bahan MDF yang memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan MDF dari beberapa spesies di Jepang, seperti Pinus resinosa, Cryptomeria japonica, Chamaecyparis obtusa dan Larix leptolepis. Kayu A. mangium telah digunakan sebagai bahan baku oleh beberapa perusahaan MDF di Indonesia. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa keteguhan lentur dan geser LVL (laminated veneer lumber) dari kayu A. mangium lebih baik daripada nilai minimum (Abdul-Kader and Sahri, 1993). Kayu A. mangium telah dicoba untuk pembuatan OSB (oriented strand board) yang hasilnya menunjukkan bahwa stabilitas dimensi dan kekuatannya memenuhi standar persyaratan Jepang (Lim, et.al., 2000) Pembuatan arang dari kayu A. mangium telah dicoba (Hartoyo, 1993; Nurhayati, 1994; Pari, 1998; Fakultas Kehutanan, UGM 2000; Okimori et.al., 2003), dan berkualitas baik. Dengan diolah menjadi briket arang, nilai kalor dan karbon terikat meningkat, dan hasilnya lebih baik apabila dibandingkan dengan briket batubara (Fakultas Kehutanan UGM, 2000).

Membangun tegakan kayu pertukangan
Pada prinsipnya, silvikultur hutan tanaman untuk menghasilkan kayu pertukangan sama dengan membangun tegakan untuk bahan pulp (hingga umur tanaman 2 tahun). Setelah umur 2 tahun terdapat perbedaan, yaitu adanya kegiatan penjarangan (thinning), pemangkasan cabang (pruning), dan perawatan lanjutan. Penjarangan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah pohon dalam tegakan dan memberikan ruang tumbuh yang cukup untuk memperoleh tegakan berdiameter pohon besar. Pemangkasan cabang dimaksudkan untuk menghilangkan percabangan untuk mengurangi cacat mata kayu (knot) yang berpengaruh pada kualitas kayu yang dihasilkan. Agar tegakan kayu pertukangan berkualitas baik, maka perlu dilakukan tahapan-tahapan, antara lain penentuan petak, kegiatan penjarangan, pemangkasan cabang dan perawatan (Gunawan, 2003).

Penentuan petak
Petak yang ditentukan sebagai calon tegakan kayu pertukangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  1. Tanaman telah berumur antara 2 – 3 tahun, tajuk (canopy) sudah saling menutup, diameter (dbh)batang sudah mencapai 9 – 12 cm, dan tinggi mencapai 7 – 9 m.
  2. Pohon-pohon didalam Petak memiliki pertumbuhan yang baik (tinggi rata-rata 8 m, diameter rata- rata 11 cm) serta kualitas batang yang baik (lurus, tidak menggarpu (forking) sampai ketinggian 6 m).
  3. Luas petak memadai , sehingga hanya diperlukan sedikt jumlah petak untuk mencapa target dan letaknya mengelompok agar lebih mudah dalam pelaksanaan
  4. Aksesibilitas petak baik, yaitu dekat jalan dan tidak terpencil jauh. Hal ini untuk memudahkanpengawasan dan pengamatannya

Penjarangan
Penjarangan dilakukan dalam 2 tahap dalam 1 daur tanaman. Setiap tahap menghilangkan 50% dari populasi yang ada. Penjarangan tahap pertama, dilakukan saat tanaman umur 2 tahun. Metode yang dipakai adalah selektif dan sistematik. Metode selektif, dilakukan dengan cara memilih tegakan yang mempunyai sifat baik untuk kayu pertukangan, seperti kelurusan batang, ketinggian bebas cabang, diameter batang, dan kesehatan tanaman. Metode sistematik hanya dilakukan pada jalur sarad (setiap jarak 50 m), yaitu menebang seluruh pohon pada jalur sarad. Jalur sarad ini dipakai untuk akses mengeluarkan kayu hasil penjarangan untuk dimanfaatkan dengan tujuan lain (pulp, energi, papan partikel dsb). Penjarangan tahap kedua dilakukan sewaktu tajuk antar-tanaman sudah saling menutup kembali (tanaman berumur 4 – 5 tahun). Penebangan (penjarangan) menggunakan chainsaw ukuran kecil, dan dilakukan secara hati-hati karena pola tebangnya tidak teratur. Rebah pohon tebangan diarahkan sedemikian rupa, sehingga tidak merusak tajuk pohon-pohon yang ditinggalkan. Batang hasil penebangan dipotong-potong sesuai kebutuhan untuk dimanfaatkan dan dikumpulkan (secara manual) di pinggir jalur sarad, kemudian dikeluarkan ke TPn (pinggir jalan)


Perawatan lanjutan
Perawatan tanaman setelah penjarangan yang perlu dilakukan adalah kegiatan pemangkasan cabang dan pengendalian gulma (weeding). Pemangkasan cabang dilakukan dua kali; bersamaan penjarangan pertama, dan setahun setelah penjarangan pertama. A. mangium mempunyai kemampuan self pruning yang sangat rendah, oleh karenanya sangat penting dilakukan pruning untuk memperoleh kayu pertukangan yang baik. Keterlambatan tindakan pruning akan mengakibatkan beberapa hal:

  1. Mengurangi sifat keteguhan kayu, karena serat mata kayu relatif tegak lurus serat batang pohon,
  2. Menyulitkan pengerjaan karena kerasnya penampang mata kayu,
  3. Mengurangi keindahan permukaan kayu, dan
  4. Menyebabkan berlubangnya lembaran-lembaran veneer

Pohon-pohon tinggal harus dipangkas cabangnya menggunakan gergaji pangkas atau gunting pruning. Pemangkasan dilakukan dengan memotong cabang tepat pada leher cabang. Pemangkasan yang meninggalkan sisa cabang, akan menyebabkan sisa cabang tersebut mati dan membusuk yang pada akhirnya menjadi jalan bagi infeksi jamur, disamping akan membuat kayu cacat. Sebaliknya, pemangkasan terlalu dalam akan meninggalkan luka besar yang membutuhkan waktu lama untuk penyembuhannya. Pemangkasan yang tepat akan meninggalkan luka yang kecil dan tanpa sisa cabang, sehingga luka akan cepat tertutup kembali oleh kalus. Setiap periode pemangkasan, tajuk hidup yang ditinggalkan minimal sebesar 50% dari tinggi pohon. Meninggalkan tajuk kurang dari 50% akan menghambat pertumbuhan diameter pohon. Pada akhirnya nanti diharapkan kayu pertukangan yang dihasilkan memiliki batang bebas mata kayu sampai pada ketinggian 4–6 m. Oleh karena itu pemangkasan cabang dilakukan sampai setinggi 4,2 m dimana 0,2 m adalah cadangan untuk kerusakan dan pecah ujung. Weeding setelah penjarangan, tidak seintensif seperti 2 tahun pertama. Kalau weeding pada dua tahun pertama bertujuan untuk mengurangi kompetisi dengan gulma, maka kegiatan weeding pasca penjarangan ini lebih ditujukan untuk mepermudah akses inventory dan supervisi, dalam mendapatkan tegakan kayu pertukangan yang berkualitas





Biaya pembangunan tegakan kayu pertukangan
Pembangunan tegakan A. mangium untuk pertukangan hingga umur 2 tahun sama dengan biaya pembangunan untuk bahan pulp. Tetapi setelah umur 2 tahun diperlukan tambahan biaya, yaitu penjarangan, pemangkasan cabang dan perawatan. Total biaya operasional dari awal hingga siap panen adalah Rp. 2.841.250,-/ha (diluar biaya investasi dan overhead)

Kesimpulan
  1. Hutan tanaman merupakan sebuah keniscayaan untuk menyediakan bahan baku industri secaraberkelanjutan.
  2. Pemilihan jenis-jenis cepat tumbuh dilakukan untuk memenuhi pertimbangan ekonomi, finansial dan tuntutan kesejahteraan masyarakat sekitar. A. mangium merupakan jenis yang memenuhi syarat untuk diusahakan, mudah dibudidayakan, adaptable untuk lahan-lahan marginal, produktif dan responsif terhadap upaya pemuliaan pohon, serta multiguna
  3. Penerapan silvikultur intensif, manipulasi genetik dan pemuliaan pohon, mutlak diperlukan untuk peningkatan riap dan kualitas kayu
  4. Pemilihan jenis cepat tumbuh dan penerapan silvikultur intensif merupakan langkah awal yang harus segera ditempuh untuk memupuk sumberdaya guna membangun kembali kehutanan Indonesia.

Cara Menanam Buah Naga


Cara Menanam Buah Naga


Buah naga atau Dragon Fruit adalah salah satu buah-buahan yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi sehingga sangat diminati oleh para petani. Buah yang memiliki kulit mirip sisik naga menurut mitologi masyarakat Tiong Hoa ini memang laris manis di pasaran karena dipercaya memiliki khasiat yang banyak untuk tubuh.


Di negara tropis seperti Indonesia, buah naga bisa tumbuh dengan sangat subur. Buah naga sendiri sangat mudah untuk ditanam dan sangat mudah dalam perawatannya.

Persiapan Awal Penanaman Buah Naga

Tanaman buah naga adalah tanaman sejenis kaktus. Oleh karena itu buah naga lebih cocok ditanam pada ketinggian 20 hingga 500 meter di atas permukaan laut. Tanah tempat menanam buah naga harus gembur, porus dan juga mengandung banyak bahan organik.

Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa pohon buah naga memang tidak memiliki batang primer yang kokoh. Biasanya ia tumbuh dan memanjat pada penopang. Oleh karena itu, dalam penanamannya Anda perlu mempersiapkan sebuah penompang yang kokoh.

Langkah Penanaman Buah Naga

Tanamlah bibit buah naga pada lahan yang subur dengan memberikan pengairan dan pemupukan yang cukup. Proses pengairan untuk masa awal dilakukan 1 sampai 2 hari dalam sehari.

Jarak tanam antara buah naga yang satu dengan yang lain diusahakan untuk tidak terlalu rapat.  Sediakan juga penompang pohon buah naga yang kokoh agar buah naga yang Anda tanam bisa tegak berdiri dengan baik dan benar.

Pemeliharaan Pohon Buah Naga

Proses pemeliharaan yang harus selalu diperhatikan selain penyiraman dan pemupukan adalah pemangkasan. Pangkaslah batang primer pada kondisi dimana tingginya telah mencapai bagian paling atas tiang.

Setelah pemangkasan, biasanya akan tumbuh tunas baru sehingga batang memiliki cabang sekunder. Cabang-cabang inilah yang akan berfungsi sebagai tempat munculnya buah naga.

Cara Menanam Apel

Cara Menanam Apel

Tanaman apel dapat ditanam di kebun secara campuran dengan tanaman lain (intercroping) maupun secara khusus tidak dicampur dengan tanaman lain (monokultur). Intercroping dapat dilakukan hanya sampai umur tanaman apel 2 tahun atau tanah belum tertutup tajuk-tajuk daun. Tanaman apel tidak dapat ditanam pada jarak yang terlalu rapat, karena akan menjadi sangat rimbun yang akan menyebabkan kelembaban tinggi, sirkulasi udara berkurang, sinar matahari terhambat, dan akan meningkatkan pertumbuhan penyakit.
 
Persiapan kebun
- Sebelum tanam apel, sebaiknya dibuat tata ruang (design) kebun sehingga diketahui secara pasti titik-titik penanaman apel, saluran irigasi/drainase, jalan kebun, dan lain-lain.
- Lalu kebun dibersihkan dari rumput/semak/gulma, sekaligus dilakukan pengolahan tanah.
- Pembuatan lubang tanam diawali dengan pemasangan ajir untuk tanda tempat tanam apel pada kebun. Ajir pertama ditancapkan di salah satu sudut kebun, dengan menggunakan tali ditarik garis untuk menentukan ajir berikutnya sesuai bentuk dan jarak yang telah ditentukan. Bentuk penanaman bisa segiempat atau segitiga.
- Ajir adalah tempat tanam apel, sehingga jarak ajir satu dengan ajir lainnya sama dengan jarak tanam. Jarak tanam yang ideal untuk tanaman apel tergantung varietas. Untuk varietas Manalagi dan Princess Noble adalah 3 x 3,5 m atau 3,5 x 3,5 m, sedangkan varietas Rome Beauty dan Anna lebih rapat 2 x 2,5 m atau 2,5 x 2,5 m atau 3 x 3 m.
 
Pembuatan lubang tanam
- Setelah kebun siap, tahap berikutnya membuat lubang tanam. Lubang tanam sebaiknya dibuat pada akhir musim kemarau.
- Ukuran lubang tanam: lebar : panjang : dalam = 50 x 50 x 50 cm atau 1 x 1 x 1 m.
- Cara membuat lubang tanam: separuh tanah bagian atas ditaruh sebelah kiri lubang dan separuh tanah bagian bawah ditaruh sebelah kanan lubang, sehingga terpisah.
- Masing-masing bagian tanah dicampur dengan pupuk organik (antara lain: pupuk kandang, bokasi, kompos) sebanyak 20 kg atau 2 kaleng minyak.
- Lubang dibiarkan 1 - 2 minggu, baru siap untuk menanam apel.
 
Cara menanam apel
- Penanaman apel sebaiknya dilakukan pada musim penghujan.
- Penanaman apel dimulai dengan memasukan tanah bagian bawah ke dalam lubang.
- Lalu taruh bibit apel ditengah-tengah lubang sambil diatur akarnya agar menyebar.
- Masukan tanah galian bagian atas kedalam lubang sampai sebatas leher akar, sambil ditekan-tekan secara perlahan dengan tangan agar bibit tertanam kuat dan tegak lurus dengan tanah.
- Bibit diperkuat dengan ajir bambu/kayu dan diikat agar tidak mudah roboh. Ikatan batang bibit dengan ajir agar longgar agar tidak melukai kulit batang dan ikatan dengan simpul hidup menyerupai angka delapan.
 
Penulis : SUSILO ASTUTI H.
(Penyuluh Pertanian Pusbangluhtan)

Sumber Informasi:
1. Direktorat Tanaman Buah, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian. 2003. Budidaya Apel.
2. Bagian Proyek Pemberdayaan Penyuluhan Pertanian Pusat, Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian, Deptan. 2003. Kumpulan Buku Tanaman Pangan, Tanaman Sayuran, Tanaman Buah, Tanaman Kebun, dan Tanaman Obat.
3. Direktorat Tanaman Buah, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian. 2004. Buku Apel (Malus sylvestrys Mill). 

sumber: http://cybex.deptan.go.id

Cara Menanam Sawo


S A W O
( Acrhras zapota. L )
1. SEJARAH SINGKAT
Sawo yang disebut neesbery atau sapodilas adalah tanaman buah berupa yang berasal dari Guatemala (Amerika Tengah), Mexico dan Hindia Barat. Namun di Indonesia, tanaman sawo telah lama dikenal dan banyak ditanam mulai dari dataran rendah sampai tempat dengan ketinggian 1200 m dpl, seperti di Jawa dan Madura.
2. JENIS TANAMAN
Tanaman sawo dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
  • Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
    • Sub Divisi : Angiospermae (Berbiji tertutup)
      • Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
        • Ordo : Ebenales
          • Famili : Sapotaceae
            • Genus : Achras atau Manilkara
              • Spesies : Acrhras zapota. L sinonim dengan Manilkara achras
Kerabat dekat sawo dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
  1. Sawo Liar atau Sawo Hutan : Kerabat dekat sawo liar antara lain: sawo kecik dan sawo tanjung. Sawo kecik atau sawo jawa (Manilkara kauki L. Dubard.) Sawo kecik dimanfaatkan sebagai tanaman hias atau tanaman peneduh halaman. Tinggi pohon mencapai 15 - 20 meter, merimbun dan tahan kekeringan. Kayu pohonnya sangat bagus untuk dibuat ukiran dan harganya mahal. Sawo tanjung (Minusops elingi) memiliki buah kecil-kecil berwarna kuning keungu-unguan, jarang dimakan, sering digunakan sebagai tanaman hias, atau tanaman pelindung di pinggir-pinggir jalan.
  2. Sawo Budidaya : Berdasarkan bentuk buahnya, sawo budidaya dibedakan atas dua jenis, yaitu:
    1. Sawo Manilas : Buah sawo manila berbentuk lonjong, daging buahnya tebal, banyak mengandung air dan rasanya manis. Termasuk dalam kelompok sawo manila antara lain adalah: sawo kulon, sawo betawi, sawo karat, sawo malaysia, sawo maja dan sawo alkesa.
    2. Sawo Apel : Sawo apel dicirikan oleh buahnya yang berbentuk bulat atau bulat telur mirip buah apel, berukuran kecil sampai agak besar, dan bergetah banyak. Termasuk dalam kelompok sawo apel adalah: sawo apel kelapa, sawo apel lilin dan sawoDuren
3. MANFAAT TANAMAN
Manfaat tanaman sawo adalah sebagai makanan buah segar atau bahan makan olahan seperti es krim, selai, sirup atau difermentasi menjadi anggur atau cuka. Selain itu, manfaat lain tanaman sawo dalam kehidupan manusia adalah:
  1. Tanaman penghijauan di lahan-lahan kering dan kritis.
  2. Tanaman hias dalam pot dan apotik hidup bagi keluarga;
  3. Tanaman penghasil buah yang bergizi tinggi; dan dapat dijual di dalam dan luar negeri yang merupakan sumber pendapatan ekonomi bagi keluarga dan negara;
  4. Tanaman penghasil getah untuk bahan baku industri permen karet;
  5. Tanaman penghasil kayu yang sangat bagus untuk pembuatan perabotan rumah tangga.
4. SENTRA PENANAMAN
Pengembangan budidaya sawo sudah meluas hampir di seluruh Indonesia. Pada tahun 1990 areal penanaman sawo terdapat di 22 propinsi, kecuali N.T.T, Maluku, Irian Jaya, dan Timor Timur. Provinsi yang termasuk katagori lima besar sentra produsen sawo pada tahun 1993 adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, dan Kalimantan Barat. Produksi dan perdagangan mancanegara sawo manila sangat populer di Asia Tenggara. Data statistik menunjukkan bahwa wilayah Asia Tenggara merupakan produsen utama buah sawo manila ini. Pada tahun 1987, Thailand menghasilkan 53.650 ton dari jumlah 18.950 ha, Filipina menghasilkan 11.900 ton dari lahan 4.780 ha, dan Semenanjung Malaysia menghasilkan 15.000 ton dari lahan 1.000 ha.
5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim
  1. Tanaman ini optimal dibudidayakan pada daerah yang beriklim basah sampai kering.
  2. Curah hujan yang dikehendaki yaitu 12 bulan basah atau 10 bulan basah dengan 2 bulan kering atau 9 bulan basah dengan 3 bulan kering atau 7 bulan basah dengan 5 bulan kering dan 5 bulan basah dengan 7 bulan kering atau membutuhkan curah hujan 2.000 sampai 3.000 mm/tahun.
  3. Tanaman sawo dapat berkembang baik dengan cukup mendapat sinar matahari namun toleran terhadap keadaan teduh (naungan).
  4. Tanaman sawo tetap dapat berkembang baik pada suhu antara 22-32 derajat C.
5.2. Media Tanam
  1. Jenis tanah yang paling baik untuk tanaman sawo adalah tanah lempung berpasir (latosol) yang subur, gembur, banyak bahan organik, aerasi dan drainase baik. Tetapi hampir semua jenis tanah yang diginakan untuk pertanian cocok untuk ditanami sawo, seperti jenis tanah andosol (daerah vulkan), alluvial loams (daerah aliran sungai), dan loamy soils (tanah berlempung).
  2. Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok untuk perkembangan tanaman sawo adalah antara 6–7.
  3. Kedalaman air tanah yang cocok untuk perkembangan tanaman sawo, yaitu antara 50 cm sampai 200 cm.
5.3. Ketinggian Tempat
Tanaman sawo dapat hidup baik di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai dengan ketinggian 1.200 m dpl. Tetapi ada daerah-daerah yang cocok sehingga tanaman sawo dapat berkembang dan berproduksi dengan baik, yaitu dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 700 m dpl.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
  1. Persyaratan Bibit : Saat ini tanaman sawo sudah dapat dikembangkan dalam dua tempat, yaitu di kebun dan di dalam pot. Bibit yang dipilih sebaiknya bibit yang berasal dari cangkok atau sambung, sebab bibit yang berasal dari biji lambat dalam menghasilkan buah. Bibit dipilih yang sehat dengan daun yang kelihatan hijau segar dan mengembang sempurna serta bebas hama dan penyakit. Bibit dari cangkok dipilih yang memiliki cabang atau ranting yang bagus dan sehat.
  2. Penyiapan Bibit : Untuk memperoleh bibit tanaman sawo ada beberapa cara, misalnya dari biji, sambung, dan cangkok.
    1. Pembenihan biji : Perbanyakan tanaman sawo secara generatif dengan biji memiliki keunggulan dan kelemahan. Bibit yang berasal dari biji memiliki perakaran yang kuat dan dalam. Akan tetapi perbanyakan secara generatif hampir selalu memberikan keturunan yang berbeda dengan induknya karena ada pencampuran sifat kedua tetua atau terjadi proses segregasi genetis. Tanaman sawo yang berasal dari biji mulai berbuah pada umur ± 7 tahun. Teknik pembibitan tanaman sawo dari biji melalui tahap tahap sebagai berikut:
      1. Pemilihan buah : Pilih buah tua yang matang di pohon, sehat, bentuknya normal dan berasal dari pohon induk varietas unggul yang telah berbuah.
      2. Pengambilan biji
        • Belah buah menjadi beberapa bagian.
        • Ambil dan kumpulkan biji-biji sawo yang baik saja, kemudian tampung dalam wadah.
        • Cuci dalam air yang mengalir atau air yang disemprotkan sampai biji benar-benar bersih.
        • Keringkan biji selama 3 hari sampai 7 hari agar kadar air biji berkisar antara 12-14%.
        • Masukkan biji ke dalam wadah tertutup rapat untuk disimpan beberapa waktu.
      3. Pengecambahan benih
        • Siapkan bak pengecambahan yang telah diisi media pasir bersih setebal 10–15 cm.
        • Sebarkan biji sawo pada permukaan media, kemudian tutup dengan pasir setebal 1–2 cm.
        • Siram media dalam bak pengecambahan dengan air bersih hingga cukup basah.
        • Tutup permukaan bak pengecambahan dengan lembaran plastik bening (tembus cahaya) untuk menjaga kestabilan kelembaban media.
        • Biarkan biji berkecambah ditempat yang teduh selama 7 hari sampai 15 hari. Biji sawo yang telah berkecambah atau keluar akar sepanjang 2-5 mm dapat segera dipindahsemikan.
    2. Bibit Asal Enten (Grafting) : Penyambungan tanaman sawo sebagai batang atas dilakukan dengan tanaman ketiau atau melali (Bassia sp.) sebagai batang bawahnya. Metoda penyambungan yang dilakukan adalah metoda sambung pucuk (top grafting). Tata laksana memproduksi bibit sawo dengan cara sambung pucuk (top grafting) adalah sebagai berikut:.
      1. Persiapan : Siapkan alat dan bahan berupa pisau tajam, tali rafia atau lembar plastik, gunting, kantong plastik bening, batang bawah melali atau bassia umur 3-6 bulan atau berdiameter batang 0,3–0,7 cm, dan cabang atau tunas entres.
      2. Pelaksanaan sambung pucuk
        • Potong ujung batang tanaman bassia pada ketinggian 15–20 cm dari permukaan tanah.
        • Sayat batang bawah membentuk celah atau huruf V sepanjang 3–5 cm.
        • Sayat cabang entres sepanjang 4 cm membentuk baji seukuran sayatan batang bawah dan buang sebagian daunnya.
        • Masukkan pangkal cabang entres ke celah batang bawah hingga pas benar.
        • Ikat erat-erat hasil sambungan tadi dengan tali rafia atau lembaran plastik.
        • Kerudungi hasil sambungan dengan kantong plastik bening selama 10-15 hari.
      3. Pengakhiran : Hasil sambungan dapat diperiksa setelah 10 hari sampai 15 hari kemudian. Caranya adalah dengan membuka kerudung kantong plastik, kemudian mata entres atau bidang sambungan diperiksa. Jika mata entres berwarna hijau dan segar berarti penyambungan berhasil. Sebaliknya, bila mata entres berwarna coklat dan kering berarti penyambungan gagal.
    3. Bibit Cangkok : Perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan cangkok paling umum dipraktekkan oleh pembibit tanaman tahunan, khususnya buah-buahan. Kelemahan bibit cangkok adalah sistem perakaran kurang kuat karena tidak memiliki akar tunggang. Keuntungan perbanyakan tanaman dengan cangkok, antara lain adalah sebagai berikut:
      1. cangkok mempercepat kemampuan berbuah karena pada umur kurang dari satu tahun tanaman sudah mulai berbunga atau berbuah;
      2. cangkok memperoleh kepastian kelamin serta sifat genetiknya sama dengan pohon induk;
      3. Habitus tanaman pada umumnya pendek (dwarfing) sehingga memudahkan pemeliharaan dan panen. Tata laksana pembibitan tanaman sawo dengan cangkok adalah sebagai berikut:
        1. Persiapan : Siapkan alat dan bahan yang terdiri dari pisau, sabut kelapa atau lembaran plastik, tali pembalut, kotak alat, tali, media atau campuran tanah subur dengan pupuk kandang (1:1), dan cabang yang cukup umur.
        2. Pelaksanaan mencangkok :
          • Pilih cabang yang memenuhi persyaratan, yaitu berukuran cukup besar, tidak terlalu muda ataupun tua, pertumbuhannya baik, sehat dan tidak cacat, serta lurus.
          • Tentukan tempat untuk keratan pada bagian cabang yang licin.
          • Buat dua keratan (irisan) melingkar cabang dengan jarak antara 3–5 cm.
          • Lepaskan kulit cabang bidang keratan tadi.
          • Kerik kambium hingga tampak kering.
          • Biarkan bekas keratan mengering antara 3 hari sampai 5 hari.
          • Olesi bidang sayatan dengan zat pengatur tumbuh akar, seperti Rootone F.
          • Ikat pembalut cangkok pada bagian bawah keratan.
          • Letakkan media pada bidang karatan sambil dipadatkan membentuk bulatan setebal ± 6 cm.
          • Bungkus media dengan pembalut sabut kelapa atau lembaran plastik.
          • Ikat ujung pembalut (pembungkus) di bagian ujung keratan.
          • Ikat bagian tengah pembungkus cangkok, dan buat lubang-lubang kecil dengan cara ditusuk-tusuk lidi.
        3. Pemotongan bibit cangkok : Setelah bibit cangkok menunjukkan perakarannya (1,5–3,5 bulan dari pencangkokan), potong bibit cangkok dari pohon tepat dibawah bidang keratan.
        4. Pendederan bibit cangkok :
          • Siapkan polybag berdiameter antara 15-25 cm atau sesuai dengan ukuran bibit cangkok.
          • Isi polybag dengan media berupa campuran tanah dan pupuk kandang matang (1:1) hingga mencapai setengah bagian polybag.
          • Lepaskan (buka) pembalut bibit cangkok.
          • pangkas sebagian dahan, ranting, dan daun yang berlebihan untuk mengurangi penguapan.
          • Tanamkan bibit cangkok tepat di tengah-tengah polybag sambil mengatur perakarannya secara hati-hati.
          • Penuhi polybag dengan media hingga cukup penuh sambil memadatkan pelan-pelan pada bagian pangkal batang bibit cangkok.
          • Siram media dalam polybag dengan air bersih hingga cukup basah.
          • Simpan bibit cangkok di tempat yang teduh dan lembab.
          • Biarkan dan pelihara bibit cangkok selama 1-1,5 bulan agar beradaptasi dengan lingkungan setempat dan tumbuh tunas-tunas dan akar baru.
          • Pindah tanamkan bibit cangkok yang sudah tumbuh cukup kuat ke kebun atau dalam pot.
        5. Pengakhiran : Berhasil tidaknya cangkok dapat diketahui setelah 1,5-3,5 bulan kemudian. Berdasarkan pengalaman para pembibit tanaman buah-buahan, pembungkus (pembalut) cangkok yang berupa lembaran plastik lebih cepat menumbuhkan akar dibandingkan sabut kelapa.
  3. Teknik Penyemaian Benih
    1. Pembuatan media persemaian : Persemaian dapat dilakukan pada bedengan persemaian atau menggunakan polybag. Tata laksana penyiapan lahan persemaian berupa bedengan adalah sebagai berikut:
      1. Buat bedengan persemaian berukuran 100-150 cm, tinggi 30-40 cm, panjang tergantung keadaan lahan, dan jarak tanam antar bedengan 50-60 cm.
      2. Sebarkan pupuk kandang sebanyak 2 kg/m 2 sampai 3 kg/m 2 luas bedengan, lalu campurkan merata dengan lapisan tanah atas.
      3. Buat tiang-tiang persemaian setinggi 100-150 cm di sebelah dan 75-100 cm di sebelah barat, kemudian pasang palang-palang dan atap persemaian yang terbuat dari plastik atau daun kering.
      4. Ratakan dan rapikan bedengan persemaian, lalu siram dengan air bersih hingga cukup basah. Tata cara penyiapan tempat semai dalam polybag adalah sebagai berikut:
        1. Siapkan polybag berdiameter 10-15 cm, media campuran tanah subur, pupuk kandang halus (diayak), dan pasir (1:1:1), atau campuran tanah dengan pupuk kandang (1:1).
        2. Lubangi bagian dasar polybag untuk pembuangan air.
        3. Isikan media ke dalam polybag hingga cukup penuh.
        4. Simpan polybag yang telah diisi media di tempat yang rata mirip bedengan dan diberi naungan.
    2. Penyemaian
      1. Semaikan biji sawo yang sudah berkecambah (7-15 hari setelah tahap pengecambahan biji) pada bedengan penyemaian atau dalam polybag sedalam 1-2 cm. Jarak semai antar biji yang disemai pada bedengan penyemaian diatur 10 cm x 10 cm atau 15 cm x 15 cm. Penyemaian dalam polybag cukup diisi satu butir biji sawo tiap polybag.
      2. Siram media dengan air bersih hingga cukup basah.
      3. Biarkan biji tumbuh menjadi bibit muda.
  4. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian : Tata laksana pemeliharaan bibit dalam tempat penyemaian adalah sebagaiberikut:
    1. Lakukan penyiraman secara kontinu tiap hari 1 kali sampai 2 kali, atau tergantung pada cuaca dan keadaan media.
    2. Pupuklah tanaman muda tiap 1 bulan sampai 3 bulan sekali dengan pupuk NPK (15-15-15 atau 16-16-16) sebanyak 10 gram sampai 25 gram, yang dilarutkan dalam 10 liter air untuk disiramkan pada media.
    3. Lakukan penyemprotan pestisida bila ditemukan serangan hama dan penyakit dengan menggunakan dosis rendah (30-50% dari dosis anjuran).
    4. Pindah tanamkan bibit dari bedengan persemaian secara cabutan ke dalam polybag, atau dari polybag lama ke polybag baru yang ukurannya lebih besar.
    5. Pelihara bibit sawo sampai cukup besar atau setinggi 50-100 cm untuk siap ditanam.
  5. Pemindahan Bibit : Bibit sawo yang telah siap dipindahkan adalah bibit yang telah mencapai ketinggian 50-100 cm.
6.2. Pengolahan Media Tanam
  1. Persiapan : Penetapan areal untuk perkebunan sawo harus memperhatikan faktor kemudahan transportasi dan sumber air.
  2. Pembukaan Lahan
    1. Membongkar tanaman yang tidak diperlukan dan mematikan alang-alang serta menghilangkan rumput-rumput liar dan perdu dari areal tanam.
    2. Membajak tanah untuk menghilangkan bongkahan tanah yang terlalu besar.
6.3. Teknik Penanaman
  1. Penentuan Pola Tanam : Untuk tujuan mendapatkan buah yang banyak, menanam sawo di kebun memanglebih tepat. Penanaman tidak hanya dilakukan dengan satu atau dua buah pohon, tetapi dalam jumlah yang banyak. Tanaman sawo di kebun dapat tumbuh besar dengan tajuk yang lebar. Mengingat hal ini maka penanaman sawo harus dilakukan dengan jarak yang tidak terlalu rapat antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lain. Jarak tanam untuk sawo yang dianggap cukup adalah 12 m x 12 m. Dengan jarak tanam seperti ini, antara tanaman sawo yang satu dengan yang lain tidak bersentuhan yang dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan. Penanaman sebaiknya dilakukan pada waktu musim penghujan.
  2. Pembuatan Lubang Tanam : Pembuatan lubang tanam dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi bibit yang akan ditanam. Untuk itu tanah tempat penanaman dalam lubang tanam haru gembur karena sistem perakaran bibit yang masih lemah.Lubang tanam untuk sawo dapat dibuat dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm.Tanah galian bagian atas ± 30 cm dipisah dengan tanah bagian bawah. Keduanya kemudian dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 20 kg sampai rata. Pupuk kandang ini berfungsi sebagai pupuk dasar. Selama dua minggu lubang tanam ini dibiarkan terjemur sinar matahari. Bila bibit telah siap, bisa langsung ditanam di lubang tanam. Tetapi bila bibit belum siap tanam, maka tanah galian bagian bawah dikembalikan ke bawah dan tanah galian atas dikembalikan ke bagian atas. Sebagai tanda bahwa di tempat itu ada lubang tanam, dapat ditandai dengan kayu yang ditancapkan pada lubang tersebut. Setelah bibit siap tanam maka lubang tanam digali lagi.
  3. Cara Penanaman : Sebelum ditanam, pembungkus (polybag) harus dilepas dengan hati-hati agar tanahnya tidak berantakan dan perakaran tidak rusak. Penanaman dilakukan sedalam leher akar tegak di tengah lubang tanam.Masukkan tanah bagian atas bekas galian lebih dahulu, baru disusul tanah bagian bawah bekas galian. Tanah di sekeliling akar tanaman dipadatkan agar tidak terjadi rongga-rongga udara yang dapat menyulitkan akar mencari makan.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
  1. Penyiangan : Setelah satu bulan sampai dua bulan tanam, perlu dilakukan penyiangan tanaman sawo untuk membersihkan rumput dan gulma yang menggangu. Jika tanaman sudah tumbuh besar gangguan tersebut tidak berarti, tetapi jika tanaman masih kecil akan sangat berarti karena akan mengganggu pertumbuhan tanaman sawo. Gangguan tumbuhan parasit seperti benalu juga harus diperhatikan. Jika kelihatan pada ranting pohon sawo terdapat benalu atau parasit agar segera dibersihkan dengan cara memotong ranting tempat benalu menempel. Pemotongan sebaiknya dilakukan sebelum benalu berbunga. Perlu pula dilakukan pemberantasan benalu pada pohon lain di dekat tanaman sawo untuk mencegah penularan.
  2. Pembubunan : Pada saat melakukan penyiangan tanaman sawo, dapat juga dilakukan pembubunan tanah di sekitar tanaman. Pembubunan dilakukan untuk menggemburkan tanah di sekitar tanaman sawo dan untuk memperkokoh batang tumbuhnya.
  3. Pemupukan : Sebagai pedoman pemupukan dapat diberikan 250-500 gram urea/pohon/tahun sebelum tanaman sawo berbuah. Pemupukan ini dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan batang dan daun, karena urea adalah sumber N yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan batang dan daun. Bila tanaman sudah waktunya berbuah, kurang lebih berumur 4 tahun, dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk majemuk NPK (10-20-15) yang kandungan fosfor (P) dan kaliumnya (K) tinggi sebanyak 500 gram per pohon tiap tahun. Bila tidak ada NPK bisa diganti dengan pupuk urea, DS, dan KCl sebanyak 108 gram, 277 gram, dan 144 gram. Unsur P bagi tanaman berfungsi untuk mempercepat pembungaan, sedangkan unsur K berfungsi untuk menjaga bunga dan buah supaya tidak mudah gugur. Jumlah pupuk tersebut secara bertahap ditingkatkan sampai 2 kg/pohon tiap tahun untuk tanaman sawo yang telah berumur 15 tahun. Selain urea dan NPK yang diberikan, perlu juga diberikan pupuk kandang sebanyak 10 kg/pohon untuk memperbaiki struktur tanah. Pemberian pupuk lanjutan tersebut dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu pada awal dan akhir musim hujan. Dosis yang diberikan setengah dari yang disebutkan di atas. Cara pemberian pupuk dengan menaburkan pupuk ke dalam parit yang digali di bawah pohon mengelilingi lingkaran tajuk dengan lebar dan kedalaman ± 10 cm. Dapat juga ditanam pada empat lubang di bawah tajuk pohon dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm untuk tiap lubang.
  4. Penyiraman : Pada awal tanaman sawo memulai kehidupannya, perlu dilakukan penyiraman paling sedikit dua minggu sekali jika tidak ada hujan. Pemberian air pada tanaman sawo perlu dilakukan sampai tanaman berumur 3-4 tahun. Semakin tua tanaman, semakin tahan terhadap kekeringan. Kekurangan air pada waktu tanaman sawo sedang berbunga atau berbuah dapat menyebabkan bunga atau buah mudah gugut. Pemberian air yang baik dan teratur akan menghasilkan buah dengan jumlah dan kualitas yang baik.
  5. Waktu Penyemprotan Pestisida : Penyemprotan dengan pestisida atau insektisida dapat dilakukan jika pada tanaman sawo terdapat hama dan penyakit yang menyerangnya, yaitu:
    1. Penyemprotan dengan insektisida jenis Agrothion 50 EC dengan dosis 3-4 cc/liter air untuk membunuh lalat buah (Ceratitis capitata atau Dacus sp.).
    2. Penyemprotan dengan insektisida jenis Diasinon 60 EC dengan dosis 1-2 cc/liter air atau Basudin 50 EC dengan dosis 2 cc/liter air untuk membunuh kutu hijau (Lecanium viridis atau Coccus viridis) dan kutu coklat (Saissetia nigra) yang menyerang ranting muda dan daun-daun tanaman sawo yang menyebabkan ranting dan daun mengkerut, layu, kering, dan terhambat pertumbuhannya.
    3. Penyemprotan dengan fungisida Cuspravit OB 21 dengan dosis 4 gram/liter air setiap tiga minggu sekali untuk mengatasi dan mencegah serangan jamur upas yang disebabkan oleh jamur Corticium salmonicolor.
    4. Penyemprotan dengan fungisida Antracol 70 WP dengan dosis 2 gram/liter air atau Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8-2,4 gram/liter air untuk mengatasi penyakit jamur jelaga yang disebabkan oleh jamur Capnodium sp. Penyemprotan dengan fungisida Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8-2,4 gram/liter air untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh jamur Phytopthora valmivora Butl. Yang menyebabkan busuk buah sawo.
  6. Pemangkasan : Jika dibiarkan tumbuh secara alami, tanaman sawo dapat mencapai ketinggian 20 m. Pohon dengan ketinggian seperti itu akan menyulitkan dalam pemetikan buah. Agar tanaman sawo tidak terlalu tinggi, maka dilakukan pemangkasan. Pemangkasan juga bertujuan membentuk sistem percabangan yang baik dan kuat. Ada dua tahap pemangkasan pada tanaman sawo, yaitu pemangkasan bentuk dan pemangkasan pemeliharaan.
    1. Pemangkasan Bentuk : Pemangkasan bentuk ditujukan untuk mengatur tinggi rendah dan bentuk tajuk untuk memudahkan dalam pemetikan buah serta pengontrolan terhadap hama dan penyakit. Pemangkasan pertama dilakukan ketika tanaman telah mencapai tinggi 100-160 cm. Pemangkasan dilakukan pada musim penghujan dengan memotong ujung batang hingga ketinggiannya tinggal 75-150 cm. Tempat pemangkasan harus sedikit di atas ruas batang. Untuk mencegah penyakit, luka bekas pangkasan dapat ditutup dengan cat meni atau parafin. Beberapa hari setelah pemangkasan akan tumbuh tunas-tunas baru. Tiga dari tunas yang tumbuh sehat dan tidak saling berdekatan dipilih sebagai cabang primer dan tunas lainnya dibuang. Pemangkasan ke dua dilakukan pada awal musim penghujan berikutnya, tunas yang telah berumur satu tahun dipangkas lagi hingga panjangnya tinggal 25-40 cm. Pemangkasan ini dilakukan tepat di atas mata tunas. Akibat pemangkasan ini akan muncul tunas-tunas baru. Tiga sampai empat tunas yang sehat dibiarkan tumbuh menjadi cabang sekunder dan tunas yang lain dipotong. Pemangkasan ke tiga yang merupakan pemangkasan terakhir dilakukan pada awal musim penghujan berikutnya, cabang-cabang sekunder dipotong untuk membentuk cabang-cabang tersier. Pemotongan dilakukan sampai jumlah cabang-cabang sekunder tinggal dua pertiganya. Setelah pemangkasan ini akan muncul tunas-tunas baru. Dua atau tiga tunas dari masing-masing cabang sekunder dibiarkan tumbuh, yang lainnya dibuang setelah tumbuh sepanjang 10 cm.
    2. Pemangkasan Pemeliharaan : Pemangkasan pemeliharaan ditujukan untuk mencegah serangan penyakit, menumbuhkan tunas baru untuk mengganti cabang tua yang tidak berproduktif lagi, serta mengurangi kerimbunan sehingga sinar matahari dapat dimasukkan ke mahkota tajuk. Dalam pemangkasan ini yang perlu dipangkas adalah cabang-cabang air yaitu cabang-cabang yang tumbuh lurus ke atas dengan kecepatan pertumbuhan lebih besar dibandingkan cabang-cabang lain. Warna cabang air ini lebih muda dengan jarak antar ruas cabang yang lebih panjang. Selain cabang air yang perlu dihilangkan adalah cabang yang tumbuh liar, cabang yang sakit atau rusak, dan cabang yang terlalu rendah. Pemangkasan pemeliharaan ini dapat dilakukan setiap saat jika diperlukan.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
  1. Lalat buah(Dacus sp.)
    • Gejala: terdapat bintik-bintik kecil berwarna hitam atau cokelat pada permukaan kulit, tetapi dagin buah sudah membusuk.
    • Pengendalian:
      1. membersihkan : (sanitasi) sisa-sisa tanaman di sekitar tanaman dan kebun;
      2. membungkus buah sejak stadium muda;
      3. memasang perangkap lalat buah yang mengandung bahan metyl eugenol, misalnya M-Atraktan, dalam botol plastik bekas;
      4. menyemprotkan perangkap lalat buah, seperti Promar yang dicampur dengan insektisida kontak atau sistemik;
      5. menginfus akar tanaman dengan larutan insektisida sistemik, seperti Tamaron, dengan konsentrasi 3-5% pada fase
        sebelum berbunga;
      6. menyemprot tanaman dengan insektisida kontak, seperti Agrothion 50 EC dengan dosis 3-4 cc/liter air.
  2. Kutu hijau (Lecanium viridis atau Coccus viridis) dan Kutu cokelat(Saissetia nigra)
    • Menyerang ranting muda dan daun tanaman sawo dengan cara menghisap cairan yang terdapat di dalamnya. Selain menghisap cairan, kutu-kutu ini juga menghasilkan embun madu yang dapat mengundang kehadiran cendawan jelaga.
    • Pengendalian: dengan penyemprotan insektisida, seperti Diasinon 60 EC dengan dosis 1-2 cc/liter air atau Basudin 50 EC dengan dosis 2 cc/liter air yang disemprotkan langsung ke kutu-kutu tersebut.
7.2. Penyakit
  1. Jamur upas
    • Penyebab: jamur Corticium salmonocolor. Spora dari jamur ini menular kemana-mana oleh hembusan angin.
    • Gejala:
      1. Stadium rumah laba-laba, yaitu ditandai dengan munculnya meselium tipis berwarna mengkilat seperti sutera atau perak. pada stadium ini jamur belum masuk ke dalam kulit tanaman sawo;
      2. Stadium bongkol, yaitu stadium dimana jamur membentuk gumpalan-gumpalan hifa di depan lentisel;
      3. Stadium corticium, yaitu stadium dimana jamur membentuk kerak berwarna merah muda yang berangsur-angsur berubah menjadi lebih muda lalu menjadi putih. Kerak yang terbentuk terdiri dari lapisan basidium yang pada
        setiap basidiumnya terdapat basidiospora. Kulit tanaman sawo yang terdapat di bawah kerak tersebut akhirnya busuk;
      4. Stadium necator, yaitu stadium dimana jamur membentuk banyak piknidium yang berwarna merah. Piknidium ini terdapat pada sisi cabang atau ranting yang lebih kering.
    • Pengendalian:
      1. Pada stadium laba-laba, penyakit ini dapat diatasi dengan cara menggosok tempat yang terserang jamur sampai hilang. Bekas luka gosokan diolesi dengan cat meni, ter, atau carbolineum;
      2. Penyemprotan dengan fungisida yang mengandung tembaga berkadar tinggi seperti Cupravit OB 21 dengan dosis 4 gram/liter air setiap tiga minggu sekali untuk menghindari munculnya serangan lagi;
      3. Pemotongan pada bagian tanaman yang terserang apabila jamur sudah mencapai stadium bongkol, corticium, atau necator. Pemotongan dilakukan pada bagian yang sehat jauh dari batas bagian yang sakit. Bagian yang dipotong kemudian diolesi dengan fungisida dan dibakar.
  2. Jamur jelaga
    • Penyebab: jamur Capnodium sp.
    • Gejala: serangan jamur ini berupa warna hitam seperti beludru yang menutupi permukaan daun sawo. Serangan lebih lanjut dapat menutupi seluruh daun dan ranting tanaman sawo.Jika serangan jamur ini berjumlah banyak, proses fotosintesa tanaman sawo akan terganggu sehingga pertumbuhan terhambat. Serangan yang terjadi pada saat tanaman berbunga dapat mengakibatkan buah yang terbentuk hanya sedikit. Jika yang terserang adalah buah, dapat menyebabkan kerontokan atau berkurangnya kualitas buah.
    • Pengendalian:
      1. melenyapkan serangga yang menghasilkan embun madu terlebih dahulu dengan insektisida;
      2. dilakukan penyemprotan dengan fungisida seperti Antracol 70 WP dengan dosis 2 gram/liter air atau Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8-2,4 gram/liter air.
  3. Busuk buah
    • Penyebab: jamur Phytopthora palmivora Butl.
    • Gejala: mula-mula kulit buah berbercak-bercak kecil berwarna hitam atau cokelat, kemudian melebar dan menyatu secara tidak beraturan, daging buah membusuk dan berair, serta kadang-kadang buah berjatuhan (gugur).
    • Pengendalian:
      1. dengan cara pemotongan buah yang sakit berat, pengumpulan dan pemusnahan buah yang terserang;
      2. penyemprotan fungisida, seperti Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8 gr – 2,4 gram/liter air.
  4. Hawar benang putih
    • Penyebab: jamur (cendawan) Marasmius scandens Mass, yang tumbuh pada permukaan batang dan cabang tanaman sawo.
    • Gejala: daun-daun mengering dan berguguran. Pada ranting yang mengering terdapat benang-benang jamur berwarna putih.
    • Pengendalian:
      1. dengan cara mengurangi kelembaban kebun, memotong bagian tanaman yang sakit berat;
      2. mengoleskan atau menyemprotkan fungisida, seperti Benlate dengan dosis 2 gr/1 air.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Tanaman sawo yang dikembangbiakkan dengan pencangkokan dapat menghasilakan buah hanya sampai 3-5 tahun, sedangkan yang melalui penyambungan antara 5-6 tahun. Buah sawo kadang-kadang matang tidak serempak sehingga pemanenan dilakukan dengan bertahap dengan cara memilih buah yang sudah menunjukkan ciri fisiologis untuk dipanen (tua). Ciri-ciri buah sawo yang sudah tua adalah ukuran buah maksimal, kulit berwarna cokelat muda, daging buah agak lembek, bila dipetik mudah terlepas dari tangkainya, serta bergetah relatif sedikit. Pemetikan buah yang masih muda sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu yang lama untuk pemeramannya dan rasa buah tidak manis (sepat).
8.2. Cara Panen
Umumnya pohon sawo cukup tinggi, buahnya terdapat di ujung batang muda yang jumlahnya hanya sedikit, sehingga untuk mengetahui buah yang cukup tua sangat sulit. Oleh karena itu, pemanenan dilakukan dengan cara memanjat pohon. Apabila belum mencapai buahnya, dapat disambung dengan galah. Namun penggunaan galah ini sering menyebabkan buah jatuh dan pecah. Pada buah yang jatuh tetapi tidak pecah, akan terjadi penggumpalan getah di sekitar bijinya. Ada anggapan bahwa penggumpalan getah ini disebabkan karena buah terserang penyakit. Walapun terdapat gumpalan getah di sekitar biji, tetapi tidak mengurangi rasa manis buah sawo tersebut. Untuk menjaga agar buah tidak pecah sewaktu dipetik, sebaiknya sebelum pemetikan, pada bagian bawah pohon diberi jaring agar buah tidak langsung jatuh ke tanah dan sebaiknya pemetikan dilakukan sebelum buah terlalu tua.
9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Setelah semua buah yang sudah tua dipanen, kemudian dilakukan pengumpulan buah-buah tersebut. Kumpulkan buah-buah tersebut dalam suatu wadah atau tempat, setelah semua terkumpul, kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan kulit yang kasar atau kulit gabusnya.
9.2. Penyortiran dan Penggolongan
Penyortiran dan penggolongan buah sawo hasil panen dilakukan untuk memisahkan buah yang baik dari yang jelek dan memisahkan buah yang berukuran sama. Untuk buah yang sudah sangat rusak, sebaiknya dibuang, tetapi buah yang rusak sedikit dapat dipisahkan untuk dijual ketempat yang dekat dengan harga murah.
9.3. Penyimpanan
Buah sawo yang sudah diberi perlakuan (pencucian dan pengasapan) mempunyai kulit yang sangat tipis sehingga mudah rusak dan tidak tahan lama dalam penyimpanannya. Ada beberapa cara penyimpanan agar buah lebih tahan lama, salah satunya dengan mengatur temperatur ruang penyimpanan. Buah sawo yang masak bila disimpan dalam temperatur ruang hanya tahan 2 hari sampai 3 hari, tetapi bila dalam ruangan yang mempunyai temperatur 0 derajat C, buah sawo tetap dalam keadaan baik selama 12 hari sampai 14 hari. Kelembaban (nisbi) yang dibutuhkan dalam ruang penyimpanan adalah 85-90%. Buah sawo yang yang belum masak akan tahan disimpan selama 17 hari dalam ruangan yang bertemperatur 15 derajat C.
9.4. Pengemasan dan Pengangkutan
1) Pengemasan
Pengemasan buah-buahan di Indonesia, masih menggunakan keranjang bambu. Bentuk dan kapasitasnya bervariasi, biasanya kapasitas kemasan antara 40 kg sampai 100 kg. Dalam pengemasan buah digunakan bahan-bahan pembantu, misalnya daun kering, daun pisang, merang, dan kertas koran.
2) Pengangkutan
Umumnya, petani penghasil buah di Indonesia mengangkut hasil panennya dengan kreativitas sendiri. Pengangkutan hasil ini dalam volume kecil, yaitu dariladang ke tempat penampungan, pembeli, atau ke pusat-pusat pengumpul sehingga pemasaran tahap pertama dapat berlangsung.
9.5. Pengasapan dan Pemeraman
Pengasapan dan pemeraman dilakukan agar buah cepat masak dan empuk. Tata laksana pengasapan dan pemeraman adalah sebagai berikut:
  1. Buat lubang pada tanah berbentuk segi empat. Ukuran lubang disesuaikan dengan jumlah buah sawo.
  2. Hamparkan dan gamal (Glyricidae) atau daun pisang di bagian dasar dan semua sisi lubang.
  3. Masukkan buah sawo secara teratur ke dalam lubang, kemudian tutup dengan daun gamal atau daun pisang.
  4. Masukkan potongan bambu gelondongan untuk menghembuskan asap ke dalam lubang.
  5. Timbun lubang tanah hingga cukup tebal.
  6. Bakar dedaunan kering, lalu asapnya diarahkan ke dalam lubang melalui potongan bambu.
  7. Tutup atau ambil gelondongan bambu.
  8. Biarkan buah sawo diperam selama sehari semalam.
9.6. Penanganan Lain
Buah sawo dapat diawetkan dalam air gula atau dibuat selai untuk pengoles roti, dan dapat juga dibuat serbat atau dicampur ke dalam es krim. Sari buah sawo dapat digodok menjadi sirup dan difermentasikan menjadi anggur dan cuka.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya sawo dalam lima tahun pertama seluas 0,5 ha di daerah Bogor pada tahun 1999.
  1. Biaya produksi lima tahun pertama
    1. Nilai tanah : 1/2 ha, @ m 2 x Rp. 10.000,- Rp. 5.000.000,-
    2. Nilai sarana produksi
      • Bibit: 35 batang @ Rp. 12.000,- Rp. 420.000,-
      • Pupuk kandang: 1500 kg @ Rp. 100,- Rp. 150.000,-
      • Urea: 150 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 240.000,-
      • NPK: 150 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 240.000,-
      • Hormon/mineral: 40 liter @ Rp. 3.500,- Rp. 140.000,-
      • Insektisida: 35 liter @ Rp. 5.000,- Rp. 175.000,-
      • Fungisida: 35 liter @ Rp. 5.000,- Rp. 175.000,-
    3. Nilai bangunan dan alat/perkakas
      • Bangunan dan sumur @ Rp. 7.500,- Rp. 2.000.000,-
      • Alat semprot: 2 unit @ Rp. 4.000,- Rp. 150.000,-
      • Cangkul: 2 buah @ Rp. 5.000,- Rp. 10.000,-
      • Sabit: 2 buah @ Rp. 3.500,- Rp. 7.000,-
      • Garpu: 2 buah @ Rp. 3.000,- Rp. 6.000,-
      • Golok: 2 buah @ Rp. 7.500,- Rp. 15.000,-
      • Gunting pangkas: 3 buah @ Rp. 5.000,- Rp. 15.000,-
      • Gergaji pangkas: 2 buah @ Rp. 6.000,- Rp. 12.000,-
      • Ember: 5 buah @ Rp. 3.000,- Rp. 15.000,-
    4. Tenaga kerja tetap
      • Upah 12 x 2 orang @ Rp. 250.000,- Rp. 6.000.000,-
      • Pakaian 2 x 2 x Rp. 100.000,- Rp. 400.000,-
      • THR 2 x Rp. 250.000,- Rp. 500.000,-
    5. Tenaga kerja lepas
      • Buat lubang tanam 15 OH Rp 10.000,- Rp. 150.000,-
      • Pupuk dan tanam 25 OH Rp 10.000,- Rp. 250.000,-
    6. Jumlah seluruh investasi Rp. 16.070.000,-
  2. Penerimaan dan keuntungan
    1. Penerimaan th. ke-4 produk ke-1: 50%x35x60 kg x Rp.6.000,- Rp. 6.300.000,-Keuntungan: - Rp. 15.770.000,-
    2. Penerimaan th. ke-5 produk ke-2: 50%x 35 x 80 kg x Rp.6.000,- Rp. 8.400.000,-Keuntungan:- Rp. 8.870.000,-
    3. Penerimaan th. ke-6 produk ke-3: 50%x 35 x 120 kgx Rp.6.000 Rp. 12.600.000,-Keuntungan: Rp. 2.230.000,-
  3. Break Event Point BEP Rp. 166.666.666.7
  4. R/C Rasio = Jumlah Penerimaan / Jumlah Biaya = 0,33
Catatan:
Biaya perawatan setiap tahun kurang lebih sekitar = Rp 1.500.000,-
Pada tahun ke-6 keuntungan sudah dapat menutupi investasi yang dikeluarkan
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Permintaan buah-buahan umumnya meningkat dengan makin meningkatnya pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa pertanaman buah-buahan memberikan keuntungan dan peluang bisnis yang baik. Beberapa hal yang mendorong usaha pengembangan pertanaman buah-buahan antara lain sebagai berikut:
  1. Harga buah cukup baik, terutama di kota-kota besar dan jarang mengalami penurunan harga.
  2. Makin banyak sarana perhubungan, maka jalur pemasarannya makin lancar.
  3. Adanya pengembangan industri pengolahan buah-buahan.
  4. Sarana teknologi yang tersedia, misalnya pupuk dan obat-obatan.
Buah sawo di Indonesia sampai saat ini belum banyak diekspor ke luar negeri. Hasil panennya hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri saja. Sebenarnya perkembangan produksi buah sawo cenderung mengalamai peningkatan, tetapi semua itu belum dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan masyarakat. Dengan demikian masih dibutuhkan investor yang mau menanamkan modalnya untuk perluasan tanaman sawo. Peluang bisnis buah sawo sangat besar karena konsumsi buah-buahan berkembang dengan pesatnya. Untuk penduduk DKI Jakarta saja, konsumsi buah pada tahun 1988 sebanyak 8.438 orang dan telah berkembang menjadi 13.745 orang pada tahun 1993. Apalagi begitu mudahnya menanam sawo dan dapat menghasilkan buah sepanjang tahun.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1. Ruang Lingkup
Standar mutu: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan dan pengemasan.
11.2. Diskripsi …
11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu …
11.4. Pengambilan Contoh
Satu Partai/lot mangga terdiri dari maksimum 1000 kemasan. Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan dalam 1 partai/lot seperti terlihat dibawah ini:
  1. Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot sampai dengan 100 : contoh yang diambil 5.
  2. Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot 101–300: contoh yang diambil 7.
  3. Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot 301–500: contoh yang diambil 9.
  4. Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot 501–1000: contoh yang diambil 10.
11.5. Pengemasan
Pengemasan buah sawo dalam peti kayu, berat bersih setiap peti kayu maksimum 25 kg, susunan buah dalam peti kayu kompak dengan setiap buah yang diberi pembungkus/ penyekat, atau kotak kotoran diberi penyekat dan lobang udara, susunan buah dalam kotak karton satu lapis dengan berat bersih kotak karton maksimum 10 kg.
Untuk pemberian merek di bagian luar kotak kayu di beri label yang dituliskan antara lain:
  1. Nama barang.
  2. Jenis mutu.
  3. Nama/kode perusahaan/eksportir.
  4. Berat bersih.
  5. Produksi Indonesia.
  6. Tempat/negara tujuan.
12. DAFTAR PUSTAKA
  1. Pracaya. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta : PT. Penebar Swadaya
  2. Rahardi, F. 1990. ‘Trend Baru Pohon Sawo dalam Pot’, Trubus (Agustus) No. 249 Th. XXI
  3. Tim Penulis PS. 1993. Menanam Sawo di Pot dan di Kebun. Jakarta : PT. Penebar Swadaya
  4. Wudianto, Rini. 1987. Membuat Cangkok, Stek, dan Okulasi . Jakarta : PT. Penebar Swadaya
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS

Cara menanam Salak


S A L A K
( Salacca edulis )

1. SEJARAH SINGKAT
Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah yang disukai dan mempunyai prospek baik untuk diusahakan. Daerah asal nya tidak jelas, tetapi diduga dari Thailand, Malaysia dan Indonesia. Ada pula yang mengatakan bahwa tanaman salak (Salacca edulis) berasal dari Pulau Jawa. Pada masa penjajahan biji-biji salak dibawa oleh para saudagar hingga menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan sampai ke Filipina, Malaysia, Brunei dan Muangthai.
2. JENIS TANAMAN
Di dunia ini dikenal salak liar, seperti Salacca dransfieldiana JP Mo-gea; S. magnifera JP Mogea; S. minuta; S. multiflora dan S. romosiana. Selain salak liar itu, masih dikenal salak liar lainnya seperti Salacca rumphili Wallich ex. Blume yang juga disebut S. wallichiana, C. Martus yang disebut rakum / kumbar (populer di Thailand) sebagai pembuat masam segar pada masakan. Kumbar ini tidak berduri, bunganya berumah 2 (dioeciious). Salak termasuk famili: Palmae (palem-paleman), monokotil, daun-daunnya panjang dengan urat utama kuat seperti pada kelapa yang disebut lidi. Seluruh bagian daunnya berduri tajam Batangnya pendek, lama-kelamaan meninggi sampai 3 m atau lebih, akhirnya roboh tidak mampu membawa beban mahkota daun terlalu berat (tidak sebanding dengan batangnya yang kecil). Banyak varietas salak yang bisa tumbuh di Indonesi. Ada yang masih muda sudah terasa manis, Varietas unggul yang telah dilepas oleh pemerintah untuk dikembangkan ialah: salak pondoh, swaru, nglumut, enrekang, gula batu (Bali), dan lain-lain. Sebenarnya jenis salak yang ada di Indonesia ada 3 perbedaan yang menyolok, yakni: salak Jawa Salacca zalacca (Gaertner) Voss yang berbiji 2-3 butir, salak Bali Slacca amboinensis (Becc) Mogea yang berbiji 1- 2 butir, dan salak Padang Sidempuan Salacca sumatrana (Becc) yang berdaging merah. Jenis salak itu mempunyai nilai komersial yang tinggi.
3. MANFAAT TANAMAN
Buah salak hanya dimakan segar atau dibuat manisan dan asinan. Pada saat ini manisan salak dibuat beserta kulitnya, tanpa dikupas. Batangnya tidak dapat digunakan untuk bahan bangunan atau kayu bakar. Buah matang disajikan sebagai buah meja. Buah segar yang diperdagangkan biasanya masih dalam tandan atau telah dilepas (petilan). Buah salak yang dipetik pada bulan ke 4 atau ke 5 biasanya untuk dibuat manisan.
4. SENTRA PENANAMAN
Tanaman salak banyak terdapat di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Bali, NTB dan Kalimantan Barat.
5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim
  1. Tanaman ssalak sesuai bila ditanam di daerah berzona iklim Aa bcd, Babc dan Cbc. A berarti jumlah bulan basah tinggi (11-12 bulan/tahun), B: 8-10 bulan/tahun dan C : 5-7 bulan/tahun.
  2. Salak akan tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan rata-rata per tahun 200-400 mm/bulan. Curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 100 mm sudah tergolong dalam bulan basah. Berarti salak membutuhkan tingkat kebasahan atau kelembaban yang tinggi.
  3. Tanaman salak tidak tahan terhadap sinar matahari penuh (100%), tetapi cukup 50-70%, karena itu diperlukan adanya tanaman peneduh.
  4. Suhu yang paling baik antara 20-30°C. Salak membutuhkan kelembaban tinggi, tetapi tidak tahan genangan air.
5.2. Tanah
  1. Tanaman salak menyukai tanah yang subur, gembur dan lembab.
  2. Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok untuk budidaya salak adalah 4,5 - 7,5.
Kebun salak tidak tahan dengan genangan air. Untuk pertumbuhannya membutuhkan kelembaban tinggi.
5.3. Ketinggian Tempat
Tanaman salak tumbuh pada ketinggian tempat 100-500 m dpl.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam mengusahakan tanaman salak adalah penggunaan bibit unggul dan bermutu. Tanaman salak merupakan tanaman tahunan, karena itu kesalahan dalam pemakaian bibit akan berakibat buruk dalam pengusahaannya, walaupun diberi perlakuan kultur teknis yang baik tidak akan memberikan hasil yang diinginkan, sehingga modal yang dikeluarkan tidak akan kembali karena adanya kerugian dalam usaha tani. Untuk menghindari masalah tersebut, perlu dilakukan cara pembibitan salak yang baik. Pembibitan salak dapat berasal dari biji (generatif) atau dari anakan (vegetatif). Pembibitan secara generatif adalah pembibitan dengan menggunakan biji yang baik diperoleh dari pohon induk yang mempunyai sifat-sifat baik, yaitu: cepat berbuah, berbuah sepanjang tahun, hasil buah banyak dan seragam, pertumbuhan tanaman baik, tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan.
Keuntungan perbanyakan bibit secara generatif:
  1. dapat dikerjakan dengan mudah dan murah
  2. diperoleh bibit yang banyak
  3. tanaman yang dihasilkan tumbuh lebih sehat dan hidup lebih lama
  4. untuk transportasi biji dan penyimpanan benih lebih mudah
  5. tanaman yang dihasilkan mempunyai perakaran kuat sehingga tahan rebah dan kekeringan
  6. memungkinkan diadakan perbaikan sifat dalam bentuk persilangan.
Kekurangan perbanyakan secara generatif:
  1. kualitas buah yang dihasilkan tidak persis sama dengan pohon induk karena mungkin terjadi penyerbukan silang
  2. agak sulit diketahui apakah bibit yang dihasilkan jantan atau betina.
    1. Persyaratan Bibit : Untuk mendapatkan bibit yang baik harus dilakukan seleksi terhadap biji yang akan dijadikan benih. Syarat-syarat biji yang akan dijadikan benih :
      1. Biji berasal dari pohon induk yang memenuhi syarat.
      2. Buah yang akan diambil bijinya harus di petik pada waktu cukup umur.
      3. Mempunyai daya tumbuh minimal 85 %.
      4. Besar ukuran biji seragam dan tidak cacat.
      5. Biji sehat tidak terserang hama dan penyakit.
      6. Benih murni dan tidak tercampur dengan kotoran lain.
    2. Penyiapan Bibit
      1. Bibit dari Biji:
        1. Biji salak dibersihkan dari sisa-sisa daging buah yang masih melekat.
        2. Rendam dalam air bersih selama 24 jam, kemudian dicuci.
      2. Bibit dari Anakan:
        1. Pilih anakan yang baik dan berasal dari induk yang baik
        2. Siapkan potongan bambu, kemudian diisi dengan media tanah
    3. Teknik Penyemaian Bibit
      1. Bibit dari Biji:
        1. Biji salak yang telah direndam dan dicuci, masukkan kedalam kantong plastik yang sudah dilubangi (karung goni basah), lalu diletakkan di tempat teduh dan lembab sampai kecambah berumur 20-30 hari
        2. Satu bulan kemudian diberi pupuk Urea, TSP dan KCl, masing-masing 5 gram, tiap 2-3 minggu sekali
        3. Agar kelembabannya terjaga, lakukan penyiraman setiap hari
      2. Bibit dari Anakan dengan pesemaian bak kayu:
        1. Buat bak kayu dengan ukuran tinggi 25 cm, lebar dan panjang disesuaikan dengan kebutuhan
        2. Diisi dengan tanah subur dan gembur setebal 15-20 cm
        3. Diatas tanah diiisi pasir setebal 5-10 cm
        4. Arah pesemaian Utara Selatan dan diberi naungan menghadap ke Timur
        5. Benih direndam dalam larutan hormon seperti Atonik selama 1 jam, konsentrasi larutan 0,01-0,02 cc/liter air
        6. Tanam biji pada bak pesemaian dengan jarak 10 x 10 cm
        7. Arah biji dibenamkan dengan posisi tegak, miring/rebah dengan mata tunas berada dibawah
    4. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian : Untuk pembibitan dari biji, media pembibitan adalah polybag dengan ukuran 20 x 25 cm yang diisi dengan tanah campur pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Setelah bibit atau kecambah berumur 20-30 hari baru bibit dipindahkan ke polibag. Pembibitan dengan sistem anakan, bambu diletakkan tepat di bawah anakan salak, kemudian disiram setiap hari. Setelah 1 bulan akar telah tumbuh dan anakan dipisahkan dari induknya, kemudian ditanam dalam polybag. Pupuk Urea, TSP, KCl diberikan 1 bulan sekali sebanyak 1 sendok teh.
    5. Pemindahan Bibit : Untuk bibit dari biji, setelah bibit salak berumur 4 bulan baru dipindahkan ke lahan pertanian. Untuk persemaian dari anakan, setelah 6 bulan bibit baru bisa dipindahkan ke lapangan.
6.2. Pengolahan Lahan
  1. Persiapan : Penetapan areal untuk perkebunan salak harus memperhatikan faktor kemudahan transportasi dan sumber air.
  2. Pembukaan Lahan :
    1. Membongkar tanaman yang tidak diperlukan dan mematikan alang-alang serta menghilangkan rumput-rumput liar dan perdu dari areal tanam.
    2. Membajak tanah untuk menghilangkan bongkahan tanah yang terlalu besar.
6.3. Teknik Penanaman
  1. Pembuatan Lubang Tanam : Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm dengan jarak tanam 1 x 4 m; 2 x 2 m atau 1,5 x 2,5 m. Ukuran lubang dapat juga dibuat 50 x 50 x 40 cm, dengan jarak antar 2 x 4 m atau 3 x 4 m. Setiap lubang diberi pupuk kandang yang telah jadi sebanyak 10 kg.
  2. Cara Penanaman : Biji ditanam langsung dalam lubang sebanyak 3- 4 biji per lubang. Sebulan kemudian biji mulai tumbuh
  3. Lain-lain : Untuk menghindari sinar matahari penuh, tanaman salak ditanam di bawah tanaman peneduh seperti tanaman kelapa, durian, lamptoro dan sebagainya. Apabila lahan masih belum ada tanaman peneduh, dapat ditanam tanaman peneduh sementara seperti tanaman pisang. Jarak tanam pohon peneduh disesuaikan menurut ukuran luas tajuk misalnya kelapa ditanam dengan jarak 10 x 10 m, durian 12 x 12 m dan lamtoro 12 x 12 m.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
Setelah selesai ditanam, tanaman salak perlu dipelihara dengan benar dan teratur sehingga diperoleh produksi kebin yang baik dan produktif. Pemeliharaan ini dilakukan sampai berakhirnya masa produksi tanaman salak.
  1. Penjarangan dan Penyulaman : Untuk memperoleh buah yang berukuran besar, maka bila tandan sudah mulai rapat perlu dilakukan penjarangan. Biasanya penjarangan dilakukan pada bulan ke 4 atau ke 5. Penyulaman dilakukan pada tanaman muda atau yang baru ditanam, tetapi mati atau pertumbuhannya kurang bagus atau kerdil, atau misalnya terlalu banyak tanaman betinanya. Untuk keperluan penyulaman kita perlu tanaman cadangan (biasanya perlu disediakan 10%) dari jumlah keseluruhan, yang seumur dengan tanaman lainnya. Awal musim hujan sangat tepat untuk melakukan penyulaman. Tanaman cadangan dipindahkan dengan cara putaran, yaitu mengikutsertakan sebagian tanah yang menutupi daerah perakarannya. Sewaktu membongkar tanaman, bagian pangkal serta tanahnya kita bungkus dengan plastik agar akar-akar di bagian dalam terlindung dari kerusakan, dilakukan dengan hati-hati.
  2. Penyiangan : Penyiangan adalah membuang dan memebersihan rumput-rumput atau tanaman pengganggu lainnya yang tumbuh di kebun salak. Tanaman pengganggu yang lazim di sebut gulma ini bila tidak diberantas akan menjadi pesaing bagi tanaman salak dalam memperebutkan unsur hara dan air. Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 2 bulan setelah bibit ditanam, penyiangan berikutnya dilakukan tiap 3 bulan sekali sampai tanaman berumur setahun. Setelah itu penyiangan cukup dilakukan setiap 6 bulan sekali atau 2 kali dalam satu tahun, dilakukan pada awal dan akhir musim penghujan.
  3. Pembubunan : Sambil melakukan penyiangan, dilakukan pula penggemburan dan pembumbunan tanah ke pokok tanaman salak. Hal ini dilakukan untuk menghemat ongkos kerja juga untuk efisiensi perawatan. Tanah yang digemburkan dicangkul membentuk gundukan atau bumbunan yang berfungsi untuk menguatkan akar dan batang tanaman salak pada tempatnya. Bumbunan jangan sampai merusak parit yang ada.
  4. Perempalan dan Pemangkasan : Daun-daun yang sudah tua dan tidak bermanfaat harus dipangkas. Juga daun yang terlalu rimbun atau rusak diserang hama. Tunas-tunas yang terlalu banyak harus dijarangkan, terutama mendekati saat-saat tanaman berbuah (perempalan). Dengan pemangkasan, rumpun tanaman salak tidak terlalu rimbun sehingga kebun yang lembab serta pengap akibat sirkulasi udara yang kurang lancar diperbaiki. Pemangkasan juga membantu penyebaran makanan agar tidak hanya ke daun atau bagian vegetatif saja, melainkan juga ke bunga, buah atau bagian generatif secara seimbang.
    Pemangkasan dilakukan setiap 2 bulan sekali, tetapi pada saat mendekati masa berbunga atau berbuah pemangkasan kita lakukan lebih sering, yaitu 1 bulan 1 kali.Apabila dalam rumpun salak terdapat beberapa anakan, lakukanlah pengurangan anakan menjelang tanaman berbuah. Satu rumpun salak cukup kita sisakan 1 atau 2 anakan. Jumlah anakan maksimal 3-4 buah pada 1 rumpun. Bila lebih dari itu anakan akan mengganggu produktivitas tanaman. Pemangkasan daun salak sebaiknya sampai pada pangkal pelepahnya. Jangan hanya memotong setengah atau sebagian daun, sebab bagian yang disisakan sebenarnya sudah tidak ada gunanya bagi tanaman. Pemangkasan pada saat lewat panen harus tetap dilakuakan. Alat pangkas sebaiknya menggunakan golok atau gergaji yang tajam. Pemangkasan yang dilaksanakan pada waktu dan cara yang tepat akan membantu tanaman tumbuh baik dan optimal.
  5. Pemupukan : Semua bahan yang diberikan pada tanaman dengan tujuan memberi tambahan unsur hara untuk memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman disebut pupuk. Ada pupuk yang diberikan melalui daerah perakaran tanaman (pupuk akar). Pupuk yang diberikan dengan cara penyemprotan lewat daun tanaman (pupuk daun). Jenis pupuk ada 2 macam: pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik adalah pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, abu tanaman, tepung darah dan sebagainya. Pupuk anorganik adalah: Ure, TSP, Kcl, ZA, NPK Hidrasil, Gandasil, Super Fosfat, Bay folan, Green Zit, dan sebagainya. Pupuk organik yang sering diberikan ke tanaman salak adalah pupuk kandang. Umur tanaman :
    1. 0-12 bulan (1 x sebulan): Pupuk kandang 1000, Urea 5 gram, TSP 5 gram, KCl 5 gram.
    2. 12-24 bulan (1 x 2 bulan): Urea 10 gram, TSP 10 gram, KCl 10 gram.
    3. 24-36 bulan (1 x 3 bulan): Urea 15 gram, TSP 15 gram, KCl 15 gram.
    4. 36–dst (1 x 6 bulan): Urea 20 gram, TSP 20 gram, KCl 20 gram.
  6. Pengairan dan Penyiraman : Air hujan adalah siraman alami bagi tanaman, tetapi sulit untuk mengatur air hujan agar sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman. Air hujan sebagian besar akan hilang lewat penguapan, perkolasi dan aliran permukaan. Sebagian kecil saja yang tertahan di daerah perakaran, air yang tersisa ini sering tidak memenuhi kebutuhan tanaman. Dalam budidaya salak, selama pertumbuhan, kebutuhan akan air harus tercukupi, untuk itu kita perlu memberi air dengan waktu, cara dan jumlah yang sesuai.
  7. Pemeliharaan Lain : Setelah ditanam di kebun kita buatkan penopang dari bambu atau kayu untuk menjaga agar tanaman tidak roboh.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
  1. Kutu wol /putih (Cerataphis sp.) : Hama ini bersembunyi di sela-sela buah.
  2. Kumbang penggerek tunas (Omotemnus sp..)
  3. Kumbang penggerek batang :
    • Menyerang ujung daun yang masih muda (paling muda), kemudian akan masuk ke dalam batang. Hal ini tidak menyebabkan kematian tanaman, tetapi akan tumbuh anakan yang banyak di dalam batang tersebut.
    • Pengendalian: dimatikan atau dengan cara meneteskan larutan insektisida (Diazenon) dengan dosis 2 cc per liter pada ujung daun yang terserang atau dengan cara menyemprot. Dalam hal ini diusahakan insektisida dapat masuk ke dalam bekas lubang yang digerek. Memasukkan kawat yang ujungnya lancip ke dalam lubang yang dibuat kumbang hingga mengenai hama.
  4. Babi hutan, tupai, tikus dan luwak
    • Pengendalian:
      1. untuk memberantas babi hutan, dilaksanakan dengan penembakan khusus, atau memagari kebun salak dengan salak-salak jantan yang rapat. Akan lebih baik lagi kalau memagari kebun salak dengan kawat berduri;
      2. untuk memberantas Tikus, digunakan Zink phosphit, klerat dan lain-lain;
      3. untuk memberantas Luwak dan Tupai, dapat digunakan umpan buah pisang yang dimasuki Furadan 3 G. Caranya: buah pisang dibelah, kurang lebih 0,5 gram Furadan dimasukkan ke dalamnya, kemudian buah pisang tersebut dijahit dan dijadikan umpan.
7.2. Penyakit
  1. Penyakit yang sering menyerang salak adalah sebangsa cendawan putih,
    • Gejala: busuknya buah. Buah yang terserang penyakit ini kualitasnya jadi menurun, karena warna kulit salak jadi tidak menarik.
    • Pengendalian: mengurangi kelembaban tanah, yaitu mengurangi pohon-pohon pelindung.
  2. Noda hitam :
    • Penyebab: cendawan Pestalotia sp.
    • Gejala: adanya bercak-bercakhitam pada daun salak.
  3. Busuk merah (pink) :
    • Penyebab: cendawan Corticium salmonicolor.
    • Gejala: adanya pembusukan pada buah dan batang.
    • Pengendalian: tanaman yang sakit dan daun yang terserang harus dipotong dan dibakar di tempat tertentu.
7.3. Gulma
Di beberapa tempat di Pulau Jawa, lahan salak dibangun di bekas persawahan. Sehingga otomatis gulma yang merajai kebun adalah gulma-gulma yang biasa terdapat di sawah. Karena lahan sawah yang biasa tergenang air dikeringkan dan dibumbun tanahnya maka gulma yang mampu bertahan adalah gulma berdaun sempit dan tumbuh menjalar yang sedikit sekali terdapat di sawah. Gulma yang berbatang kurus tegak, berdaun panjang yang umumnya di persawahan kurang mampu bertahan. Itulah sebabnya mengapa gulma di lahan bekas persawahan relatif lebih sedikit. Pengendalian secara manual dengan dikored atau dicangkul pun sudah memadai. Pemberantasan gulma secara kimia di kebun-kebun salak belum lazim dilaksanakan. Untuk lahan yang tidak seberapa luas, para petani masih menggunakan cara manual (mencabuti rumput-rumputan dengan tangan, dikored atau dicangkul). Bila lahan salak cukup luas, serta baru dibuka, gulma yang terdapat tentu banyak sekali dan sulit diberantas hanya dengan cara manual. Untuk situasi seperti ini perlu menggunakan herbisida, sebab biaya tenaga kerja relatif murah dan hasilnya lebih cepat. Reaksi bahan kimia dalam membunuh tanaman liar juga sangat cepat. Herbisida memiliki pengruh negatif, sebab racun yang dikandungnya dapat membahayakan mahluk hidup lain termasuk ternak dan manusia. Herbisida yang akan digunakan perlu sesuai dengan jenis gulma yang akan diberantas. Pilihan yang kurang tepat akan memboroskan biaya. Gulma dari golongan rumput-rumputan dapat dibasmi dengan herbisida Gramoxone, Gesapas, Basta atau Diuron. Dari golongan teki-tekian dapat diberantas dengan Goal. Alang-alang dapat dibasmi dengan Round-up atau Sun-up. Sedangkan tanaman yang berdaun lebar dapat diatasi dengan Fernimine. Ada juga herbisida yang dapat memberantas beberapa jenis gulma.
8. PANEN
Mutu buah salak yang baik diperoleh bila pemanenan dilakukan pada tingkat kemasakan yang baik. Buah salak yang belum masak, bila dipungut akan terasa sepet dan tidak manis. Maka pemanenan dilakukan dengancara petik pilih, disinilah letak kesukarannya. Jadi kita harus benar-benar tahu buah salak yang sudah tua tetapi belum masak.
  1. Ciri dan Umur Panen : Buah salak dapat dipanen setelah matang benar di pohon, biasanya berumur 6 bulan setelah bunga mekar (anthesis). Hal ditandai oleh sisik yang telah jarang, warna kulit buah merah kehitaman atau kuning tua, dan bulu-bulunya telah hilang. Ujung kulit buah (bagian buah yang meruncing) terasa lunak bila ditekan. Tanda buah yang sudah tua, menurut sumber lain adalah: warnanya mengkilat (klimis), bila dipetik mudah terlepas dari tangkai buah dan beraroma salak.
  2. Cara Panen Cara memanen: karena buah salak masaknya tidak serempak, maka dilakukan petik pilih. Yang perlu diperhatikan dalam pemetikan apakah buah salak tersebut akan disimpan lama atau segera dimakan. Bila akan disimpan lama pemetikan dilakukan pada saat buah salak tua (Jawa: gemadung), jadi jangan terlalu tua dipohon. Buah salak yang masir tidak tahan lama disimpan. Pemanenan buah dilakukan dengan cara memotong tangkai tandannya.
  3. Periode Panen : Tanaman salak dalam masa panennya terdapat 4 musim:
    1. Panen raya pada bulan Nopember, Desember dan Januari
    2. Panen sedang pada bulan Mei, Juni dan Juli
    3. Panen kecil pada bulan-bulan Pebruari, Maret dan April.
    4. Masa kosong/istirahat pada bulan-bulan Agustus, September dan Oktober. Bila pada bulan-bulan ini ada buah salak maka dinamakan buah slandren. Menurut sumber lain panen besar buah salak adalah antara bulan Oktober - Januari.
  4. Prakiraan Produksi : Dalam budidaya tanaman salak, hasil yang dapat dicapai dalam satu musim tanam adalah 15 ton per hektar.
9. PASCAPANEN
Seperti buah-buahan lainnya, buah salak mudah rusak dan tidak tahan lama. Kerusakan ditandai dengan bau busuk dan daging buah menjadi lembek serta berwarna kecoklat-coklatan. Setelah dipetik buah salak masih meneruskan proses hidupnya berupa proses fisiologi (perubahan warna, pernafasan, proses biokimia dan perombakan fungsional dengan adanya pembusukan oleh jasad renik). Sehingga buah salak tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar, maka diperlukan penanganan pascapanen.
9.1. Pengumpulan : Gudang pengumpulan berfungsi sebagai tempat penerima buah salak yang berasal dari petani atau kebun. Dalam gudang pengumpulan ini dilakukan: sortasi, grading dan pengemasan.
9.2. Penyortiran dan Penggolongan : Sortasi/pemilihan bertujuan untuk memilih buah yang baik, tidak cacat, dan layak ekspor. uga bertujuan untuk membersihkan buah-buah dari berbagai bahan yang tidak berguna seperti tangkai, ranting dan kotoran. Bahan-bahan tersebut dipotong dengan pisau, sabit, gunting pangkas tajam tidak berkarat sehinga tidak menimbulkan kerusakan pada buah. Grading/penggolongan bertujuan untuk:
  1. mendapat hasil buah yang seragam (ukuran dan kualitas)
  2. mempermudah penyusunan dalam wadah/peti/alat kemas
  3. mendapatkan harga yang lebih tinggi
  4. merangsang minat untuk membeli
  5. agar perhitungannya lebih mudah
  6. untuk menaksir pendapatan sementara.
Penggolongan ini dapat berdasarkan pada : berat, besar, bentuk, rupa, warna, corak, bebas dari penyakit dan ada tidaknya cacat/luka. Semua itu dimasukkan kedalam kelas dan golongan sendiri-sendiri.
  1. Salak mutu AA (betul-betul super, kekuningan, 1kg= 12 buah)
  2. Salak mutu AB (tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil, dan sehat)
  3. Salak mutu C (untuk manisan, 1kg = 25 - 30 buah)
  4. Salak mutu BS (busuk atau 1/2 pecah), tidak dijual.
9.3. Pengemasan dan Pengangkutan
Tujuan pengemasan adalah untuk melindungi buah salak dari kerusakan, mempermudah dalam penyusunan, baik dalam pengangkutan maupun dalam gudang penyimpanan dan untuk mempermudah perhitungan. Ada pengemasan untuk buah segar dan untuk manisan salak. Pengemasan untuk buah segar:
  1. alat pengemas harus berlubang
  2. harus kuat, agar buah salak terlindung tekanan dari luar
  3. dapat diangkut dengan mudah
  4. ukuran pengemas harus disesuaikan dengan jumlah buah.
Pengemasan untuk manisan salak: dikemas dalam kaleng yang ditutup rapat yang telah dipastursasi sehingga semua mikroba seperti jamur, ragi, bakteri dan enzim dapat mati dan tidak akan menimbulkan proses pembusukan. Untuk manisan yang dikeringkan, umumnya dikemas dalam plastik. Pengangkutan merupakan mata rantai penting dalam penanganan, penyimpanan dan distribusi buah-buahan. Syarat-syarat pengangkutan untuk buah-buahan:
  1. a) Pengangkutan harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
  2. b) Pengemasan dan kondisi pengangkutan yang tepat untuk menjamin terjaganya mutu yang tinggi.
  3. d) Harapan adanya keuntungan yang cukup dengan menggunakan fasilitas pengangkutan yang memadai.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1 Analisis Usaha Budidaya
Prakiraan anilisis budidaya salak dengan luas lahan 1 ha selama masa produksi 5 tahun di daerah Jawa Barat tahun 1999.
  1. Biaya produksi
    1. Bibit
      • Bibit salak 2.000 pohon/ha @ Rp 15.000,- Rp. 30.000.000,-
    2. Pupuk
      • Pupuk kandang 20 ton @ Rp. 150.000,- Rp. 3.000.000,-
      • Urea tahun ke-1, 150 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 225.000,-
      • Urea tahun ke-2, 150 kg Rp. 225.000,-
      • Urea tahun ke-3, 150 kg Rp. 225.000,-
      • Urea tahun ke-4, 100 kg Rp. 150.000,-
      • Urea tahun ke-5, 100 kg Rp. 150.000,-
      • TSP tahun ke-1, 150 kg @ Rp.1.800,- Rp. 270.000,-
      • TSP tahun ke-2, 150 kg Rp. 270.000,-
      • TSP tahun ke-3, 150 kg Rp. 270.000,-
      • TSP tahun ke-4, 100 kg Rp. 180.000,-
      • TSP tahun ke-5, 100 kg Rp. 180.000,-
      • KCl tahun ke-1, 150 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 247.500,-
      • KCl tahun ke-2, 150 kg Rp. 247.500,-
      • KCl tahun ke-3, 150 kg Rp. 247.500,-
      • KCl tahun ke-4, 100 kg Rp. 165.000,-
      • KCl tahun ke-5, 100 kg Rp. 165.000,-
    3. Obat dan pestisida : tahun ke-1 s.d. tahun ke-5 Rp. 500.000,-
    4. Peralatan Rp. 600.000,-
    5. Tenaga kerja
      • Penanaman Rp. 700.000,-
      • Pengolahan tanah Rp. 1.400.000,-
      • Penyulaman Rp. 105.000,-
      • Penyiangan: tahun ke-1 s.d. tahun ke-5 Rp. 315.000,-
      • Pemangkasan tahun ke-1 s.d. tahun ke-5 Rp. 210.000,-
      • Pemberantasan hama/penyakit tahun ke-1 s.d. th ke-5 Rp. 210.000,-
      • Pemupukan tahun ke-1 s.d. tahun ke-5 Rp. 420.000,-
      • Panen dan pascapanen tahun ke-2 Rp. 525.000,-
      • Panen dan pascapanen tahun ke-3 Rp. 700.000,-
      • Panen dan pascapanen tahun ke-4 Rp. 700.000,-
      • Panen dan pascapanen tahun ke-5 Rp. 875.000,-
    6. Jumlah biaya produksi selama 5 tahun Rp. 43.477.500,-
  2. Pendapatan
    1. Produksi tahun ke-2 rata-rata 1 kg/pohon @ Rp. 4.250,- Rp. 8.500.000,-
    2. Produksi tahun ke-3 rata-rata 1,5 kg/pohon Rp. 12.750.000,-
    3. Produksi tahun ke-4 rata-rata 1,5 kg/pohon Rp. 12.750.000,-
    4. Produksi tahun ke-2 rata-rata 2 kg/pohon Rp. 17.000,000,-
    5. Jumlah pendapatan selama 5 tahun Rp. 51.000.000,-
  3. Keuntungan
    1. Keuntungan dalam 5 tahun Rp. 7.522.500,-
    2. Keuntungan rata-rata per tahun Rp. 1.504.500,-
  4. Parameter kelayakan usaha : 1. B/C ratio = 1,17
10.2. Analisis Agrobisnis
Sebagai tanaman asli Indonesia salak mempunyai masa depan yang cerah untuk dikembangkan baik untuk memenuhi pasaran lokal ataupun pasaran luar negeri. Di Indonesia produksi buah ini mengalami peningkatan yang tajam dari tahun 1983- 1987. Bila di tahun 1983 produksinya hanya 52.014 ton dan menurun sedikit di tahun 1984 menjadi 46.456 ton, maka tahun-tahun berikutnya produksi buah salak melonjak dengan sangat pesat. Produksi tahun 1987 tiga kali lipat lebih banyak dari produksi tahun 1983. Akan tetapi, produksi pada tahun 1988 dan tahun 1989 mengalami penurunan. Data pada tabel di bawah ini.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1. Ruang Lingkup
Standar ini meliputi syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan contoh dan cara pengemasan salak.
11.2. Diskripsi
Salak adalah buah dari tanamn salak (Salacca adulia Reinw) dalam keadaan cukup tua, utuh, segar dan bersih. Standar mutu salak di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-3167-1992.
11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Jenis mutu salak dalam tiga ukuran, yaitu ukuran besar, sedang dan kecil. Berdasarkan berat, masing-masing digolongkan menjadi dua jenis mutu yaitu Mutu I dan Mutu II, ukuran besar, berat 61 gram atau lebih per buah, ukuran sedang, berat 33 – 60 gram per buah dan ukuran kecil, berat 32 gram atau kurang per buah.
  1. Tingkat Ketuaan: mutu I seragam tua, mutu II tidak terlalu matang, cara uji organoleptik
  2. Kekerasan: mutu I keras, mutu II keras, cara uji organoleptik
  3. Kerusakan Kulit Buah: mutu I kulit buah utuh, mutu II utuh , cara uji Organoleptik
  4. Ukuran: mutu I seragam, mutu II seragam, cara uji SP-SMP-310-1981
  5. Busuk (bobot/bobot) : mutu I 1%, mutu II 1 %, cara uji SP-SMP-311-1981
  6. Kotoran: mutu I bebas, mutu II bebas, cara uji organoleptik
11.4. Pengambilan Contoh
1) Salak Dalam Kemasan
Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan seperti terlihat d bawah ini. Dari setiap kemasan diambil contoh sebanyak 2 kg dari bagian atas,tengah dan bawah. Contoh tersebut diacak bertingkat (stratified random sampling) sampai diperoleh minimum 2 kg untuk dianalisa.
  1. Jumlah kemasan dalam partai (lot): s/d100, contoh yang diambil 5.
  2. Jumlah kemasan dalam partai (lot): 101-300 contoh yang diambil 7.
  3. Jumlah kemasan dalam partai (lot): 301-500 contoh yang diambil 9.
  4. Jumlah kemasan dalam partai (lot): 501-1000 contoh yang diambil 10.
  5. Jumlah kemasan dalam partai (lot) >1000 contoh yang diambil min 15.
2) Salak dalam Curah (in bulk)
Contoh diambil secara acak sesuai dengqan jumlah berat total seperti terlihat di bawah ini. Contoh-contoh tersebut yang diambil bagian atas, tengah, bawah serta berbagai sudut dicampur, kemudian diacak bertingkat (stratified random sampling) sampai diperoleh minimum 2 kg untuk dianalisa.
  1. Jumlah berat lot (kg): < 200, contoh yang diambil <10.
  2. Jumlah berat lot (kg): 201–500, contoh yang diambil 20.
  3. Jumlah berat lot (kg): 501–1000, contoh yang diambil 30.
  4. Jumlah berat lot (kg): 1.001–5.000, contoh yang diambil 60.
  5. Jumlah berat lot (kg): > 5.000, contoh yang diambil min. 100.
11.5. Pengemasan
Salak dikemas dalam besek, keranjang bambu, peti kayu ataupun kemasan lain yang sesuai dengan berat bersih maksimum 40 kg. Daun kering, kertas atau bahan lain dapat dipakai sebagai penyekat. Isi dari kemasan tidak melebihi tutupnya Dibagian luar keranjang/kemasan diberi label yang bertuliskan antara lain :
  1. Nama barang
  2. Jenis mutu
  3. Nama/kode perusahaan/eksportir
  4. Golongan ukuran
  5. Berat bersih
  6. Produksi Indonesia
  7. Negara/tempat tujuan
  8. Daerah asal
12. DAFTAR PUSTAKA
  1. Balai Informasi Pertanian. (1992). Budidaya Tanaman Salak. LIPTAN Lembar Informasi Pertanian. Palangkaraya-Kalimantan Tengah. Nopember.
  2. Balai Informasi Pertanian (1994-1995). Pembibitan Tanaman Salak. LIPTAN. Lembar Informasi Pertanian. Sumatera Barat.
  3. Departemen Pertanian. (1995). Salak Pondoh. Proyek Informasi Pertanian. Daerah Istimewa Yogyakarta.
  4. Sunarjono, Hendro. (1998). Prospek Berkebun Buah. Jakarta, Penebar Swadaya.
  5. Tim Penulis Penebar Swadaya. (1998). 18 Varietas Salak: Budidaya, Prospek Bisnis, Pemasaran. Jakarta, Penebar Swadaya.
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS