Cara Menanam Bunga Gladiol

GLADIOL
(Gladiolus hybridus)

1. SEJARAH SINGKAT
Gladiol merupakan tanaman bunga hias berupa tanaman semusim berbentuk herba termasuk dalam famili Iridaceae. Gladiol berasal dari bahasa latin “Gladius” yang berarti pedang kecil, seperti bentuk daunnya. Berasal dari Afrika Selatan dan menyebar di Asia sejak 2000 tahun. Tahun 1730 mulai memasuki daratan Eropa dan berkembang di Belanda. Tanaman gladiol yang termasuk subklas Monocotyledoneae, berakar serabut, dan tanaman ini membentuk pula akar kontraktil yang tumbuh pada saat pembentukan subang baru. Kelebihan dari bunga potong gladiol adalah kesegarannya dapat bertahan lama sekitar 5-10 hari dan dapat berbunga sepanjang waktu.
2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi tanaman gladiol adalah sebagai berikut:
  • Divisi : Tracheophyta
  • Subdivisi : Pteropsida
  • Klas : Angiospermae
  • Subklas : Monocotyledoneae
  • Ordo : Iridales
  • Famili : Iridaceae
  • Genus : Gladiolus
  • Spesies : Gladiolus hybridus
Hasil penelitian tahun 1988, Indonesia mengenal 20 varietas gladiol dari Belanda kemudian diuji multi lokasi di kebun percobaan Sub Balai Penelitian Hortikultura Cipanas. Tiga varietas diantaranya memiliki penampilan yang paling indah, (warna dan bentuknya berbeda dengan gladiol lama), yaitu: White godness (putih), Tradehorn (merah jingga), dan Priscilla (putih). Ragam jenis bunga gladiol adalah :
  1. Gladiolus gandavensis, berukuran besar, susunan bunga terlihat bertumpang tindih, panjang 90-150 cm.
  2. Gladiolus primulinus. berukuran kecil, sangat menarik. Bertangkai halus tetapi kuat dan panjangnya mencapai 90 cm.
  3. Gladiolus ramosus. Panjang tangkai bunga 100-300 cm.
  4. Gladiolus nanus. Tangkai bunga melengkung, dan panjang hanya 35 cm.
Beberapa kultivar bunga gladiol lainnya yang telah di uji di Indonesia adalah: Red Majesty, Priscilla, Oscar, Rose Supreme, Sanclere, Dr. Mansoer, Albino, Salem, Marah Api, Queen Occer, Ceker dan lain sebagainya
3. MANFAAT TANAMAN
Gladiol di produksi sebagai bunga potong yang mempunyai nilai ekonomi. Dan memiliki nilai estetika. Bunga potong juga merupakan sarana peralatan tradisional, agama, upacara kenegaraan dan keperluan ritual lainnya.
4. SENTRA PENANAMAN
Sentra produksi bunga gladiol di Indonesia untuk daerah Jawa Barat terdapat di Parongpong (Bandung), Salabintana (Sukabumi) dan Cipanas (Cianjur). Di Jawa tengah terdapat di daerah Bandungan (Semarang) sedangkan di Jawa Timur berada di daerah Batu (Malang).
5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim
  1. Gladiol membutuhkan curah hujan rata-rata 2.000-2500 mm/tahun. Di Indonesia gladiol dapat ditanam sepanjang tahun, baik pada musim kemarau maupun musim hujan.
  2. Tanaman gladiol membutuhkan sinar matahari penuh untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Keadaan kurang optimal akan menyebabkan bunga mengering dan floret tidak terbentuk secara normal. Kekurangan cahaya terjadi pada waktu pembentukan daun ke 5, 6, dan 7, yang menyebabkan kekeringan tampak pada kuncup bunga saja. Kultifat Eurovision, Peter, Friendship, Jessica, dan Mascagni kurang peka terhadap cahaya matahari.
  3. Tanaman gladiol tumbuh baik pada suhu udara 10-25 derajat C. Suhu udara rata-rata kurang dari 10 derajat C akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat, jika berlangsung lama pertumbuhan tanaman dapat terhenti. Suhu udara maksimum pertumbuhan gladiol adalah 27 derajat C, kadang-kadang dapat menyesuaikan diri sampai suhu udara 40 derajat C, bila kelembaban tanah dan tanaman relatif tinggi.
5.2. Media Tanam
  1. Jenis tanah yang cocok untuk tanaman gladiol adalah andosol dan latosol yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik.
  2. Tanaman bunga gladiol dapat tumbuh subur diatas tanah yang memiliki pH 5,5-5,9.
5.3. Ketinggian Tempat
Tanaman gladiol dapat tumbuh dengan baik di daerah ketinggian 500-1500 m dpl dan beriklim sejuk.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
Bibit dapat berasal dari pembiakan generatif, vegetatif, dan kultur jaringan.Umumnya, pembibitan yang berasal dari vegetatif dan kultur jaringan lebih cepat dapat dipetik hasilnya dari pada pembibitan dengan cara generatif.
  1. Persyaratan Benih : Bibit dari subang bibit yang baik menghasilkan bunga berdiameter minimum 2,5 cm, kecuali untuk kultivar Golden Boy yang cukup berdiameter 1 cm. Bibit harus dipilih yang sehat, tidak cacat. Bibit vegetatif yang baik yang mempunyai daya kecambah lebih dari 90%. Bibit generatif harus berasal dari induk dengan pertumbuhan baik dan cukup umur.
  2. Penyiapan Benih : Perbanyakan generatif gladiol dengan biji, digunakan untuk mendapatkan kultivar baru bukan untuk tujuan bibit produksi. Biji didapat dengan cara penyerbukan buatan dibantu manusia. Perbanyakan vegetatif gladiol dilakukan dengan menggunakan umbi (anak subang), bibit belah (subang belah), kultur jaringan maupun suspensi sel. Umbi dan anakan umbi diambil dari tanaman yang sudah dipanen. Teknik kultur jaringan merupakan salah satu cara alternatif untuk menanggulangi kendala-kendala dalam perbanyakan secara konvensional. Bibit (subang) yang dibutuhkan untuk 1 hektar lahan adalah sekitar 213.063 buah. Subang dan anak subang yang akan dijadikan bibit tidak dapat segera tumbuh bila ditanam meskipun pada lingkungan tumbuh yang cocok dan optimal, karena memerlukan masa dormansi. Selama masa dormansi subang dan anak subang yang telah kering disimpan ditempat yang beraliran udara baik dan terhindar dari cahaya matahari langsung. Subang yang telah dipisahkan dari batangnya disimpan selama ± 2 minggu.
  3. Teknik Penyemaian Benih : Biji gladiol dapat langsung disemai, tanpa mengalami masa dormansi, biji akan berkecambah setelah 7-12 hari. Daun yang tumbuh dari biji hanya berjumlah 1-2 helai. Tanaman tumbuh sampai kira-kira 5 bulan dan menghasilkan anak subang yang berdiameter kurang dari 1 cm. Anak subang ini kemudian memasuki masa dormansi.
  4. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian : Penanaman gladiol dengan bibit anak subang yang baru muncul dari stolon yang menghubungkan subang induk dengan subang baru. Perbanyakan dengan menggunakan anak subang yang berdiameter sekitar 1,0 cm memerlukan 2 kali penanaman untuk mencapai ukuran subang yang dapat menghasilkan bunga. Penanaman pertama dari anak subang tersebut memerlukan waktu sekitar 4 bulan hingga panen subang kecil. Subang kecil hasil panen pertama akan berdiameter sekitar 2 cm. Subang kecil setelah dipanen akan mengalami masa dormansi minimal 3,5 bulan. Setelah masa dormansi terlewati, subang kecil dapat ditanam kembali. Waktu yang diperlukan untuk penanaman kedua kira-kira sama dengan waktu penanaman pertama. Subang dari panenan kedua akan berdiameter 3 cm dan merupakan bibit yang siap berbunga. Untuk rata-rata setiap kultivar gladiol, anak subang yang berdiameter sekitar 1 cm akan menjadi subang bibit yang siap berbunga dalam waktu 16 bulan.
  5. Pemindahan Bibit : Bibit gladiol siap ditanam bila sudah melewati masa dormansinya dengan ciri munculnya akar berupa tonjolan kecil berwarna putih melingkar dibagian bawah subang. Pecahnya dormansi juga ditandai dengan munculnya mata tunas. Bila tunas mencapai tinggi 1 cm, maka subang siap ditanam. Penanaman yang terlambat menyebabkan tunas semakin tinggi dan akar semakin panjang, sehingga akan terjadi kerusakan akar pada waktu penanaman,
6.2. Pengolahan Media Tanam
  1. Persiapan : Lahan yang akan di tanami gladiol perlu di ukur pH tanahnya. Bila sesuai dengan pH tanah yang disyaratkan, lakukan pengukuran luas lahan yang akan ditanami.Kemudian analisa jenis tanah, apa bila lahan tersebut sebelumnya pernah ditanami gladiol sebaiknya tanah didiamkan minimal selama satu tahun.
  2. Pembukaan Lahan : Lahan yang telah dianalisa, diukur dan dibersihkan dari gulma, batu-batuan, serta tanaman liar lain, kemudian bajak dan dicangkul sampai gembur. Pengolahan lahan sebaiknya dilakukan 2 minggu sebelum tanam.
  3. Pembentukan Bedengan : Bila pemanenan bunga dilakukan setiap saat, maka lahan yang digunakan sebaiknya dibuat beberapa petak. Pemetakan lahan dimaksudkan agar dapat diatur mana untuk lahan yang akan diolah, ditanami, dan dipanen. Pada setiap petakan dibuat selokan (saluran air), agar drainase baik dan tanaman dapat tumbuh dengan subur. Lahan selanjutnya diberi pupuk dasar agar tanah tidak kekurangan unsur haranya. Luas arel petakan dibuat sesuai dengan kebutuhan, Bila kebutuhan pasar sebanyak 1.000 tangkai setiap dua minggu, maka dibutuhkan lahan seluas 600 m 2 . Lahan dibuat menjadi 7 petak dengan luas setiap petak 72 m 2 .
  4. Pengapuran : Pengapuran dilakukan pada tanah yang memiliki derajat kemasaman tanah (pH) kurang dari 5,5.
  5. Pemupukan : Pemberian pupuk dasar dilakukan pada saat tanam. Pupuk yang diberikan adalah yang mengandung unsur N, K, Ca dan P, yang diberikan sesuai dosis yang dianjurkan.
6.3. Teknik Penanaman
  1. Penentuan Pola Tanam : Tanaman gladiol dapat ditanam dengan sistem guludan atau tanpa guludan. Jika pengairan menggunakan cara leb, maka penanaman sebaiknya dengan guludan agar air irigasi tidak merusak struktur tanah. Beberapa hal yang perlu diketahui dalam cara penanaman adalah tempat dan waktu penanaman serta jarak dan kedalaman tanaman. Tempat penanaman gladiol harus terkena cahaya matahari langsung. Atap plastik yang tembus cahaya dan bersih digunakan untuk menghindari kerusakan akibat hujan. Jadwal penanaman disesuaikan dengan kebutuhan berkisar antara 60-80 hari, karena umur tanaman tergantung pada kultivarnya.
  2. Pembuatan Lubang Tanam : Lubang tanam dibuat dengan mencangkul lahan sedalam 10-15 cm, untuk subang berdiameter =2,5 cm.
  3. Cara Penanaman : Subang ditanam setelah masa dormansi sekitar 3,5 bulan. Cara penanaman dengan guludan, yang disesuaikan dengan kedalaman tanam subang gladiol. Bila kedalaman 10-15 cm, maka tinggi guludan dibuat =15 cm dengan anggapan bahwa lapisan tanah atas lambat laun akan menurun. Bila dilakukan tanpa guludan maka sering kali tanaman rebah atau tangkai bunga bengkok yang menyebabkan turunnya kualitas bunga. Kerapatan tanaman perlu diperhatikan karena menentukan kekekaran tanaman dan kualitas bunga. Jika jumlah tanaman per meter persegi terlalu banyak, maka tanaman akan menjadi lemah dan panjang. Semakin kecil diameter subang maka kerapatan tanam semakin besar. Untuk anak subang berdiameter kurang dari 1 cm, biasanya ditanam dalam barisan pada guludan. Jarak tanam untuk subang berdiameter =4 cm adalah 20 x 20 cm sedangkan untuk lubang yang berdiameter lebih kecil ditanam lebih rapat. Dalam menentukan kedalaman tanam yang perlu diperhatikan adalah tekstur tanah dan waktu tanam. Pada tekstur tanah yang berat, (tanah liat dan berlempung) subang harus ditanam lebih dangkal dari pada tanah yang ringan dan berpasir. Pada musim kemarau subang ditanami lebih dalam dibanding musim penghujan. Suhu tanah akan lebih rendah pada tempat yang lebih dalam. Letak bibit yang dangkal, terutama pada tanah berpasir, akan mengakibatkan tanaman mudah rebah.
  4. Pemberian Ajir : Pemberian ajir pada tanaman bunga gladiol dilakukan apabila tanaman rebah atau tangkai bunga bengkok yang menyebabkan turunnya kualitas bunga. Hal ini dapat terjadi bila penanaman bunga dilakukan tanpa menggunakan guludan.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
  1. Penyiangan : Penyiangan gulma pada pertanaman anak subang penting karena gulma dapat menutupi pertumbuhan anak subang sehingga pertumbuhan terhambat dan menyulitkan dalam pemanenan. Penyiangan biasa dilakukan sebelum pemberian pupuk N (saat berumur sekitar 25 hari setelah tanam) dan dilakukan tiga kali dalam satu siklus tanaman.
  2. Pembubunan : Pembubunan dilakukan bersamaan waktunya dengan penyiangan, untuk menjaga agar subang baru yang tumbuh tidak terlihat di atas tanah.
  3. Pemupukan : Tanaman gladiol memerlukan pemupukan agar tanaman tumbuh cepat dan berproduksi dengan baik. Jumlah pupuk yang diberikan sangat bervariasi tergantung pada tekstur tanah, keadaan lingkungan, curah hujan, pengairan dan kandungan hara di dalam tanah. Pada tanah berpasir, diperlukan pemupukan lebih sering terutama pada musim penghujan. Pemupukan dilakukan dua kali (umur 20 hari dan 45 hari setelah penanaman). Dosis pemupukan gladiol 90-135 kg N (diberikan sebagian dalam bentuk nitrat, sebagian lagi amonium), 90-180 kg P (sebagai P2O5) dan 110-180 kg K (sebagai K2O) per hektar pada tanah berpasir. Pupuk diberikan tidak sekaligus, pertama saat tanam, ( pupuk K dan P), setelah tanam membentuk 2-3 helai daun diberikan pupuk N sepertiga dosis. Pemberian pupuk N kedua dan ketiga masing-masing dilakukan pada saat mulai terbentuknya primordia bunga dan setelah panen bunga. Pemupukan terakhir sangat penting guna pembesaran subang dan pembentukan anak subang. Pupuk yang digunakan biasanya TSP dan Urea, masing-masing sebanyak satu sendok teh untuk setiap tanam.
  4. Pengairan dan penyiraman : Pengairan harus diperhatikan karena drainase berpengaruh terhadap tanaman. Penyiraman dilakukan hanya apabila tanah mulai kering (musim kemarau).
  5. Waktu Penyemprotan Pestisida : Kerusakan tanaman gladiol dapat disebabkan oleh hama atau penyakit, yang dapat diatasi dengan pestisida yang tepat. Penanggulangan serangan hama digunakan pestisida padat (Aldikarb), dengan dosis 300 gram/100 m 2 air. Digunakan pestisida cair (Permetrin dan deltametrin) dosis 5 cc per 100 m 2 . Pemberantasan penyakit digunakan pestisida Procymidon, dosis 5 gram/100 m 2 , atau Kaptofol, dosis 400 gram/100 liter air. Pemberian pestisida sebaiknya setelah tanaman berumur 50 hari.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
  1. Thrips gladiol (Taeniothrips simplex / Mor) : Hama ini sering dijumpai disetiap area pertanaman gladiol di seluruh dunia, yang dapat menimbulkan kerusakan berat (di lapangan). Gejala: bercak-bercak berwarna keperak-perakan pada permukaan daun, merusak jaringan daun/bunga dan mengisap cairan yang keluar dari bagian tanaman dengan menggunakan alat mulutnya. Tanaman yang terserang hama ini akan timbul bercak-bercak putih dan akhirnya menjadi coklat dan mati. Serangga muda (nimfa) berwarna kuning pucat dan lebih suka makan pada bagian bunga dan kuncup. Panjang tubuh hama dewasa ± 2,5 mm, berbentuk ramping, pipih, berwarna coklat tua atau hitam. Pengendalian: dapat dilakukan dengan penyiangan gulma atau dengan
    menggunakan insektisida yang mengandung dimetoat, endusolfan, formothion, karbaril, merkaptodimetur dan metomil.
  2. Kutu putih (Pseudococcus sp.) : Gejala: menyerang umbi gladiol saat penyimpanan, dan di lapangan, dengan menusukan alat mulutnya kedalam umbi untuk menghisap cairan tanaman, sehingga tunas/akar terhambat pertumbuhannya dan gagal panen. Pada serangan berat umbi jadi keriput, kering dan mati. Ukuran tubuh serangga dewasa betina 4 mm dan mampu bertelur sampai 200 butir (diletakan berkelompok). Pengendalian: merendam subang dalam larutan insektisida 30-60 menit, yang mengandung bahan aktif asefat, nikotin, triazofos, kuinalfos dan lainnya.
  3. Ulat pemakan daun (Larva Lepidoptera) : Gejala: hama ini menyerang dengan membuat lubang-lubang pada permukaan daun dan bunga. Bentuk, warna, ukuran larva-larva sebagai minor pest pada tanaman gladiol sangat bervariasi, tergantung pada spesiesnya. Panjang ulat famili Lymantriidae mencapai 3,5-4,0 cm. Penanggulangan: menyemprot insektisida berbahan aktif Bacillus thuringiensis.
7.2. Penyakit
  1. Layu fusarium (Penyakit busuk kering fusarium) : Penyebab: cendawan F. oxysporum var. gladiol atau F. orthoceras var gladiol. Gejala: daun gladiol yang terserang menguning, agak memilin. Pada serangan yang lebih lanjut, pertumbuhan tanaman kerdil dan mudah patah. Pada subang yang terserang tampak bercak dan dalam keadaan lembab hifa patogen yang berwarna putih seperti kapas menutupi permukaan bercak tadi dan menjalar kebagian tanaman lainnya. Pengendalian: menyimpan subang ditempat tidak lembab serta merendam sebelum ditanam, kedalam larutan suspensi fungisida benlate selama 30 menit.
  2. Busuk kering : Penyebab: cendawan Botrytis cinerea atau B. gladiolorum. Gejala: bunga berbintik-bintik, berkembang menjadi bercak-bercak, subang yang terserang busuk daun bintik-bintik agak kelabu, kemudian berkembang menjadi bercak-bercak berwarna hitam keabu-abuan. Pengendalian: menganginkan (mengeringkan) subang yang dipanen sebelum disimpan pada tempat yang kering atau dengan menyemprotkan fungisida captan, zineb atau nabam.
  3. Busuk keras : Penyebab: Septoria gladioli, Gejala: sama dengan gejala busuk kering, tetapi berbeda pada tubuh buah patogennya. Bintik-bintik kecil coklat tampak pada permukaan bagian bawah/bagian atas daun yang terserang patogen. Tanaman/bibit yang terserang patogen tersebut umumnya berasal dari anak subang, sedang yang berasal dari subang jarang terserang. Pengendalian: sama seperti untuk busuk kering.
  4. Busuk kubang (Busuk kapang biru) : Penyebab: cendawan Penicillium gladioli yang termasuk patogen lemah. Patogen masuk dan menginfeksi subang gladiol bila di bagian subang terdapat luka yang disebabkan oleh serangga, alat-alat pertanian dan sebagainya. Gejala: pada subang yang terserang patogen tersebut terdapat lesio berwarna merah kecoklatan yang dalam waktu singkat bagian tersebut akan ditutupi koloni cendawan berwarna biru dan subang membusuk. Pengendalian: menyimpan subang dengan baik, setelah dikering udarakan dahulu, serta mencegah subang luka.
  5. Hawar bakteri : Penyebab: Xanthomonas gummisudan. Yang berkembang dengan cepat pada keadaan lingkungan yang basah atau drainase kurang baik. Gejala: ada bercak-bercak horizontal cekung berair berwarna hijau tua yang berubah menjadi coklat dan berkembang sampai menutupi hampir seluruh permukaan daun sampai daun kering. Patogen ditularkan melalui subang atau percikan air hujan. Pengendalian: memilih subang yang sehat dan merendam subang tanpa kulit selama 2 jam dalam suspensi larutan bakterisida.
8. PANEN
Budidaya bunga gladiol dapat diatur sedemikian rupa sehingga panen dapat dilakukan setiap minggu. Biasanya budidaya tanaman gladiol dilakukan berdasarkan pesanan pasar, sehingga panen dapat terus dilakukan pada waktu yang telah ditentukan.
8.1. Ciri dan Umur Panen
Tanaman gladiol berbunga pada umur 60 - 80 hari setelah tanam, tergantung pada kultivarnya. Bunga pertama akan mekar sekitar 10 hari setelah primordia bunga muncul. Bunga dapat dipetik setelah warna dari 1 atau 2 floret terbawah telah dapat dilihat dengan jelas tetapi belum mekar. Jika kuncup bunga dibiarkan sampai mekar penuh,kerusakan akan mudah terjadi terutama selama pengemasan dan pengangkutan. Bila bunga dipanen terlalu awal, (sebelum floret terbawah menampakan warna bunga), maka akan ada kemungkinan bunga tidak dapat mekar dengan sempurna.
8.2. Cara Panen
Pemanenan dilakukan secara hati-hati dengan menyertakan 2-3 daun pada tangkai bunga dan menyisakan daun-daun pada tanaman sebanyak mungkin minimum 4 daun. Pemotongan tangkai bunga dengan pisau tajam dan bersih supaya terhindar dari kontaminasi jasad renik Jika menggunakan pisau tumpul, terjadi luka lebih lebar pada permukaan dasar tangkai bunga, memungkinkan terjadi infeksi.
8.3. Periode Panen
Bunga gladiol tergolong bunga yang mudah kehilangan air. Sebaiknya panen bunga dilakukan pagi hari, karena saat tersebut bunga gladiol berturgor optimum. Kandungan karbohidrat yang rendah dapat diperbaiki dengan larutan pengawet yang mengandung gula. Panen bunga tidak dianjurkan pada saat suhu udara tinggi (siang hari) atau pada turgor rendah, bunga basah oleh embun, hujan atau sebab lain. Bunga yang basah akan mudah terserang oleh cendawan Botrytis gladiolorum (blight), walaupun pada kondisi suhu udara yang rendah.
8.4. Prakiraan Produksi
Untuk seluas 1 hektar akan menghasikan panen bunga ± sebanyak 200.000 potong. Budidaya bunga potong gladiol dapat diatur sedemikian rupa sehingga panen bunga (pemanenan terbanyak) dilakukan setiap minggu. Secara teknis dapat diatur dengan pemetakan lahan, sehingga dalam satu saat terdapat lahan siap olah, siap tanam, dan siap panen.
9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Bunga gladiol sangat peka terhadap kekuatan gaya berat dan akan selalu cenderung melengkung pada suhu udara tinggi, sehingga berakibat terjadinya perubahan bentuk dan penurunan kualitas. Oleh karena itu bunga potong gladiol yang dipanen dikumpulkan dan diletakan tegak lurus diruangan pada suhu udara rendah (selama penyimpanan/pengangkutan).
9.2. Penyortiran dan Penggolongan
Setelah dipanen, dilakukan penyortiran dan penggolongan sesuai dengan ukuran. Bunga dibersihkan dari kotoran yang menempel, dengan hati-hati,(bila perlu) cukup diperciki atau disemprot air saja. Hal ini menjaga agar mahkota bunga tidak rusak. Bunga dipilih yang bagus bentuknya, tidak terkena penyakit atau luka, dikelompokan sesuai dengan kebutuhan, (berdasarkan tingkat kesegaran/ukuran bunga). Penggolongan ini dimaksudkan untuk mempertahankan nilai jual sehingga bunga yang bagus tidak turun harganya akibat tercampur dengan yang bunga gladiol yang berkualitas rendah.
9.3. Penyimpanan
Penyimpanan bertujuan untuk memperlambat proses kelayuan bunga sebelum sampai kekonsumen, biasanya dilakukan pada saat bunga:
  1. Baru saja dipetik, menunggu pemanenan selesai.
  2. Setelah dipanen tidak segera dijual/diangkut.
  3. Diperjalanan sebelum sampai kekonsumen.
Dalam tahap ini, bunga dikondisikan agar tetap segar, karena bunga potong sangat sensitif terhadap dehidrasi maka air yang hilang harus diimbangi dengan larutan perendam yang mengandung air dan senyawa lain yang diperlukan. Penyimpanan berkaitan erat dengan suhu udara. Makin rendah suhu udara, makin lambat terjadi penurunan mutu. Suhu udara penyimpanan bunga yang berasal dari daerah tropika relatif lebih tinggi, umumnya berkisar antara 0-5 derajat C.
9.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Sistem pengemasan yang baik bertujuan melindungi bunga selama pengangkutan dan sebagai sarana promosi yang dapat meningkatkan harga jual. Cara pengemasan yang paling sederhana yaitu dengan membungkus tangkai bunga dengan daun pisang, kemudian memasukan kedalam ember berisi air sehingga tangkai bunga tercelup dan membungkus bagian atas bunga dengan plastik yang sebelumnya sudah dilubangi. Pengemasan seperti ini umum dilakukan oleh pedagang pengecer yang langsung berhubungan dengan konsumen. Pengemasan yang lebih baik biasa untuk bunga yang akan menempuh perjalanan atau untuk promosi, digunakan bahan pengawet adalah sukrosan dan 8-hydroxyquinoline citrate.
Mengingat sifat bunga yang selalu dikonsumsi dalam keadaan segar dan bagus berpenampilan maka dituntut sistem pengangkutan yang bisa bergerak cepat. Faktor yang perlu diperhatikan yaitu suhu udara selama pengangkutan dan susunan kemasan agar tidak terlalu tinggi serta tahan goncangan. Sarana pengangkutan biasa menggunakan mobil box yang dilengkapi alat pengatur suhu udara.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya gladiol luas lahan 1 ha dalam 1 musim tanam yang dilakukan pada tahun 1999 di daerah Bogor.
  1. Biaya produksi:
    1. Bibit: umbi bibit (subang) 190.000 bh @ Rp. 50,- Rp. 9.500.000,-
    2. Pupuk
      • Pupuk buatan NPK: 100 kg @ Rp. 2000,- Rp. 200.000,-
      • (Urea, TSP, KCL): 834 kg @ Rp. 4.500,- Rp. 3.753.000,-
    3. Tenaga kerja
      • Tenaga kerja sewa 120 OH @ Rp. 10.000,- Rp. 1.200.000,-
      • Tenaga kerja keluarga 120 OH @ Rp. 15.000,- Rp. 1.800.000,-
    4. Pestisida: 15 kg @ Rp. 75.000,- Rp. 1.125.000,-
    5. Sewa lahan/ha Rp. 1.500.000,-
    • Jumlah biaya produksi Rp. 19.078.000,-
  2. Pendapatan: bunga potong (tangkai) 214.000 @ Rp. 100,- Rp. 21.400.000,-
  3. Keuntungan Rp. 2.322.000,-
  4. Parameter kelayakan usaha : 1. Rasio output/input = 1,122
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Usaha tani gladiol merupakan usaha komersial karena sebagian besar produksinya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar atau konsumen. Berdasarkan hal tersebut, pengkajian aspek Agro Ekonomi usaha tani gladiol mencakup kegiatan produksi, konsumsi dan pemasaran. Kebanyakan usaha tani gladiol dilakukan di daerah dataran tinggi sesudah tanaman sayuran, tanaman padi dan tanaman hias lainnya (Warsito dan Sutater, 1889). Produksi per hektar bunga potong gladiol di tingkat petani baru mencapai 169.189 tangkai dan produksi bibit (subang) mencapai 136.406 umbi (Ameriana, dkk., 1991). Volume permintaan dalam negeri 127.200 tangkai per minggu (BCI dan Nehem, 1987), terdapat kecenderungan bahwa permintaan terus meningkat. Untuk mengimbangi permintaan konsumen, rumpang hasil produksi bunga harus ditingkatkan demikian juga mutu bunga potongnya. Sampai saat ini DKI Jakarta masih merupakan pasar bunga potong terbesar dengan volume penjualan perminggu mencapai 54.700 tangkai dibandingkan dengan kota lainnya. Hal ini sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat, pembangunan, komplek perumahan, perkotaan, dan perkembangan pariwisata (Sutater dan Asandhi, 1991).
Pasar bunga potong asal Indonesia akhir-akhir ini cukup menggembirakan. Tim Direktorat Bina Produksi Hortikultura (1988) mencatat bahwa peringkat ekspor bunga ke Eropa adalah bunga potong (43,38%), tanaman hias (38,65%), dan umbi bunga (12,26%). Dalam artikel “Indonesia Belum Tanggapi Dunia akan Permintaan Bunga Potong Tropis” (1992) dicatat bahwa konsumsi bunga potong untuk kota-kota besar hingga kini masih didominasi oleh Jakarta, menyerap 60% dari total produksi bunga nasional. Bisnis bunga mencapai Rp. 2,15 milyar per bulan atau 25,8 milyar per tahun di Jakarta terdapat 327 florist dan 227 kios penjual bunga. Dalam artikel “Dari Bisnis Asalan Menuju Industri Bunga “ (1993) dilaporkan bahwa konsumsi bunga potong 1992 di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Denpasar, Semarang, dan Ujung Pandang 1.928.000 tangkai, 1.283.250 tangkai untuk Jakarta, karena hotel-hotel di Jakarta sebulan menghabiskan biaya sebesar Rp. 75.000 - Rp. 85 juta untuk pembelian bunga.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1. Ruang Lingkup
Standar produksi meliputi: klasifikasi dan standar mutu, cara pengambilan contoh dan pengemasan.
11.2. Diskripsi
Standar mutu bunga gladiol potong di Indonesia tercantum dalam standar Nasional Indonesia SNI 01–4479–1998
11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Berdasarkan panjang tangkainya, bunga gladiol dikelompokan dalam lima kelas yaitu Super, Panjang, Medium, Pendek dan Mini.
  1. Kelas super: panjang tangkai > 95 cm
  2. Kelas panjang: panjang tangkai 76–94 cm
  3. Kelas medium: panjang tangkai 61–75 cm
  4. Kelas pendek: panjang tangkai 51–60 cm
  5. Kelas mini: panjang tangkai 30–50 cm
Selain berdasarkan panjang tangkai, bunga gladiol dikelompokan berdasarkan penampilan dan kondisi fisik lainnya sehingga terdapat bunga gladiol potong dengan mutu kelas AA, A, B dan C.
  1. Panjang tangkai (cm): kelas AA>95; kelas A=76–94; kelas B=61-75; kelas C=51-60.
  2. Jumlah minimum floret pertangkai: kelas AA=16; kelas A=14; kelas B=12; kelas C=10.
  3. Keseragaman (%): kelas AA=100; kelas A=95: kelas B=95; kelas C<95.
  4. Warna spesifik (%): kelas AA=100; kelas A=95; kelas B=95; kelas C<95.
  5. Bebas hama/penyakit (proses): kelas AA=100; kelas A=95; kelas B=95; kelas C<95.
  6. Kelurusan tangkai: kelas AA lurus; kelas A lurus; kelas B sedang; kelas C kurang.
  7. Jumlah floret mulai mekar: kelas AA=1-2; kelas A=1–2; kelas B=2-3; kelas C=2–3.
  8. Kerusakan mekanis (%): kelas AA=0; kelas A=5; kelas B=10; kelas C>10.
  9. Benda asing/kotoran (%): kelas AA=0; kelas A=1; kelas B=2; kelas C=3.
Untuk mendapatkan jenis dan mutu yang sesuai dengan standar maka harus dilakukan pengujian yang meliputi:
  1. Penetapan panjang tangkai bunga : Hitung jumlah seluruh bunga contoh, ukur satu persatu bunga contoh, kemudian pisahkan bunga yang panjangnya tidak memenuhi syarat kelas yang disebutkan dalam kemasan. Hitung jumlah seluruh bunga contoh yang panjangnya memenuhi syarat. Hitung presentase bunga yang panjangnya memenuhi syarat terhadap seluruh bunga contoh.
  2. Penetapan jumlah floret per tangkai, jumlah floret mulai mekar, kerusakan mekanik : Hitung jumlah seluruh bunga contoh, hitung satu persatu jumlah floret per tangkai dari seluruh bunga contoh kemudian pisahkan tangkai bunga yang jumlah floretnya tidak memenuhi syarat kelas yang disebutkan dalam kemasan. Hitung jumlah seluruh bunga contoh yang jumlah floret per tangkainya memenuhi syarat. Hitung prosentase bunga yang memenuhi syarat terhadap jumlah seluruh bunga contoh.
  3. Penetapan keseragaman, warna spesifik dan bebas hama : Hitung jumlah seluruh bunga contoh, amati satu per satu bunga contoh, lalu pisahkan bunga yang tampak tidak seragam. Hitung jumlah bunga seragam dan hitung prosentase bunga yang seragam terhadap jumlah seluruh bunga contoh.
  4. Penetapan kelurusan tangkai : Letakan bunga gladiol yang diuji diatas meja kerja yang telah diberi garis lurus sepanjang 1 meter atau lebih. Bagian pangkal tangkai yang lurus diletakan pada garis lurus tersebut, sementara itu bagian ujung tangkai yang melengkung akan menjauhi garis lurus tadi. Ukur jarak ujung tangkai bunga terhadap garis lurus diatas meja menggunakan mistar yang tersedia. Deviasi atau kurvaktur maksimal 7,5 cm tergantung kelas.
  5. Penetapan benda asing Pisahkan dan kumpulkan benda asing yang dijumpai pada bunga atau dalam kemasan bunga contoh. Selanjurtya timbang benda asing tersebut dan juga seluruh bunga contoh. Hitung presentase berat benda asing terhadap berat seluruh bunga contoh.
11.4. Pengambilan Contoh
Dari satu partai atau lot bunga gladiol yang terdiri atas maksimum 1.000 kemasan, contoh diambil secara acak sejumlah seperti tersebut berikut ini:
  1. Contoh yang diambil semua, jumlah kemasan bunga dalam partai 1–5.
  2. Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 5, jumlah kemasan bunga dalam partai 6–100.
  3. Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 7, jumlah kemasan bunga dalam partai 101–300.
  4. Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 9, jumlah kemasan bunga dalam partai 301–500.
  5. Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 10, jumlah kemasan bunga dalam partai 501–1001.
Dari setiap kemasan contoh yang dipilih secara acak diambil sekurang-kurangnya tiga tangkai bunga. Untuk kemasan contoh dengan isi kurang dari tiga tangkai,
diambil satu tangkai. Dari sejumlah tangkai yang terkumpul kemudian diambil secara acak contoh yang berjumlah sekurang-kurang lima tangkai diuji. Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat, yaitu orang yang telah dilatih terlebih dahulu dan diberi wewenang untuk melakukan hal tersebut.
11.5. Pengemasan
Untuk pasar lokal, bunga gladiol boleh tidak dikemas, bunga diletakkan berdiri dalam ember plastik yang diberi air perendam tangkai. Kedalam air perendam seyogyanya ditambahkan bahan pengawet bunga. Untuk pasar jarak jauh, bunga gladiol sebaiknya dikemas dengan keranjang bambu yang diberi lapisan daun pisang, lembaran plastik atau kertas. Untuk eksport bunga gladiol harus dikemas dengan kotak karton yang sesuai dengan diberi lapisan plastik tipis atau kertas dibagian dalamnya. Ujung tangkai bunga diberi kapas yang dibasahi dengan larutan pengawet kemudian ditutup plastik. Jumlah bunga dalam tiap kemasan disesuaikan dengan permintaan pasar. Label atau gantungan (tag) yang menyertai setiap kemasan harus mudah dilihat/diambil dan berisi informasi.
  1. Produksi Indonesia.
  2. Nama perusahaan/eksportir.
  3. Nama kultivar.
  4. Kelas mutu.
  5. Jumlah bunga dalam kemasan.
  6. Berat kotor.
  7. Berat bersih.
  8. Identitas pembelian ditempat tujuan.
  9. Tanggal panen dan perkiraan daya tanah.
  10. Petunjuk penanganan (suhu udara, kelembaban) yang dianjurkan.
12. DAFTAR PUSTAKA
  1. Rosa Widyawan, Bunga Potong (Tinjauan Literatur), Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (LIPI), Jakarta, 1994.
  2. Rahardi, F., dan Sriwahyuni, Agribisnis Tanaman Hias, Penebar Swadaya, 1993
  3. Agus Muharan dkk., Gladiol, Balai Penelitian Tanaman Hias (Badan Penelitian dan Pengembangan), Jakarta, 1995
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS

Cara Menanam dan Merawat Bunga Gerbera/ Hebras

GERBERA / HEBRAS
( Gerbera jamensonii )
1. SEJARAH SINGKAT
Gerbera merupakan tanaman bunga hias berupa herba tidak berbatang. Masyarakat Indonesia menyebut gerbera sebagai gebras atau hebras. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman hias pendatang dari luar negri (introduksi) dan diduga berasal dari Afrika Selatan, Afrika Utara dan Rusia. Penemu tanaman gerbera adalah Traug Gerber, seorang naturalis berkebangsaan Jerman yang melakukan ekspedisi ke Afrika Selatan. Selanjutnya diketemukan gerbera hibrida oleh Jamenson. Berawal dari kedua penemu tersebut, tanaman gerbera dikukuhkan dengan nama Gerbera jamessonii Bolus. Tanaman hias ini masuk ke Indonesia sekitar abad XIX bersamaan dengan lintas perdagangan komoditi pertanian.
2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi botani tanaman hias gerbera adalah sebagai berikut:
  • Divisio : Spermatophyta
  • Sub Divisio : Angiospermae
  • Famili : Compositae/Asteraceae
  • Genus : Gerbera.
  • Spesies : Gerbera jamensonii
Dari keragaman bentuk bunga, terutama struktur helai mahkota bunganya dikenal empat jenis gerbera yang telah dibudidayakan di Indonesia yaitu:
  1. Gerbara berbunga selapis: helai mahkota bunga tersusun selapis dan umumnya berwarna merah, kuning dan merah jambu.
  2. Gerbera berbunga dua: helai mahkota tersusun bervariasi lebih dari satu. Lapis helai mahkota bagian luar nampak sekali perbedaan susunannya. Contoh berbunga lapis dua yaitu Gerbera jamensonii Fantasi Double Purple yang berwarna merah.
  3. Gerbera berbunga tiga lapis: contoh dari bunga jenis ini adalah Gerbera jamensonii Fantasi Triple Red yang berbunga dominan merah, kemudian bervariasi kuning atau hijau kekuningan.
  4. Jenis gerbera yang dihasilkan oleh Holand Asia Flori Net di Belanda, dengan ukuran yang lebih besar dari ke tiga jenis di atas. Varitas yang ditanam adalah Gerbara yustika (pink merah), Orange Jaffa (oranye cerah), Ventury (oranye tua).
3. MANFAAT TANAMAN
Selain sebagai bunga potong yang dapat tahan sampai 3 minggu, Tanaman hias gerbera merupakan salah satu penghasil minyak atsiri untuk bahan baku industri minyak wangi, sabun dan kosmetik.
4. SENTRA PENANAMAN
Sentra penanaman bunga potong tanaman gerbera di Indonesia yaitu di daerah Kaban Jahe, Barus Jahe, dan Simpang Empat (Sumatra Utara, Brastagi), Cipanas, Lembang dan Sukabumi (Jabar), Bandungan (Jateng), Batu dan Pujon (Malang Jatim). Sentra produksi tanaman gerbera di dunia adalah negara Belanda dan Thailand.
5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim
  1. Curah hujan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman ini berkisar antara 1.900-2.800 mm/tahun.
  2. Daerah yang paling baik adalah daerah yang beriklim sejuk dengan suhu udara minimum 13,7-18 derajat C dan maksimum 19,5-30 derajat C. Suhu udara ideal di awal pertumbuhan 22 derajat C. Jika melebihi 35 derajat C, perkecambahan benih akan terganggu.
5.2. Media Tanam
  1. Tanah yang baik untuk tanaman hias gerbera yaitu tanah lempung yang berpasir, subur dan banyak mengandung bahan organik atau humus.
  2. Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok untuk budidaya hebras berkisar 5,5-6,0.
5.3. Ketinggian Tempat
Di Indonesia di tanam mulai dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian tempat antara 560-1.400 m dpl.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
  1. Persyaratan Benih : Tanaman diperbanyak dengan cara generatif dan vegetatif. Benih diseleksi dari biji yang memiliki daya kecambah atau daya tumbuh yang tinggi dan berpenampilan bernas. Jika bibit dibeli dari toko, perhatikan tanggal kadaluarsanya. Perbanyakan vegetatif menggunakan cara kultur jaringan/anakan. Bahan kultur jaringan menggunakan mata tunas lateral dari pohon atau batang tanaman gerbera yang sehat dan dari jenis yang unggul. Bibit anakan didapatkan dari rumpun tanaman gerbera yang anakannya banyak, induknya produktif berbunga, tumbuhnya normal, sehat dan berasal dari tanaman jenis unggul. Keperluan bibit anakan untuk ditanam di lahan terbuka 1 ha sekitar 80.000-90.000 bila jarak tanam 25 x 40 cm.
  2. Penyiapan Benih : Benih yang berasal dari biji disemaikan dahulu sebelum dipindahtanamkan ke lapangan. Penyemaian dapat dilakukan pada bak-bak penyemaian atau pot-pot kecil maupun pot yang berdiameter cukup besar. Sebaiknya media semai diberi sungkup plastik agar kelembaban dan suhu udara tetap stabil serta terlindung dari matahari langsung. Bibit yang didapat dari kultur jaringan yaitu mata tunas yang diambil dari jenis unggul segera dimasukan ke dalam wadah yang mengandung bahan sterilisasi yaitu Clorax 30 %. Lakukan sterilisasi selama 20 menit. Seusai sterilisasi dengan Clorax segera disterilisasi ulang dengan HgCL2 20 % selama 5 menit, kemudian bilas dengan air aquades steril 5 X. Bibit yang dari anakan dipisahkan dari rumpun gerbera yang sudah dibersihkan dari tanah, sebagian akar tangkai dan daun tua dibuang. Tiap bagian minimal satu anakan.
  3. Teknik Penyemaian Benih :
    1. Penyemaian di bak persemaian : Pilihlah lokasi tempat semai yang mendapat sinar matahari pagi atau di dalam suatu ruangan yang mendapat cahaya buatan 40 watt/m 2 . Siapkan media semai berupa campuran tanah yang subur halus, pasir dan pupuk kandang yang telah matang dengan perbandingan 1:1:1. Beri sungkup plastik putih tipis agar kelembaban mencapai 98%. Sebelum dimasukkan media semai masukkan selapis pecahan batu bata atau genting kira-kira 1/3 bak pesemaian. Lalu isikan media semai 90 %. Semaikan benih gerbera secara merata. Setelah 5-7 hari, sungkup dibuka selama 1 jam pada pagi hari. Dari 7-10 hari setelah semai sungkup dibuka selama 3 jam/hari, kemudain bagian atas sungkup dibuka sampai 20 cm dari puncak untuk mendapatkan kelembaban 90 %. Pada saat umur bibit mencapai 21 hari, di sore hari sungkup diangkat.
    2. Penyemaian secara kultur jaringan : Siapkan media dasar yaitu medium Murashige Skoog ditambah gula 30 gram/liter, Vitamin B dan zat pengatur tumbuh kinetin 5 mg ditambah IAA 0,5 mg/liter. PH sebelum dipanaskan diatur sekitar pH 5,7 dengan penambahan NaOH atau HCl 0,1 N. Medium dibuat padat dengan Difco Bacto Agar (DBA) sebanyak 7,5 gram/liter. Tanamkan mata tunas lateral, pada umur 45 hari mata tunas majemuk mulai terbentuk. Bibit hasil kultur jaringan dipindahkan ke persemaian steril dan dipelihara sampai cukup besar. Selanjutnya bibit dipindahtanamkan ke persemaian biasa dengan komposisi media yang sama dengan persemaian benih.
    3. Penyemaian dengan anakan : Tanaman atau bibit anakan yang sudah dibersihkan dari tanah, akar-akar juga daun tua ditanamkan di lahan pembibitan dengan jarak 5 X 10 Cm.
  4. Pemeliharaan Pembibitan/Pesemaian : Siram setiap hari 1 atau 2 kali tergantung cuaca. Pemupukan dilakukan 3 minggu setelah semai. Larutan pupuk terdiri dari 5-10 gram NPK dalam larutan air 10 liter, sedangkan pupuk daun konsentrasinya disesuaikan dengan anjuran. Penjarangan setelah umur 5-6 minggu.
  5. Pemindahan Bibit : Bibit yang berasal biji siap dipindahtanamkan setelah tanaman berdaun 3-5 helai. Bibit yang berasal dari kultur jaringan siap tanam apabila ukurannya cukup besar, sedangkan bibit yang dari anakan siap dipindahtanamkan setelah bibit cukup kuat.
6.2. Pengolahan Media Tanam
  1. Persiapan : Tentukan lahan yang strategis dan serasi, bersihkan dari gulma, kemudian olah tanah cukup dalam 30 cm hingga struktur tanah gembur. Biarkan tanah selama 10-15 hari.
  2. Pembukaan Lahan : Tanah diolah dengan teknik yang sama dengan persiapan di atas. Pasang tiang setinggi 100-150 cm di sisi timur dan 80-100 cm di sisi barat. Naungi dengan plastik bening.
  3. Pembentukan Bedengan : Bentuk bedengan selebar 60-80 cm, tinggi 30 cm dan jarak antara bedengan 40- 60 cm. Buat parit keliling untuk saluran pembuangan kelebihan air dan sekaligus sebagai saluran irigasi waktu mengairi tanaman. Naungan juga dapat dibuat sekaligus untuk 2 bedengan dengan tinggi sisi timur dan barat yang sama dengan naungan 1 bedengan. Di antara bedengan dipasang tiang setinggi 150-200 m sehingga atap berbentuk segi tiga.
  4. Pengapuran : Pada tanah yang kemasaman tanahnya rendah (di bawah 5) perlu ditambahkan kapur pertanian seperti dolomit, kalsit, atau Zeagro. Dosis kapur pertanian berkisar 1-4 ton/ha tergantung pH dan jenis tanahnya.
  5. Pemupukan : Pada saat pembuatan bedengan tambahkan pupuk kandang sebanyak 20-30 ton/ha yang disebar merata, kemudian dicampur dengan tanah sambil dibalikkan. Pemberian pupuk kandang dapat pula dengan cara per lubang tanam rata-rata 200 gram per lubang atau 2-3 kg/m 2 luas lahan. Media pertumbuhan adalah campuran tanah subur, pasir dan pupuk kandang atau sekam padi (1:1:1). Siapkan polybag berdiameter 15, 20, 25 dan 30 cm untuk menanam bibit sesuai dengan ukuran dan umurnya. Isi dasar polybag dengan selapis pecahan bata merah/sekam, lalu diisi dengan media sampai 90 %. Pupuk dasar berupa NPK yang diberikan sebanyak 2-4 gram/tanaman pada saat tanam.
6.3. Teknik Penanaman
  1. Penentuan Pola Tanam : Lubang tanam selebar dan sedalam daun cangkul pada jarak tanam 20-25 Cm dalam barisan dan 35-40 cm antar barisan. Waktu yang terbaik di pagi hari antara jam 06.00-09.00 atau sore antara 15.00-17.00.
  2. Cara Penanaman : Basahi lubang tanam sampai lembab, tanamkan bibit secara tegak ditengah-tengah lubang tanam, sambil memadatkan tanah di sekitar pangkal tanaman. Siramlah bedengan sampai cukup basah.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
  1. Penjarangan dan Penyulaman : Jika ada tanaman yang mati/rusak seawal mungkin segera disulam atau diganti dengan tanaman yang baik pada lubang yang sama. Periode penyulaman sebaiknya tidak melebihi umur 30 hari setelah tanam. Waktu penyulaman yang baik pagi/sore hari .
  2. Penyiangan : Ditujukan untuk membersihkan sekitar tanaman dari gulma dan sambil menggemburkan tanah. Penyiangan dilakukan pada 7-10 hari setelah tanam dan 30-35 hari setelah tanam.
  3. Perempalan : Perempalan dilakukan untuk membuang tunas/cabang yang sudah tua, mengering maupun yang terserang penyakit.
  4. Pemupukan : Dilakukan secara rutin sebulan sekali. Jenis pupuk yang dianjurkan NPK serta unsur mikro lainnya. Jumlah pupuk NPK diberikan 2-4 gram/tanaman dengan periode 1 kali dalam sebulan, sehingga untuk setiap hektarnya antara 200-400 kg. Cara pemberiannya dengan cara dibenamkan dalam larikan atau lubang diantara tanaman. Pupuk NPK dapat diberikan dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 10 gram/10 liter air dan diberikan sebanyak 200-250 cc/tanaman dengan periode pemberian 10 hari sekali. Pupuk daun dapat diberikan sesuai anjuran.
  5. Pengairan dan Penyiraman. : Pada fase awal pertumbuhan tanaman gerbera penyiraman dilakukan 1-2 kali. Pemberian air selanjutnya berangsur-angsur berkurang.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
Ulat daun dan belalang :
Pengendalian: dapat disemprot dengan insektisida seperti Decis 2,5 EC atau Agrimec 18 EC pada konsentrasi yang dianjurkan.
7.2. Penyakit
  1. Bercak daun
    • Penyebab: jamur Cercospora gerberae Chuup et Viegas).
    • Gejala: timbul bercak-bercak berwarna coklat, terbentuk bulat/tidak beraturan.
    • Pengendalian: memotong/memangkas bagian-bagian yang terkena penyakit, memelihara sanitasi kebun dan penyemprotan dengan fungisida seperti Dithane M-45, Antracol 70 WP dan Daconil 75 WP.
  2. Kapang kelabu/grey Mould
    • Penyebab: jamur Botrytis cinere Pers ex Fr.).
    • Gejala: timbul busuk bunga, hingga kusut dan diliputi kapang yang berwarna kelabu.
    • Pengendalian: sama dengan penyakit bercak daun.
  3. Penyakit tepung
    • Penyebab: jamur Erysiphe cichoracearum DC).
    • Gejala: daun gerbera diliputi oleh lapisan tepung, daun mengering dan gugur.
    • Pengendalian: sama dengan penyakit bercak daun.
8. PANEN
  1. Ciri dan Umur Panen : Bunga gerbera yang siap dipanen adalah kuntum bunganya telah mekar penuh atau ketika bunga setengah sampai ¾ mekar. Pemanenan sekitar umur 6-8 bulan setelah tanam bibit asal dari biji, atau 3-5 bulan bila bibitnya berasal dari anakan.
  2. Perkiraan Produksi : Pada pertanaman gerbera yang baik dan jenisnya unggul, tiap rumpun gerbera dapat menghasilkan 5-15 kuntum atau sekitar 140 kuntum bunga per meter luas lahan per tahun.
9. PASCAPANEN
  1. Pengumpulan : Setelah bunga gerbera dipanen, dimasukkan ke dalam ember berisi air. Kemudian disimpan di tempat yang teduh untuk melakukan sortasi.
  2. Penyortiran dan Penggolongan : Sortasi dilakukan pada tangkai bunga yang ukurannya abnormal dipisahkan secara sendiri. Ikat tangkai bunga dengan karet/tali lentur. Tiap ikatan 10-15 tangkai bunga atau menurut permintaan pasar maupun mempertimbangkan segi praktisnya dalam pengangkutan serta penyimpanan.
  3. Pengemasan dan Pengangkutan : Kemas ikatan bunga dalam wadah kotak karton ataupun keranjang plastik dan tutup luka bekas potongan dengan kapas untuk mempertahankan kesegaran. Simpan dikontainer dan siap untuk diangkut.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan budidaya bunga gerbera seluas 1.000 m 2 yang dilakukan pada tahun 1999 di daerah Bandung.
  1. Biaya produksi
    1. Sewa lahan 1.000 m 2 selama 1 tahun Rp. 150.000,-
    2. Bangunan dengan naungan Rp. 3.000.000,-
    3. Bibit
      • Bibit anakan 10.000 tanaman Rp. 2.500.000,-
    4. Pupuk
      • Pupuk kandang 2.000 kg @ Rp. 100,- Rp. 200.000,-
      • NPK 400 kg @ Rp. 2.000,- Rp. 800.000,-
      • Pupuk daun dan bunga Rp. 400.000,-
    5. Tenaga kerja
      • Pengolahan tanah dan pemupukan kandang 20 HKP Rp. 200.000,-
      • Pembuatan bangunan naungan 20 HKP Rp. 200.000,-
      • Penanaman 5 HKW Rp. 37.500,-
      • Pemeliharan tanaman 1 tahun 50 HKW + 5 HKP Rp. 425.000,-
      • Panen dan pasca panen 20 HKW + 5 HKP Rp. 200.000,-
    6. 6. Biaya cadangan Rp. 1.000.000,-
    • Jumlah biaya produksi Rp. 9.112.500,-
  2. Pendapatan 8.000 tangkai, 10 bunga/th.x Rp.200,- Rp. 16.000.000,-
  3. Keuntungan per bulan Rp. 573.950,-
  4. Parameter kelayakan usaha : 1. Rasio output/input = 1,756
Keterangan: HKP Hari kerja pria, HKW Hari kerja wanita.
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Di Indonesia tanaman hias gerbera belum berkembang pesat sebagai komoditas komersial. Dalam program penelitian dan pengembangan hortikultura di Indonesia mengklasifikasikan tanaman hias gerbera adalah tanaman introduksi dari luar negri. Namun apabila tanaman hias gerbera berkembang baik di Indonesia pasti akan dapat menjadi komoditas potensial/komoditas utama. Prospek pengembangan budidaya tanaman gerbera dapat diandalkan karena peminatnya di dalam negeri semakin banyak. Hal ini dapat dilihat dengan dominannya bunga ini di dalam rangkaian bunga. Harga satu kuntum bunga gerbera termasuk mahal. 12 tangkai Gerbera berbunga dua lapis (introduksi luar negeri) yang sudah banyak dibudidayakan berharga Rp. 10.000,- di tingkat petani, sedangkan 10 tangkai gerbera ex Holland berharga Rp. 15.000,- di tingkat petani. Tanaman ini juga dapat menjadi komoditas ekspor, selain sebagai bunga potong, bahan baku industri minyak wangi, sabun dan kosmetik.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1. Ruang Lingkup
Standar meliputi klasifikasi , syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan dan pengemasan.
11.2. Deskripsi : ….
11.3. Klasifikasi dan Mutu Standar
Mutu dan pengepakan bunga untuk ekspor ke pasaran Internasional sangat ditentukan oleh negara pengimpor.
11.4. Pengambilan Contoh
Dari satu partai atau lot bunga gerbera yang terdiri atas maksimum 1.000 kemasan, contoh diambil secara acak sejumlah seperti tersebut dalam data di atas:
  1. Contoh yang diambil semua, jumlah kemasan bunga dalam partai 1–5.
  2. Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 5, jumlah kemasan bunga dalam partai 6–100.
  3. Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 7, jumlah kemasan bunga dalam partai 101–300.
  4. Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 9, jumlah kemasan bunga dalam partai 301–500.
  5. Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 10, jumlah kemasan bunga dalam partai 501–1001.
Dari setiap kemasan contoh yang dipilih secara acak diambil sekurang-kurangnya tiga tangkai bunga. Untuk kemasan contoh dengan isi kurang dari tiga tangkai, diambil satu tangkai. Dari sejumlah tangkai yang terkumpul kemudian diambil secara acak contoh yang berjumlah sekurang-kurang lima tangkai diuji. Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat, yaitu orang yang telah dilatih terlebih dahulu dan diberi wewenang untuk melakukan hal tersebut.
11.5. Pengemasan
Ikatan bunga diselubungi dengan kertas khusus sleeves yang menutupi seluruh bagian bunga kecuali kuntum bunga bagian atas. Pangkal tangkai bunga diremdam dalam larutan pengawet misalnya larutan gula 6%. Tempat perendaman bersuhu udara dingin yaitu sekitar 14-25 derajat C selama 4 jam. Bunga yang telah diselubungi dikemas di dalam kardus karton/keranjang plastik dengan posisi tegak. Pengangkutan dilakukan dengan kendaraan berpendingin pada suhu udara 7-8 derajat C dengan kelembaban udara 60-65%.

12. DAFTAR PUSTAKA
  1. Rahmat Rukmana, Ir,. 1995. Gerbera. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
  2. Bonus Trubus No. 327. 1997. Bunga-bunga Pot Populer.
  3. Trubus No. 293. 1994.
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS

Cara Menanam Bunga Krisan


KRISAN
( C. morifolium Ramat, C. indicum, C. daisy )
1. SEJARAH SINGKAT
Krisan merupakan tanaman bunga hias berupa perdu dengan sebutan lain Seruni atau Bunga emas (Golden Flower) berasal dari dataran Cina. Krisan kuning berasal dari dataran Cina, dikenal dengan Chrysanthenum indicum (kuning), C. morifolium (ungu dan pink) dan C. daisy (bulat, ponpon). Di Jepang abad ke-4 mulai membudidayakan krisan, dan tahun 797 bunga krisan dijadikan sebagai simbol kekaisaran Jepang dengan sebutan Queen of The East. Tanaman krisan dari Cina dan Jepang menyebar ke kawasan Eropa dan Perancis tahun 1795. Tahun 1808 Mr. Colvil dari Chelsa mengembangkan 8 varietas krisan di Inggris. Jenis atau varietas krisan modern diduga mulai ditemukan pada abad ke-17. Krisan masuk ke Indonesia pada tahun 1800. Sejak tahun 1940, krisan dikembangkan secara komersial.
2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi botani tanaman hias krisan adalah sebagai berikut:
  • Divisi : Spermathophyta
  • Sub Divisi : Angiospermae
  • Famili : Asteraceae
  • Genus : Chrysanthemum
  • Species : C. morifolium Ramat, C. indicum, C. daisy dll
Jenis dan varietas tanaman krisan di Indonesia umumnya hibrida berasal dari Belanda, Amerika Serikat dan Jepang. Krisan yang ditanam di Indonesia terdiri atas:
  1. Krisan lokal (krisan kuno) : Berasal dari luar negri, tetapi telah lama dan beradaptasi di Indoenesia maka dianggap sebagai krisan lokal. Ciri-cirinya antara lain sifat hidup di hari netral dan siklus hidup antara 7-12 bulan dalam satu kali penanaman. Contoh C. maximum berbunga kuning banyak ditanam di Lembang dan berbunga putih di Cipanas (Cianjur).
  2. Krisan introduksi (krisan modern atau krisan hibrida) : Hidupnya berhari pendek dan bersifat sebagai tanaman annual. Contoh krisan ini adalah C. indicum hybr. Dark Flamingo, C. i.hybr. Dolaroid,C. i. Hybr. Indianapolis (berbunga kuning) Cossa, Clingo, Fleyer (berbunga putih), Alexandra Van Zaal (berbunga merah) dan Pink Pingpong (berbunga pink).
  3. Krisan produk Indonesia : Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas telah melepas varietas krisan buatan Indonesia yaitu varietas Balithi 27.108, 13.97, 27.177, 28.7 dan 30.13A.
3. MANFAAT TANAMAN
Kegunaan tanaman krisan yang utama adalah sebagai bunga hias. Manfaat lain adalah sebagai tumbuhan obat tradisional dan penghasil racun serangga. Sebagai bunga hias, krisan di Indonesia digunakan sebagai:
  1. Bunga pot : Ditandai dengan sosok tanaman kecil, tingginya 20-40 cm, berbunga lebat dan cocok ditanam di pot, polibag atau wadah lainnya. Contoh krisan mini (diameter bunga kecil) ini adalah varietas Lilac Cindy (bunga warna ping keungu-unguan), Pearl Cindy (putih kemerah-merahan), White Cindy (putih dengan tengahnya putih kehijau-hijauan), Applause (kuning cerah), Yellow Mandalay (semuanya dari Belanda).Krisan introduksi berbunga besar banyak ditanam sebagai bunga pot, terdapat 12 varitas krisan pot di Indonesia, yang terbanyak ditanam adalah varietas Delano (ungu), Rage (merah) dan Time (kuning).
  2. Bunga potong Krisan : Ditandai dengan sosok bunga berukuran pendek sampai tinggi, mempunyai tangkai bunga panjang, ukuran bervariasi (kecil, menengah dan besar), umumnya ditanam di lapangan dan hasilnya dapat digunakan sebagai bunga potong. Contoh bunga potong amat banyak antara lain Inga, Improved funshine, Brides, Green peas, Great verhagen, Puma, Reagen, Cheetah, Klondike dll.
4. SENTRA PENANAMAN
Daerah sentra produsen krisan antara lain: Cipanas, Cisarua, Sukabumi, Lembang (Jawa Barat), Bandungan (Jawa Tengah), Brastagi (Sumatera Utara).
5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim
  1. Tanaman krisan membutuhkan air yang memadai, tetapi tidak tahan terhadap terpaan air hujan. Oleh karena itu untuk daerah yang curah hujannya tinggi,
    penanaman dilakukan di dalam bangunan rumah plastik.
  2. Untuk pembungaan membutuhkan cahaya yang lebih lama yaitu dengan bantuan cahaya dari lampu TL dan lampu pijar. Penambahan penyinaran yang paling baik adalah tengah malam antara jam 22.30–01.00 dengan lampu 150 watt untuk areal 9 m 2 dan lampu dipasang setinggi 1,5 m dari permukaan tanah. Periode pemasangan lampu dilakukan sampai fase vegetatif (2-8 minggu) untuk mendorong pembentukan bunga.
  3. Suhu udara terbaik untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah antara 20-26 derajat C. Toleran suhu udara untuk tetap tumbuh adalah 17-30 derajat C.
  4. Tanaman krisan membutuhkan kelembaban yang tinggi untuk awal pembentukan akar bibit, setek diperlukan 90-95%. Tanaman muda sampai dewasa antara 70-80%, diimbangi dengan sirkulasi udara yang memadai.
  5. Kadar CO2 di alam sekitar 3000 ppm. Kadar CO2 yang ideal untuk memacu fotosistesa antara 600-900 ppm. Pada pembudidayaan tanaman krisan dalam bangunan tertutup, seperti rumah plastik, greenhouse, dapat ditambahkan CO2, hingga mencapai kadar yang dianjurkan.
5.2. Media Tanam
  1. Tanah yang ideal untuk tanaman krisan adalah bertekstur liat berpasir, subur, gembur dan drainasenya baik, tidak mengandung hama dan penyakit.
  2. Derajat keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sekitar 5,5-6,7.
5.3. Ketinggian Tempat
ketinggian tempat yang ideal untuk budidaya tanaman ini antara 700–1200 m dpl.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
  1. Persyaratan Bibit : Bibit diambil dari induk sehat, berkualitas prima, daya tumbuh tanaman kuat, bebas dari hama dan penyakit dan komersial di pasar.
  2. Penyiapan Bibit : Pembibitan krisan dilakukan dengan cara vegetatif yaitu dengan anakan, setek pucuk dan kultur jaringan.
    1. Bibit asal anakan
    2. Bibit asal stek pucuk : Tentukan tanaman yang sehat dan cukup umur. Pilih tunas pucuk yang tumbuh sehat, diameter pangkal 3-5 mm, panjang 5 cm, mempunyai 3 helai daun dewasa berwarna hijau terang, potong pucuk tersebut, langsung semaikan atau disimpan dalam ruangan dingin bersuhu udara 4 derajat C, dengan kelembaban 30 % agar tetap tahan segar selama 3-4 minggu. Cara penyimpanan stek adalah dibungkus dengan beberapa lapis kertas tisu, kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik rata-rata 50 stek.
    3. Penyiapan bibit dengan kultur jaringan : Tentukan mata tunas atau eksplan dan ambil dengan pisau silet, stelisasi mata tunas dengan sublimat 0,04 % (HgCL) selama 10 menit, kemudian bilas dengan air suling steril. Lakukan penanaman dalam medium MS berbentuk padat. Hasil penelitian lanjutan perbanyakan tanaman krisan secara kultur jaringan:
      1. Medium MS padat ditambah 150 ml air kelapa/liter ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 1,5 mg kinetin/liter, paling baik untuk pertumbuhan tunas dan akar eksplan. Pertunasan terjadi pada umur 29 hari, sedangkan perakaran 26 hari.
      2. Medium MS padat ditambah 150 ml air kelapa/liter ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 0,5 BAP/liter, kalus bertunas waktu 26 hari, tetapi medium tidak merangsang pemunculan akar.
      3. Medium MS padat ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 0,5-0.2 mg kinetin/liter ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 0,5-2,0 BAP/liter pada eksplan varietas Sandra untuk membentuk akar pada umur 21-31 hari. Penyiapan bibit pada skala komersial dilakukan dengan dua tahap yaitu:
        1. Stok tanaman induk : Fungsinya untuk memproduksi bagian vegetatif sebanyak mungkin sebagai bahan tanaman Ditanam di areal khusus terpisah dari areal budidaya. Jumlah stok tanaman induk disesuaikan dengan kebutuhan bibit yang telah direncanakan. Tiap tanaman induk menghasilkan 10 stek per bulan, dan selama 4-6 bulan dipelihara memproduksi sekitar 40-60 stek pucuk. Pemeliharaan kondisi lingkungan berhari panjang dengan penambahan cahaya 4 jam/hari mulai 23.30–03.00 lampu pencahayaan dapat dipilih Growlux SL 18 Philip.
        2. Perbanyakan vegetatif tanaman induk.
          1. Pemangkasan pucuk, dilakukan pada umur 2 minggu setelah bibit ditanam, dengan cara memangkas atau membuang pucuk yang sedang tumbuh sepanjang 0,5-1 cm.
          2. Penumbuhan cabang primer. Perlakuan pinching dapat merangsang pertumbuhan tunas ketiak sebanyak 2-4 tunas. Tunas ketiak daun dibiarkan tumbuh sepanjang 15-20 cm atau disebut cabang primer.
          3. Penumbuhan cabang sekunder. Pada tiap ujung primer dilakukan pemangkasan pucuk sepanjang 0,5-1 cm, pelihara tiap cabang sekunder hingga tumbuh sepanjang 10-15 cm.
  3. Teknik Penyemaian Bibit
    1. Penyemaian di bak : Siapkan tempat atau lahan pesemaian berupa bak-bak berukuran lebar 80 cm, kedalaman 25 cm, panjang disesuaikan dengan kebutuhan dan sebaiknya bak berkaki tinggi. Bak dilubangi untuk drainase yang berlebihan. Medium semai berupa pasir steril hingga cukup penuh. Semaikan setek pucuk dengan jarak 3 cm x 3 cm dan kedalaman 1-2 cm, sebelum ditanamkan diberi Rotoon (ZPT). Setelah tanam pasang sungkup plastik yang transparan di seluruh permukaan.
    2. Penyemaian kultur jaringan : Bibit mini dalam botol dipindahkan ke pesemaian beisi medium berpasir steril dan bersungkup plastik tembus cahaya.
  4. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian : Pemeliharaan untuk stek pucuk yaitu penyiraman dengan sprayer 2-3 kali sehari, pasang bola lampu untuk pertumbuhan vegetatif, penyemprotan pestisida apabila tanaman di serang hama atau penyakit. Buka sungkup pesemaian pada sore hari dan malam hari, terutama pada beberapa hari sebelum pindah ke lapangan. Pemeliharaan pada kultur jaringan dilakukan di ruangan aseptik, setelah bibir berukuran cukup besar, diadaptasikan secara bertahap ke lapangan terbuka.
  5. Pemindahan Bibit : Bibit stek pucuk siap dipindahtanamkan ke kebun pada umur 10-14 hari setelah semai dan bibit dari kultur jaringan bibit siap pindah yang sudah berdaun 5-7 helai dan setinggi 7,5-10 cm.
6.2. Pengolahan Media Tanam
  1. Pembentukan Bedengan : Olah tanah dengan menggunakan cangkul sedalam 30 cm hingga gembur, keringanginkan selama 15 hari. Gemburkan yang kedua kalinya sambil dibersihkan dari gulma dan bentuk bedengan dengan lebar 100-120 cm, tinggi 20- 30 cm, panjang disesuaikan dengan lahan, jarak antara bedengan 30-40 cm.
  2. Pengapuran : Tanah yang mempunyai pH > 5,5, perlu diberi pengapuran berupa kapur pertanian misalnya dengan dolomit, kalsit, zeagro. Dosis tergantung pH tanah. Kebutuhan dolomit pada pH 5 = 5,02 ton/ha, pH 5,2 = 4,08 ton/ha, pH 5,3 = 3,60 ton/ha, pH 5,4 = 3,12 ton/ha. Pengapuran dilakukan dengan cara disebar merata pada permukaan bedengan.
6.3. Teknik Penanaman
  1. Teknik Penanaman Bunga Potong
    1. Penentuan Pola Tanam. : Tanaman bunga krisan merupakan tanaman yangdapat dibudidayakan secara monokultur.
    2. Pembuatan Lubang Tanam : Jarak lubang tanam 10 cm x 10 cm, 20 cm x 20 cm. Lubang tanam dengan cara ditugal. Penanaman biasanya disesuaikan dengan waktu panen yaitu pada hari-hari besar. Waktu tanam yang baik antara pagi atau sore hari.
    3. Pupuk Dasar : Furadan 3G sebanyak 6-10 butir perlubang. Campuran pupuk ZA 75 gram ditambah TSP 75 gram ditambah KCl 25gram (3:3:1)/m2 luas tanam, diberikan merata pada tanah sambil diaduk.
    4. Cara Penanaman : Ambil bibit satu per satu dari wadah penampungan bibit, urug dengan tanah tipis agar perakaran bibit krisan tidak terkena langsung dengan furadan 3G. Tanamkan bibit krisan satu per satu pada lubang yang telah disiapkan sedalam 1-2 cm, sambil memadatkan tanah pelan-pelan dekat pangkal batang bibit. Setelah penanaman siram dengan air dan pasang naungan sementara dari sungkup plastik transparan.
  2. Teknik Penanaman untuk Memperpendek Batang : Penanaman dilakukan sama dengan untuk bunga potong biasa, tetapi dengan menambah cahaya agar tangkai menjadi pendek.
    1. Pengaturan dan Penambahan Cahaya : Dilakukan sampai batas tertentu dengan ketinggian tanaman yang dinginkan. Misalnya, bila diinginkan bunga krisan bertangkai 70 cm, maka penambahan cahaya sejak ketinggian 50-60 cm. Lampu dimatikan. Periode berikutnya beralih ke generatif. Tangkai bunga memanjang mencapai 80 cm. Bila dipanen tangkainya 70 cm, maka tangkai bunga yang tersisa adalah 10 cm pada tanaman. Total lama penyinaran sejak bibit ditanam sampai periode generatif antara 12-15 minggu tergantung varietas krisan. Cara pengaturan dan penambahan cahaya yaitu dengan pola byarpet, yaitu pencahayaan malam selama 5 menit lalu dimatikan selama 1 menit dilakukan secara berulang-ulang hingga mencapai 30 menit. Cara lain pengaturan dan penambahan cahaya adalah dengan memasang lampu TL pada tengah malam mulai pukul 22.30-01.00.
    2. Pemupukan : Waktu pemupukan dimulai umur 1 bulan setelah tanam, kemudian diulang kontinue dan periodik seminggu sekali, dan akhirnya sebulan sekali. Jenis dan dosis pupuk yang diberikan pada fase vegetatif yaitu Urea 200 gram ditambah ZA 200 gram ditambah KNO3 100 gram per m 2 luas lahan. Pada fase Generatif digunakan pupuk Urea 10 gram ditambah TSP 10 gram ditambah KNO3 25 gram per m 2 luas lahan, cara pemberiannya dengan disebar dalam larikan atau lubang ditugal samping kiri dan samping kanan.
    3. Pembuangan Titik Tumbuh : Waktu pembuangan titik tumbuh adalah pada umur 10-14 hari setelah tanam, dengan cara memotes ujung tanam sepanjang 5 cm.
    4. Penjarangan Bunga : Jika ingin mendapatkan bunga yang besar, dalam 1 tangkai bunga hanya dibiarkan satu bakal bunga yang tumbuh.
  3. Teknik Penanaman untuk Bunga Pot : Sebanyak 5-7 Bibit yang telah berakar ditanam di dalam pot yang berisi media sabut kelapa (hancur) atau campuran tanah dan sekam padi (1:1). Untuk memperpendek batang, pot-pot ini ditumbuhkan selama 2 minggu dengan penyinaran 16 jam/hari. Untuk merangsang pembungaan, pot-pot kemudian diberi pencahayaan pendek dengan cara menutupnya di dalam kubung dari jam 16.00-22.00. Selama pertumbuhan tanaman diberi pupuk cir multihara lengkap. Pembungaan ini dapat pula dipacu dengan menambahkan hormon tumbuh giberelin sebanyak 500 ppm pada saat penyinaran pendek.
Untuk mendapatkan bunga yang besar dan jumlahnya sedikit, bakal bunga dari setiap batang perlu diperjarang dengan hanya menyisakan satu kuncup bunga. Dengan cara ini akan didapatkan krisan pot dengan 5-7 bunga yang mekar bersamaan.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
  1. Penjarangan dan Penyulaman : Waktu penyulaman seawal mungkin yaitu 10-15 hari setelah tanam. Penyulaman dilakukan dengan cara mengganti bibit yang mati atau layu permanen dengan bibit yang baru.
  2. Penyiangan : Waktu penyiangan dan penggemburan tanah umumnya 2 minggu setelah tanam. Penyiangan dengan cangkul atau kored dengan hati-hati membersihkan rumput-rumput liar.
  3. Pengairan dan Penyiraman : Pengairan yang paling baik adalah pada pagi atau sore hari, pengairan dilakukan kontinu 1-2 kali sehari, tergantung cuaca atau medium tumbuh. Pengairan dilakukan dengan cara mengabutkan air atau sistem irigasi tetes hingga tanah basah.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
  1. Ulat tanah (Agrotis ipsilon)
    • Gejala: memakan dan memotong ujung batang tanaman muda, sehingga pucuk dan tangkai terkulai.
    • Pengendalian: mencari dan mengumpulkan ulat pada senja hari dan semprot dengan insektisida.
  2. Thrips (Thrips tabacci)
    • Gejala: pucuk dan tunas-tunas samping berwarna keperak-perakan atau kekuning-kuningan seperti perunggu, terutama pada permukaan bawah daun.
    • Pengendalian: mengatur waktu tanam yang baik, memasang perangkap berupa lembar kertas kuning yang mengandung perekat, misalnya IATP buatan Taiwan.
  3. Tungau merah (Tetranycus sp)
    • Gejala: daun yang terserang berwarna kuning kecoklat-coklatan, terpelintir, menebal, dan bercak-bercak kuning sampai coklat.
    • Pengendalian: memotong bagian tanaman yang terserang berat dan dibakar dan penyemprotan pestisida.
  4. Penggerek daun (Liriomyza sp) :
    • Gejala: daun menggulung seperti terowongan kecil, berwarna putih keabu-abuan yang mengelilingi permukaan daun.
    • Pengendalian: memotong daun yang terserang, penggiliran tanaman, dengan aplikasi insektisida.
7.2. Penyakit
  1. Karat/Rust
    • Penyebab: jamur Puccinia sp. karat hitam disebakan oleh cendawan P chrysantemi, karat putih disebabkan oleh P horiana P.Henn.
    • Gejala: pada sisi bawah daun terdapat bintil-bintil coklat/hitam dan terjadi lekukan-lekukan mendalam yang berwarna pucat pada permukaan daun bagian atas. Bila serangan hebat meyebabkan terhambatnya pertumbuhan bunga.
    • Pengendalian: menanam bibit yang tahan hama dan penyakit, perompesan daun yang sakit, memperlebar jarak tanam dan penyemprotan insektisida.
  2. Tepung oidium
    • Penyebab: jamur Oidium chrysatheemi.
    • Gejala: permukaan daun tertutup dengan lapisan tepung putih. Pada serangan hebat daun pucat dan mengering.
    • Pengendalian: memotong/memangkas daun tanaman yang sakit dan penyemprotan fungisida.
  3. Virus kerdil dan mozaik
    • Penyebab: virus kerdil krisan, Chrysanhenumum stunt Virus dan Virus Mozaoik Lunak Krisan (Chrysanthemum Mild Mosaic Virus).
    • Gejala: tanaman tumbuhnya kerdil, tidak membentuk tunas samping, berbunga lebih awal daripada tanaman sehat, warna bunganya menjadi pucat.
    • Penyakit kerdil ditularkan oleh alat-alat pertanian yang tercemar penyakit dan pekerja kebun.
    • Virus mosaik menyebabkan daun belang hijau dan kuning, kadang-kadang bergaris-garis.
    • Pengendalian: menggunakan bibit bebas virus, mencabut tanaman yang sakit, menggunakan alat-alat pertanian yang bersih dan penyemprotan insektisida untuk pengendalian vektor virus.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Penentuan stadium panen adalah ketika bunga telah setengah mekar atau 3-4 hari sebelum mekar penuh. Tipe spray 75-80% dari seluruh tanaman. Umur tanaman siap panen yaitu setelah 3-4 bulan setelah tanam.
8.2. Cara Panen.
Panen sebaiknya dilakukan pagi hari, saat suhu udara tidak terlalu tinggi dan saat bunga krisan berturgor optimum. Pemanenan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dipotong tangkainya dan dicabut seluruh tanaman. Tata cara panen bunga krisan: tentukan tanaman siap panen, potong tangkai bunga dengan gunting steril sepanjang 60-80 cm dengan menyisakan tunggul batang setinggi 20-30 cm dari permukaan tanah.
8.3. Prakiraan Produksi
Perkiraan hasil bunga krisan pada jarak 10 x 10 cm seluas 1 ha yaitu 800.000 tanaman.
9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Kumpulkan bunga hasil panen, lalu ikat tangkai bunga berisi sekitar 50-1000 tangkai simpan pada rak-rak.
9.2. Penyortiran dan Penggolongan
Pisahkan tangkai bunga berdasarkan tipe bunga, warna dan varietasnya. Lalu bersihkan dari daun-daun kering atau terserang hama. Buang daun-daun tua pada pangkal tangkai. Kriteria utama bunga potong meliputi penampilan yang baik, menarik, sehat dan bebas hama dan penyakit. Kriteria ini dibedakan menjadi 3 kelas yaitu:
  1. Kelas I untuk konsumen di hotel dan florist besar, yaitu panjang tangkai bunga lebih dari 70 cm, diameter pangkal tangkai bunga lebih 5 mm.
  2. Kelas II dan III untuk konsumen rumah tangga, florits menengah dan dekorasi massal yaitu panjang tangkai bunga kurang dari 70 cm dan diameter pangkal tangkai bunga kurang dari 5 mm.
9.3. Pengemasan dan Pengangkutan
Tentukan alat angkutan yang cocok dengan jarak tempuh ke tempat pemasaran dan susunlah kemasan berisi bunga krisan secara teratur, rapi dan tidak longgar, dalam bak atau box alat angkut.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya tanaman krisan seluas 0,5 ha dengan jarak tanam 10 x 10 cm. Analisis dilakukan pada tahun 1999 di daerah Bandung.
  1. Biaya produksi
    1. Sewa lahan 1 tahun Rp. 1.500.000,-
    2. Bibit : 500.000 batang @ Rp. 50,- Rp. 25.000.000,-
    3. Pupuk dan kapur
      • Pupuk kandang: 15.000 kg @ Rp. 150,- Rp. 2.250.000,-
      • Urea: 4.150 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 6.225.000,-
      • ZA: 4.600 kg @ Rp. 1.250,- Rp. 5.750.000,-
      • SP-36: 525 kg @ Rp. 2.000,- Rp. 1.050.000,-
      • KCl: 125 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 206.250,-
      • KNO3: 2.375 kg @ Rp. 4.000,- Rp. 9.500.000,-
      • Kapur pertanian: 2000 kg @ Rp.200,- Rp. 400.000,-
    4. Pestisida Rp. 1.500.000,-
    5. Biaya tenaga kerja
      • Penyiapan lahan 50 HKP @ Rp. 10.000,- Rp. 500.000,-
      • Pemupukan 10 HKP + 20 HKW Rp. 250.000,-
      • Penanaman 5 HKP + 50 HKW Rp. 425.000,-
      • Pemeliharaan 5 HKP + 100 HKW Rp. 800.000,-
    6. 6. Biaya lain-lain (pajak, iuran, alat) Rp. 500.000,-
    • Jumlah biaya produksi Rp. 55.856.250,-
  2. Pendapatan 400.000 tanaman @ Rp. 225,- Rp. 90.000.000,-
  3. Keuntungan Rp. 34.143.750,-
  4. Parameter kelayakan usaha : 1. Rasio Output/Input =1,611
Keterangan: HKP Hari Kerja Pria, HKW Hari Kerja Wanita
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Tanaman hias krisan merupakan bunga potong yang penting di dunia. Prospek budidaya krisan sebagai bunga potong sangat cerah, karena pasar potensial yang dapat berdaya serap tinggi sudah ada. Diantara pasar potensial tersebut adalah Jerman, Inggris, Swiss, Italia, Austria, America Serikat, Swedia dsb. Saat ini krisan termasuk bunga yang paling populer di Indonesia karena memiliki keunggulan yaitu bunganya kaya warna dan tahan lama, bunga krisan pot bahkan dapat tetap segar selama 10 hari. Peluang untuk mengembangkan budidaya tanaman krisan, guna memenuhi kebutuhan baik dalam maupun luar negri agaknya tetap terbuka. Seiring dengan permintaan bunga potong krisan yang semakin meningkat maka peluang agribisnis perlu terus dikembangkan.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1. Ruang Lingkup
Standar meliputi klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan dan pengemasan.
11.2. Deskripsi : …
11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu : Mutu dan pengepakan bunga untuk ekspor ke pasaran Internasional sangat ditentukan oleh negara pengimpor. Untuk Jepang standar yang berlaku adalah sebagai berikut:
  1. Varietas adalah Kiku berwarna putih atau kuning yang dipanen saat bunga belum mekar penuh, panjang tangkai 70 cm, lurus dan tunggal. Duapertiga daun masih lengkap, utuh serta berukuran seragam dan bebas hama penyakit.
  2. Satu ikatan terdiri dari 20 tangkai bunga dan dibungkus dengan pembungkus dari kertas khusus Sleeves. Kuntum tidak tertutup seludang, pangkal bunga diberi kapas basah.
  3. Pengepakan dilakukan dalam kotak kardus dengan kapasitas 10 ikatan.
  4. Pengangkutan dilakukan dengan alat angkut bersuhu udara 7-8 derajat C dengan kelembaban udara 60-65%.
11.4. Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan terkecil dalam lot dan contoh dengan rincian sebagai berikut:
  1. Contoh yang diambil 1, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 1–3.
  2. Contoh yang diambil 3, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 4–25.
  3. Contoh yang diambil 6, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 26–50.
  4. Contoh yang diambil 8, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 51–100.
  5. Contoh yang diambil 10, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 101–150.
  6. Contoh yang diambil 12, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 151–200.
  7. Contoh yang diambil 15, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 201–lebih.
Sedangkan untuk petugas pengambil contoh adalah orang yang telah berpengalaman/dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dalam suatu badan hukum.
11.5. Pengemasan
  1. Cara pengemasan : Pangkal tangkai bunga krisan potongan dimasukan ke dalam tube berisi cairan pengawet/dibungkus dengan kapas kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik berisi cairan pengawet lalu dikemas dalam kotak karton / kemasan lain yang sesuai.
  2. Pemberian merek : Pada bagian luar kemasan diberi tulisan:
    1. Nama barang/varietas krisan.
    2. Jenis mutu.
    3. Nama atau kode produsen/eksportir.
    4. Jumlah isi.
    5. Negara tujuan.
    6. Hasil Indonesia.

12. DAFTAR PUSTAKA
  1. H Rahmat Rukmana , Ir.1997. Krisan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
  2. Trubus no. 338. 1998. Kebun bunga Potong Ciputri.
  3. Dewi Sartika. 1998. Krisan Baru Produk Indonesia. Trubus no. 342.
  4. Lukito AM. 1998. Rekayasa Pembungaan Krisan dan Bunga Lain. Trubus no. 348.
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS




Cara Menanam Bunga Melati


MELATI
( Jasmine officinalle )
1. SEJARAH SINGKAT
Melati merupakan tanaman bunga hias berupa perdu berbatang tegak yang hidup menahun. Di Italia melati casablanca (Jasmine officinalle), yang disebut Spansish Jasmine ditanam tahun 1692 untuk di jadikan parfum. Tahun 1665 di Inggris dibudidayakan melati putih (J. sambac) yang diperkenalkan oleh Duke Casimo de’ Meici. Dalam tahun 1919 ditemukan melati J. parkeri di kawasan India Barat Laut, Kemudian dibudidayakan di Inggris pada tahun 1923. Di Indonesia nama melati dikenal oleh masyarakat di seluruh wilayah Nusantara. Nama-nama daerah untuk melati adalah Menuh (Bali), Meulu cut atau Meulu Cina (Aceh), Menyuru (Banda), Melur (Gayo dan Batak Karo), Manduru (Menado), Mundu (Bima dan Sumbawa) dan Manyora (Timor), serta Malete (Madura).
2. JENIS TANAMAN
Diantara 200 jenis melati yang telah diidentifikasi oleh para ahli botani baru sekitar 9 jenis melati yang umum dibudidayakan dan terdapat 8 jenis melati yang potensial untuk dijadikan tanaman hias. Sebagian besar jenis melati tumbuh liar di hutan-hutan karena belum terungkap potensi ekonomis dan sosialnya. Tanaman melati termasuk suku melati-melatian atau famili Oleaceae. Kedudukan tanaman melati dalam sistematika/taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut:
  • Kingdom : Plantae
  • Divisi : Spermatophyta
  • Subdivisi : Angiospermae
  • Kelas : Dicotyledonae
  • Ordo : Oleales
  • Famili : Oleaceae
  • Genus : Jasminum
  • Spesies : Jasminum sambac (L) W. Ait..
Jenis, Varietas dan Ciri-ciri penting (karakteristik) tanaman melati adalah sebagai berikut:
  1. Jasmine sambac Air (melati putih, puspa bangsa)
  2. Jasmine multiflora Andr (melati hutan:melati gambir, poncosudo, Star Jasmine, J,. pubescens willd).
  3. Jasmine officinale (melati casablanca, Spanish Jasmine) sinonim dengan J. floribundum=Jasmine grandiflorum). perdu setinggi 1, 5 meter.
  4. Jasmine rex (melati Raja, King Jasmine).
  5. Jasmine parkeri Dunn (melati pot).
  6. Jasmine mensyi (Jasmine primulinum, melati pimrose).
  7. Jasmine revolutum Sims (melati Italia)
  8. Jasmine simplicifolium ( melati Australia, J. volibile, m. bintang)
  9. Melati hibrida. Bunga pink dan harum.
Adapun jenis dan varietes Melati yang ada di Pulau Jawa antara lain:
  1. Jasmine. Sambac (melati Putih), antara lain varietas: Maid of Orleans, Grand Duke of Tuscany, Menur dan Rose Pikeke
  2. Jasmine. multiflorum (Star Jasmine)
  3. Jasmine officinale (melati Gambir)
3. MANFAAT TANAMAN
Bunga melati bermanfaat sebagai bunga tabur, bahan industri minyak wangi, kosmetika, parfum, farmasi, penghias rangkaian bunga dan bahan campuran atau pengharum teh.
4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia Pusat penyebaran tanaman melati terkonsentrasi di Jawa Tengah, terutama di Kabupaten Pemalang, Purbalingga dan Tegal.
5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim
  1. Curah hujan 112–119 mm/bulan dengan 6–9 hari hujan/bulan, serta mempunyai iklim dengan 2–3 bulan kering dan 5–6 bulan basah.
  2. Suhu udara siang hari 28-36 derajat C dan suhu udara malam hari 24-30 derajat C,
  3. Kelembaban udara (RH) yang cocok untuk budidaya tanaman ini 50-80 %.
  4. Selain itu pengembangan budi daya melati paling cocok di daerah yang cukup mendapat sinar matahari.
5.2. Media Tanam
  1. Tanaman melati umumnya tumbuh subur pada jenis tanah Podsolik Merah Kuning (PMK), latosol dan andosol.
  2. Tanaman melati membutuhkan tanah yang bertekstur pasir sampai liat, aerasi dan drainase baik, subur, gembur, banyak mengandung bahan organik dan memiliki.
  3. Derajat keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman ini adalah pH=5–7.
5.3. Ketinggian Tempat
Tanaman melati dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi pada ketinggian 10-1.600 m dpl. Meskipun demikian, tiap jenis melati mempunyai daya adaptasi tersendiri terhadap lingkungan tumbuh. Melati putih (J,sambac) ideal ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl, sedangkan melati Star Jasmine (J.multiflorum) dapat beradaptasi dengan baik hingga ketinggian 1.600 m dpl. Di sentrum produksi melati, seperti di Kabupaten Tegal, Purbalingga dan Pemalang (Jawa Tengah), melati tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai dataran menengah (0-700 m dpl).
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
  1. Teknik Penyemaian Benih : Tancapkan tiap stek pada medium semai 10–15 cm/sepertiga dari panjang stek. Tutup permukaan wadah persemaian dengan lembar plastik bening (transparan) agar udara tetap lembab.
  2. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian
    1. Penyiapan tempat semai:
      • Siapkan tempat/wadah semai berupa pot berukuran besar/polybag, medium semai (campuran tanah, pasir steril/bersih).
      • Periksa dasar wadah semai dan berilah lubang kecil untuk pembuangan air yang berlebihan.
      • Isikan medium semai ke dalam wadah hingga cukup penuh/setebal 20–30 cm. Siram medium semai dengan air bersih hingga basah.
    2. Pemeliharaan bibit stek:
      • Lakukan penyiraman secara kontinu 1–2 kali sehari.
      • Usahakan bibit stek mendapat sinar matahari pagi.
      • Pindahkan tanaman bibit stek yang sudah berakar cukup kuat (umur 1–23 bulan) ke dalam polybag berisi medium tumbuh campuran tanah, pasir dan pupuk organik (1:1:1).
      • Pelihara bibit melati secara intensif (penyiraman, pemupukan dan penyemprotan pestisida dosis rendah) hingga bibit berumur 3 bulan.
6.2. Pengolahan Media Tanam
  1. Pembukaan Lahan
    1. Bersihkan lokasi untuk kebun melati dari rumput liar (gulma), pepohonan yang tidak berguna/batu-batuan agar mudah pengelolaan tanah.
    2. Olah tanah dengan cara di cangkul/dibajak sedalam 30-40 cm hingga gembur, kemudian biarkan kering angin selama 15 hari
  2. Pembentukan Bedengan : Membentuk bedengan selebar 100-120 cm, tinggi 30-40 cm, jarak antara bedeng 40–60 cm dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan.
  3. Pengapuran : Tanah yang pH-nya masam dapat diperbaiki melalui pengapuran, misalnya dengan kapur kalsit (CaCO3) dolomit {CaMg (CO3)2}, kapur bakar (Quick lime, CaO)/kapur hidrat (Slakked lime,{Ca(OH)2}. Fungsi/kegunaan pengapuran tanah masam adalah untuk menaikan pH tanah, serta untuk menambah unsur-unsur Ca dan Mg.
  4. Pemupukan : Tebarkan pupuk kandang di atas permukaan tanah, kemudian campurkan secara merata dengan lapisan tanah atas. Pupuk kandang dimasukkan pada tiap lubang tanam sebanyak 1-3 kg. Dosis pupuk kandang berkisar antara 10-30 ton/hektar. Lubang tanam dibuat ukuran 40 x 40 x 40 cm dengan jarak antar lubang 100-150 cm. Penyiapan lahan sebaiknya dilakukan pada musim kemarau/1-2 bulan sebelum musim hujan.
6.3. Teknik Penanaman
  1. Penentuan Pola Tanam : Sebulan sebelum tanam, bibit melati diadaptasikan dulu disekitar kebun. Lahan kebun yang siap ditanami diberi pupuk dasar terdiri atas 3 gram TSP ditambah 2 gram KCI per tanaman. Bila tiap hektar lahan terdapat sekitar 60.000 lubang tanam (jarak tanam 1,0 m x 1,5 m), kebutuhan pupuk dasar terdiri atas 180 kg TSP dan 120 kg KCI. Bersama pemberian pupuk dasar dapat ditambahkan “pembenah dan pemantap tanah “ misalnya Agrovit, stratos/asam humus Gro-Mate
  2. Pembuatan Lubang Tanam : Bibit melati dalam polybag disiram medium tumbuh dan akar-akarnya. Tiap lubang tanam ditanami satu bibit melati. Tanah dekat pangkal batang bibit melati dipadatkan pelan-pelan agar akar-akarnya kontak langsung dengan air tanah.
  3. Cara Penanaman : Jarak tanam dapat bervariasi, tergantung pada bentuk kultur budidaya, kesuburan tanah dan jenis melati yang ditanam, bentuk kultur perkebunan jarak tanam umumnya adalah 1 x 1,5 m, sedang variasi lainnya adalah 40 x 40 cm, 40 x 25 cm dan 100 x 40 cm.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
  1. Penjarangan dan Penyulaman. : Cara penyulaman adalah dengan mengganti tanaman yang mati/tumbuhan abnormal dengan bibit yang baru. Teknik penyulaman prinsipnya sama dengan tata laksana penanaman, hanya saja dilakukan pada lokasi/blok/lubang tanam yang bibitnya perlu diganti. Periode penyulaman sebaiknya tidak lebih dari satu bulan setelah tanam. Penyulaman seawal mungkin bertujuan agar tidak menyulitkan pemeliharaan tanam berikutnya dan pertumbuhan tanam menjadi seragam. Waktu penyulaman sebaiknya dilakukan pada pagi/sore hari, saat sinar matahari tidak terlalu terik dan suhu udara tidak terlalu panas.
  2. Penyiangan : Pada umur satu bulan setelah tanam, kebun melati sering ditumbuhi rumput-rumput liar (gulma). Rumput liar ini menjadi pesaing tanaman melati dalam pemenuhan kebutuhan sinar matahari, air dan unsur hara.
  3. Pemupukan : Pemupukan tanaman melati dilakukan tiap tiga bulan sekali. Jenis dan dosis pupuk yang digunakan terdiri atas Urea 300-700 kg, STP 300-500 kg dan KCI 100-300 kg/ha/tahun. Pemberian pupuk dapat dilakukan dengan cara disebar merata dalam parit di antara barisan tanaman / sekeliling tajuk tanaman sedalam 10-15 cm, kemudian ditutup dengan tanah. Pemupukan dapat pula dengan cara memasukan pupuk ke dalam lubang tugal di sekeliling tajuk tanaman melati. Waktu pemupukan adalah sebelum melakukan pemangkasan, saat berbunga, sesuai panen bunga dan pada saat pertumbuhan kurang prima. Pemberian pupuk dapat meningkatkan produksi melati, terutama jenis pupuk yang kaya unsur fosfor (P), seperti Gandasil B (6-20-30)/Hyponex biru (10-40-15) dan waktu penyemprotan pupuk daun dilakukan pada pagi hari (Pukul 09.00) atau sore hari (pukul 15.30-16.30) atau ketika matahari tidak terik menyengat.
  4. Pengairan dan Penyiraman : Pada fase awal pertumbuhan, tanaman melati membutuhkan ketersediaan air yang memadai. Pengairan perlu secara kontinyu tiap hari sampai tanaman berumur kurang lebih 1 bulan. Pengairan dilakukan 1-2 kali sehari yakni pada pagi dan sore hari. Cara pengairan adalah dengan disiram iar bersih tiap tanam hingga tanah di sekitar perakaran cukup basah.
  5. Waktu Penyemprotan Pestisida : Zat perangsang/zat pengatur Tumbuh (ZPT) dapat digunakan untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi bunga, zat perangsang bunga yang berpengaruh baik terhadap pembungaan melati adalah Cycocel (Chloromiguat) dan Etherel. Tanaman melati yang di semprot dengan Cycocel berkonsentrasi 5.000 ppm memberikan hasil bunga yang paling tinggi, yakni 1,45 kg/ tanaman. Cara pemberiannya: zat perangsang bunga disemprotkan pada seluruh bagian tanaman, terutama bagian ujung dan tunas-tunas pembungaan. Konsentrasi yang dianjurkan 3.000 ppm–5.000 ppm untuk Cycocel atau 500-1.500 ppm bila digunakan Ethrel.
  6. Lain-lain : Tanaman melati umumnya tumbuh menjalar, kecuali pada beberapa jenis melati, seperti varietas Grand Duke of tuscany yang tipe pertumbuhannya tegak. Tinggi pemangkasan amat tergantung pada jenis melati, jenis melati putih (J.sambac) dapat di pangkas pada ketinggian 75 cm dari permukaan tanah, sedangkan jenis melati Spnish Jasmine (J. officinale var. grandiflorum) setinggi 90 cm dari permukaan tanah.
7. HAMA DAN PENYAKIT
Tanaman melati tidak luput dari gangguan hama dan penyakit, prinsip pokok dan prioritas teknologi pengendalian hama/penyakit .
  1. Pengendalian hayati dilakukan secara maksimal dengan memanfaatkan musuh-musuh alami hama (parasitoid, perdator, patogen) dengan cara:
    • memasukan, memelihara, memperbanyak, melepaskan musuh alami
    • mengurangi penggunaan pestisida organik sintetik yang berspektrum lebar/menggunakan pestisida selektif.
  2. Ekosistem pertanian dikelola dengan cara:
    • penggunaan bibit sehat
    • sanitasi kebun
    • pemupukan berimbang
    • pergiliran tanaman yang baik
    • penggunaan tanaman perangkap,
  3. Pestisida digunakan secara selektif berdasarkan hasil pemantauan dan analisis ekosistem.
7.1. Hama
  1. Ulat palpita (Palpita unionalis Hubn) :
    • Hama ini termasuk ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae, Stadium hama yang merusak tanaman melati adalah larva (ulat).
    • Pengendalian: dilakukan dengan cara memotong bagian tanaman yang terserang berat dan menyemprotkan insektisida yang mangkus dan sangkil, misalnya Decis 2,5 EC, Perfekthion 400 E/Curacron 500 EC .
  2. Penggerek bunga (Hendecasis duplifascials) :
    • Hama ini termasuk ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae.
    • Gejala: menyerang tanaman melati dengan cara menggerek/melubangi bunga sehingga gagal mekar. Kuntum bunga yang terserang menjadi rusak dan kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh cendawan hingga menyebabkan bunga busuk.
    • Pengendalian: disemprot dengan insektisida yang mangkus, misalnya Decis 2,5 EC, Cascade 50 EC/Lannate L .
  3. Thips (Thrips sp) :
    • Thrips termasuk ordo Thysanoptera dan famili Thripidae. Hama ini bersifat pemangsa segala jenis tanaman (polifag).
    • Gejala: menyerang dengan cara mengisap cairan permukaan daun, terutama daun-daun muda (pucuk).
    • Pengendalian: dilakukan dengan cara mengurangi ragam jenis tanaman inang di sekitar kebun melati dan menyemprotkan insektisida yang mangkus : Mesurol 50 WP, Pegasus 500 SC/Dicarzol 25 SP .
  4. Sisik peudococcus (Psuedococcus longispinus) :
    • Hama ini termasuk ordo Pseudococcidae dan famili Homoptera yang hidup secara berkelompok pada tangkai tunas dan permukaan daun bagian bawah hingga menyerupai sisik berwarna abu-abu atau kekuning-kuningan.
    • Gejala: menyerang tanaman dengan cara mengisap cairan sel tanaman dan mengeluarkan cairan madu.
    • Pengendalian: dilakukan dengan menyemprotkan insektisida yang mangkus, misalnya Bassa 500 EC/Nogos 50 EC.
  5. Ulat nausinoe (Nausinoe geometralis) :
    • Hama ini termasuk ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae.
    • Ciri: ngengat berwarna coklat dengan panjang badan rata-rata 12 mm dan panjang rentang sayap kurang lebih 24 mm berwarna coklat dan berbintik-bintik transparan.
    • Gejala: menyerang daun tanaman melati identik (sama) dengan serangan ulat P. unionalis.
  6. Hama Lain. :
    • Hama lain yang sering ditemukan adalah kutu putih (Dialeurodes citri) dan kutu tempurung (scale insects). Bergerombol menempel pada cabang, ranting dan pucuk tanaman melati, menyerang dengan cara mengisap cairan sel, sehingga proses fotosintesis (metabolisme).
    • Pengendalian dilakukan dengan menyemprotkan insektisida yang mangkus, seperti Perfekthion 400 EC/Decis 2,5 EC.
7.2. Penyakit
  1. Hawar daun :
    • Penyebab: cendawan (jamur) Rhizcotonia solani Kuhn.
    • Gejala: menyerang daun yang letaknya dekat permukaan tanah.
  2. Hawar benang (Thread Blight) :
    • Penyebab: jamur Marasmiellus scandens (Mass).
    • Gejala: menyerang bagian cabang tanaman melati.
  3. Hawar bunga (Flower Blight) :
    • Penyebab: cendawan (jamur) Curvularia sp. Fusarium sp dan Phoma sp,.
    • Gejala: bunga busuk, berwarna coklat muda dan kadang-kadang bunga berguguran.
  4. Jamur upas :
    • Penyebab: jamur Capnodium salmonicolor. Penyakit ini menyerang batang dan cabang tanaman melati yang berkayu.
    • Gejala: terjadi pembusukan yang tertutup oleh lapisan jamur berwarna merah jambu pada bagian tanaman terinfeksi apnodium sp. dan Meliola jasmini Hansf. et Stev. Gejala serangan capnodium adalah permukaan atas daun tertutup oleh kapang jelaga berwarna hitam merata.
  5. Bercak daun :
    • Penyebab: jamur Pestaloita sp.
    • Gejala: bercak-bercak berwarna coklat sampai kehitam-hitaman pada daun.
  6. Karat daun (Rust) :
    • Penyebab: ganggang hijau parasit (Cephaleuros virescens Kunze).
    • Gejala: pada permukaan daun yang terserang tampak bercak-bercak kemerah-merahaan dan berbulu. Penyakit ini umumnya menyerang daun-daun yang tua.
  7. Antraknosa :
    • Penyebab: jamur Colletotrichum gloesporoides.
    • Gejala : terbentuk bintik-bintik kecil berwarna kehitam-hitaman. Bintik-bintik tersebut membesar dan memanjang berwarna merah jambu, terutama pada bagian daun. Serangan berat dapat menyebabkan mati ujung (die back).
  8. Penyakit lain :
    • Busuk bunga oleh bakteri Erwinia tumafucuens. Bintil akar oleh nematoda Meloidogyne incognito, penyebab abnormilitas perakaran tanaman. Virus kerdil penyebab terhambatnya pertumbuhan tanaman melati, belang-belang daun dan kadang-kadang seluruh ranting dan pucuk menjadi kaku.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Ciri-ciri bunga melati yang sudah saatnya dipanen adalah ukuran kuntum bunga sudah besar (maksimal) dan masih kuncup / setengah mekar. Produksi bunga melati di Indoensia masih rendah yakni berkisar antara 20-25 kg/hektar/hari. Tanaman melati mulai berbunga pada umur 7-12 bulan setelah tanam. Panen bunga melati dapat dilakukan sepanjang tahun secara berkali-kali sampai umur tanaman antara 5-10 tahun. Setiap tahun berbunga tanaman melati umumnya berlangsung selama 12 minggu (3 bulan).
8.2. Cara Panen
Pemetikan bunga melati sebaiknya dilakukan pada pagi sore, yakni saat sinar matahari tidak terlalu terik/suhu udara tidak terlalu panas.
8.3. Periode Panen
Hasil panen bunga melati terbanyak berkisar antara 1-2 minggu. Selanjutnya, produksi bunga akan menurun dan 2 bulan kemudian meningkat lagi
8.4. Prakiraan Produksi
Produksi bunga melati paling tinggi biasanya pada musim hujan, di Jawa Tengah, panen bunga melati pada musim kemarau menghasilkan 5–10 kg/hektar, sedangkan panen pada musim hujan mencapai 300-1.000kg/ha. Data produksi bunga melati di Indonesia berkisar 1,5–2 ton/ha/th pada musim hujan dan 0,7-1 ton/ha/th pada musim kemarau.
9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Di tempat terbuka bunga melati akan cepat layu untuk mempertahankan/memperpanjang kesegaran bunga tersebut dihamparkan dalam tampah beralas lembar plastik kemudian disimpan di ruangan bersuhu udara dingin antara 0-5 derajat C.
9.2. Lain-lain
Salah satu produk pengolahan pascapanen bunga melati adalah Jasmine Oil.
  1. Minyak melati istimewa, yakni minyak yang diekstraksi dari bunga melati dengan pelarut ether minyak bumi, sebagai bahan baku minyak wangi mutu tinggi.
  2. Minyak melati biasa, yakni minyak yang diekstraksi dari bunga melati dengan pelarut benzole, sebagai bahan baku minyak wangi mutu sedang.
  3. Minyak pomade istimewa, yakni minyak yang diperoleh dengan teknik enfleurage bunga melati, sebagai bahan baku minyak rambut.
  4. Minyak pomade biasa, yakni minyak yang diekstraksi dari bunga melati bekas enfleurage, sebagai pewangi teknis.
Teknik enfleurage disebut teknik olesan. Prinsip kerja ekstraksi bunga melati dengan teknik olesan adalah sebagai berikut:
  1. Oleskan lemak muri pada permukaan kaca tipis.
  2. Letakan bunga melati yang masih segar (baru petik) diatas permukaan kaca .
  3. Simpan kaca tipis bersama bunga melati dalam rak-rak penyimpanan yang terbuat dari plastik, kayu/logam tahan karat.
  4. Biarkan bunga melati selama 3-4 hari sampai bunga tersebut layu.
  5. Bunga melati yang telah layu segera dibuang untuk diganti dengan bunga-bunga baru/masih segar.
  6. Lakukan cara tadi secara berulang-ulang selama 2-3 bulan hingga lemak dipenuhi minyak wangi bunga melati.
Teknik ekstraksi minyak melati dapat dilakukan dengan teknik tabung hampa.
  1. Masukan bunga melati segar ke dalam tabung, kemudian alirkan bahan pelarut (alkohol, ether, chlorofrom, ecetone, lemak murni, ether minyak bumi) secara berkesinambungan.
  2. Salurkan cairan ekstrak yang mengandung bahan pelarut dan unsur-unsur bunga melati ke tabung hampa udara yang dipanaskan sekedarnya untuk menguapkan bahan pelarut. Uap pelarut diallirkan kembali ke kondensor agar menjadi cairan.
  3. Tambahkan ethanol ke dalam unsur bunga melati. Unsur bunga melati biasanya berupa lilin padat (concrete) yang masih mengandung zat pewarna, damar dan unsur lain yang tidak menguap.
  4. Campurkan minyak tadi dengan alkohol kemudian saring kembali untuk menghilangkan kandungan damar.
  5. Lakukan penyulingan absolut dengan menggunakan sthlene glycol penyinaran dengan sinar ultra violet untuk menghilangkan zat pewarna.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisa budidaya tanaman melati seluas 0,5 ha yang dilakukan pada tahun 1999 di daerah Bogor.
  1. Biaya produksi
    1. Sewa lahan 0,5 ha Rp. 750.000,-
    2. Bibit Rp. 190.000,-
    3. Pupuk Rp. 325.000,-
    4. Pestisida Rp. 50. 000,-
    5. Tenaga kerja Rp. 6.425.000,-
    6. Alat (penyusunan alat-alat) Rp. 50.000,-
    • Jumlah biaya produksi Rp. 7.790.000,-
  2. Pendapatan 15.555 kg @ Rp. 850,- Rp.12.750.000,-
  3. Keuntungan bersih Rp. 4.960.000,-
  4. Parameter kelayakan usaha :
    1. O/I Ratio = 1,637
    2. ROI = 0,698
    3. BEP Rp. 1.696.352,84,-
10. 2.Gambaran Peluang Agribisnis
Pengembangan usaha tani melati skala komersial mempunyai prospek cerah danpeluang pasarnya bagus. Tiap hari untuk keperluan tabur bunga dibutuhkan 600 kilogram bunga melati. Pasar potensial bunga melati adalah Jepang, Korea, Thailand, Taiwan dan Hongkong. Nilai ekonomi bunga melati semakin dibutuhkan dalam kehidupan maju (modern) untuk bahan baku industri minyak wangi, kosmetik, pewangi, penyedap the, cat, tinta, pestisida, pewangi sabun dan industri tekstil. Meski peluang pasar bunga melati di dalam dan luar negeri cukup besar, produksi bunga melati Indonesia baru mampu memenuhi sekitar 2% dari kebutuhan melati pasar dunia. Penomena ini menunjukan peluang yang perlu dimanfaatkan dengan baik di Indonesia karena potensi sumber daya lahan amat luas dan agroekologinya cocok untuk tani melati. Hasil studi agribisnis melati yang dilakukan oleh pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura di daerah setrum produksi Tegal (Jawa Tengah) menunjukan bahwa usaha tani melati menguntungkan dan layak dikembangkan.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1. Ruang Lingkup
Standar melati meliputi ruang lingkup, deskripsi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan dan pengemasan.
11.2. Diskripsi …
11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Mutu dan pengepakan bunga untuk ekspor ke pasaran Internasional sangat ditentukan oleh negara pengimpor.
11.4. Pengambilan Contoh
Satu partai/lot bunga melati segar terdiri atas maksimum 1.000 kemasan. Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan.
  1. Jumlah kemasan dalam partai 1 – 5, contoh yang diambil semua.
  2. Jumlah kemasan dalam partai 6 – 100, contoh yang diambil sekurang-kurangnya 5.
  3. Jumlah kemasan dalam partai 101 – 300, contoh yang diambil sekurang-kurangnya 7.
  4. Jumlah kemasan dalam partai 301 – 500, contoh yang diambil sekurang-kurangnya 9.
  5. Jumlah kemasan dalam partai 501 – 1000, contoh yang diambil sekurang-kurangnya 10.
11.5. Pengemasan
Bunga melati segar dikemas dengan kotak karton yang baru dan kokoh, baik, bersih dan kering serta berventilasi. Jumlah tangkai sebanyak 15-20 tangkai diikat dan dibungkus. Kemudian dimasukkan ke dalam kemasan karton. Kemasan lain dengan bobot dan jumlah tangkai tertentu dapat digunakan atasdasar kesepakatan antara pihak penjual dan pihak pembeli. Ujung tangkai bunga dimasukkan ke dalam kantong plastik berisi kapas basah mengandung bahan pengawet.
12. DAFTAR PUSTAKA
  1. Rukmana H. Rahmat (1997). Usaha Tani Melati, Yogyakarta, Kanisus
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS