Cara Menanam Akar Wangi

Cara Menanam Akar Wangi

CARA MENANAM AKAR WANGI (Vetiveria zizanioides)

Sumber Gambar: news.suarawarga.info
Tanaman akar wangi adalah tanaman yang potensial untuk diambil minyaknya, namun sampai saat ini belum menarik perhatian petani, pemerintah maupun investor. Sehingga perkembangan tanaman akar wangi mengalami hambatan dan hanya berkembang di daerah tertentu saja di Indonesia. Salah satu sentra tanaman akar wangi adalah Kabupaten Garut, Jawa Barat. Penanaman tanaman akar wangi di Garut terutama di daerah sektar bagian hulu DAS (daerah aliran sungai) Cimanuk disekitar kecamatan Samarang, Leles, Bayongbong, Cilawu dan Cisurupan. Minyak akar wangi merupakan salah satu bahan pewangi, biasanya dipergunakan untuk pembuatan parfum atau sebagai bahan pewangi sabun. Seiring dengan kemajuan teknologi dan peningkatan terhadap produk wewangian, kebutuhan terhadap minyak akar wangi makin meningkat.
Fisiologi Akar Wangi
Tanaman akar wangi dikenal sebagai tumbuhan liar yang sengaja ditanam diberbagai negara beriklim tropis dan sub tropis. Tanaman akar wangi termasuk keluarga graminae, berumpun lebat, akar tinggal bercabang banyak dan berwarna kuning pucat dan abu-abu sampai merah tua. Rumpun tanaman akar wangi terdiri atas beberapa anak rumpun yang dapat dijadikan bibit. Dari akar tinggal yang halus tersebut akan tumbuh tangkai daun yang panjangnya mencapai sekitar 1,5 - 2 meter.Daunnya sedikit kaku, berwarna hijau sampai kelabu dengan panjang daun 75-100 cm dan tidak mengandung minyak. Tanaman ini berbunga dengan warna hijau atau ungu dan berada di pucuk tangkai daun.
Nama akar wangi di beberapa daerah berbeda yaitu:
Sumatera : Gayo dengan nama useur; Batak dengan nama hapias, usar, Minangkabau dengan nama urek usa.
Jawa : Sunda dengan nama janur, narwastu, usar; Jawa tengah dengan nama larasetu, larawastu; Madura dengan nama karabistu, lorowistu
Nusa Tenggara: Roti dengan nama nausina fuik
Sulawesi : Gorontalo dengan nama tahele; Buol dengan nama akadu; Bugis dengaan nama narawasatu, sare ambong
Maluku : Halmahera dengan nama babuwamendi; Ternate dengan nama garamkusu batawi; Tidore dengan nama barama kusu batai.
Persyaratan tumbuh
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas minyak akar wangi antara lain keadaan tanah dan iklim.
Keadaan tanah, tanah akar wangi cocok tumbuh ditanah yang berpasir (antosol) atau tanah abu vulkanik di lereng-lereng bukit. Pada tanah tersebut pertumbuhan akar wangi akan lebat dan panjang dan akar mudah dicabut. Tanaman akar wangi juga bisa tumbuh di tanah-tanah liat yang banyak mengandung air, namun pertumbuhan perakaran kurang bagus sehingga produksi minyaknya tidak maksimal. Akar wangi memerlukan derajat keasaman tanah (pH) sekitar 6-7, pada tanah yang terlalu masam (pH dibawah 5,5) akan menyebabkan tanaman kerdil. Tapi bila tanah terlalu basa menyebabkan garam Mangan (Mn) tidak terserap sehingga bentuk akarnya kurus dan kecil.
Iklim, tanaman akar wangi dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian sekitar 300 - 2.000 meter diatas permukaan laut dan akan berproduksi dengan baik pada ketinggian 600 - 1.500 meter diatas permukaan laut. Tanaman akar wangi memerlukan curah hujan yang cukup yaitu sekitar 140 hari per tahun, sedang suhu yang cocok untuk pertumbuhan tanaman sekitar 17-27 derajat Celcius. Akar wangi menyukai sinar matahari langsung, bila ditanam ditempat yang teduh akan berpengaruh terhadap sistem pertumbuhan akar dan mutu minyaknya.
Penanaman
Persiapan lahan, dilakukan dengan pencangkulan agar tanah menjadi gembur pada saat 1,5-2,5 bulan sebelum penanaman. Kemudian membuat lubang dengan ukuran 20 cm x 20 cm dengan kedalaman 15 cm atau 30 cm x 30 cm dengan kedalaman 10 cm. Penanaman dilakukan pada musim hujan. Pada tanah yang subur jarak tanam 100 cm x 100 cm sedang tanah yang kurang subur jarak yang digunakan 60 cm x 90 cm. Ketika membuat lubang tanam, tanah cangkulan dapat diletakkan disekitar lubang. Pada tanah-tanah cangkulan tersebut diberikan campuran pupuk kandang. Pemberian pupuk kandang dilakukan sekurang-kurangnya satu bulan sebelum tanam, untuk satu lubang diberi pupuk sebanyak ± 1 kg. Lubang-lubang yang telah diberi pupuk tersebut dibiarkan terbuka selama 2 minggu agar mendapat cahaya matahari. Setelah itu tanah bekas cangkulan tersebut dimasukkan kembali ke dalam lubang seperti semula.
Pembibitan, perbanyakan akar wangi umumnya menggunakan cara vegetatif yakni dengan menggunakan bonggol akar. Bonggol berasal dari tanaman dalam rumpun yang tidak berbunga, kemudian dipecah-pecah sehingga tiap pecahan bonggol memiliki mata tunas yang selanjutnya bonggol ini dapat langsung ditanam di lahan yang sudah dipersiapkan.
Penanaman, penanaman akar wangi sebaiknya dilakukan pada permulaan musim hujan yaitu bulan Oktober-Nopember, karena fase awal pertumbuhan, tanaman akar wangi membutuhkan air yang cukup. Namun demikian akar wangi bisa juga ditanam di luar musim penghujan asal tanaman disiram setiap pagi dan sore. Bibit yang ditanam berasal dari pecahan bonggol dengan diameter sekitar 10 cm dengan 5 mata tunas dari tanaman yang berumur 12 bulan. Penanaman dapat di lakukan secara monokultur atau campuran. Penanaman bibit akar wangi dilakukan dengan cara memasukkan bonggol yang siap tanam ke luabng yang telah dibuat lalu ditutup kembali selanjutnya tanah disekitarnya dipadatkan. Penanaman di lokasi miring, sebaiknya perlu dibuat terasering.
Manfaat Tanaman akar wangi
Selain bernilai ekonomis, tanaman akar wangi dapat berfungsi sebagai usaha konservasi tanah dan air karena kelebatan akarnya mencapai ± 50 cm. Maka akar wangi dapat ditanam di pematang-pematang sawah untuk menghindari atau mengendalikan kerusakan pematang sawah. Selain itu akar wangi dapat melindungi lahan terasering, melindungi lahan sekitar jembatan dan sekitar dam.
Oleh : Ir.Sri Puji Rahayu, MM/ yayuk_edi@yahoo.com
Sumber : 1) Anonim, Budidaya Tanaman Akar Wangi Konservasi Terpadu, Dinas Perkebunan, Provinsi Daerah Tingakt I Jawa Barat, 1990/1991; 2) Anonim, Agribisnis Tanaman Minyak Atsiri, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Badan Litbang Pertanian, 2002; 3) Ir. Budi Santoso, H, Akar Wangi Bertanam dan Penyulingan, Penerbit Kanisius, 1992.

No comments:

Post a Comment