TEMULAWAK
( Curcuma xanthorrhiza ROXB. )
( Curcuma xanthorrhiza ROXB. )
1. SEJARAH SINGKAT
Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun
berbatang semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng
gede sedangkan di Madura disebut sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia
merupakan tempat dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia.
Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula
di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat
dan Beberapa negara Eropa.
2. URAIAN TANAMAN
2.1 Klasifikasi
- Divisi : Spermatophyta
- Sub divisi : Angiospermae
- Kelas : Monocotyledonae
- Ordo : Zingiberales
- Keluarga : Zingiberaceae
- Genus : Curcuma
- Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.
Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84cm dan lebar 10 – 18cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23cm dan lebar 4 – 6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm
3. MANFAAT TANAMAN
Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temulawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang ini mengandung 48-59,64 % zat tepung, 1,6-2,2 % kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti kolesterol, anti inflamasi, anemia, anti oksidan, pencegah kanker, dan anti mikroba.
4. SENTRA PENANAMAN
Tanaman ini ditanam secara konvensional dalam skala kecil tanpa memanfaatkan teknik budidaya yang standard, karena itu sulit menentukan dimana sentra penanaman temulawak di Indonesia. Hampir di setiap daerah pedesaan terutama di dataran sedang dan tinggi, dapat ditemukan temulawak terutama di lahan yang teduh.
5. SYARAT PERTUMBUHAN
- Iklim
- Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati. Namun demikian temulawak juga dapat dengan mudah ditemukan di tempat yang terik seperti tanah tegalan. Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis.
- Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini antara 19-30 o C.
- Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun.
- Media Tanam : Perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah-tanah berat yang berliat. Namun demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian pemupukan anorganik dan organik diperlukan untuk memberi unsur hara yang cukup dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang mengandung bahan organik diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mudah tergenang air.
- Ketinggian Tempat : Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-1.000 m/dpl dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m/dpl. Kandungan pati tertinggi di dalam rimpang diperoleh pada tanaman yang ditanam pada etinggian 240 m/dpl. Temulawak yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan rimpang yang hanya mengandung sedikit minyak atsiri. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang.
- Pembibitan : Perbanyakan tanaman temulawak dilakukan menggunakan
rimpang-rimpangnya baik berupa rimpang induk (rimpang utama) maupun
rimpang anakan (rimpang cabang). Keperluan rimpang induk adalah
1.500-2.000 kg/ha dan rimpang cabang sebanyak 500-700 kg/ha.
- Persyaratan Bibit : Rimpang untuk bibit diambil dari tanaman tua yang sehat berumur 10 -12 bulan.
- Penyiapan Bibit : Tanaman induk dibongkar dan bersihkan
akar dan tanah yang menempel pada rimpang. Pisahkan rimpang
induk dari rimpang anak.
- Bibit rimpang induk : Rimpang induk dibelah menjadi empat bagian yang mengandung 2-3 mata tunas dan dijemur selama 3-4 jam selama 4-6 hari berturut-turut. Setelah itu rimpang dapat langsung ditanam.
- Bibit rimpang anak : Simpan rimpang anak yang baru diambil di tempat lembab dan gelap selama 1-2 bulan sampai keluar tunas baru. Penyiapan bibit dapat pula dilakukan dengan menimbun rimpang di dalam tanah pada tempat teduh, meyiraminya dengan air bersih setiap pagi/sore hari sampai.keluar tunas. Rimpang yang telah bertunas segera dipotong-potong menjadi potongan yang memiliki 2-3 mata tunas yang siap ditanam. Bibit yang berasal dari rimpang induk lebih baik daripada rimpang anakan. Sebaiknya bibit disiapkan sesaat sebelum tanam agar mutu bibit tidak berkurang akibat penyimpanan.
- Pengolahan Media Tanam
- Persiapan Lahan : Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan. Penyiapan lahan untuk kebun temulawak sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam.
- Pembukaan Lahan : Lahan dibersihkan dari tanaman-tanaman lain dan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan kunyit. Lahan dicangkul sedalam 30 cm sampai tanah menjadi gembur.
- Pembentukan Bedengan : Lahan dibuat bedengan selebar 120-200 cm, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30-40 cm. Selain dalam bentuk bedengan, lahan dapat juga dibentuk menjadi petakan-petakan agak luas yang dikelilingi parit pemasukkan dan pembuangan air, khususnya jika temulawak akan ditanam di musim hujan.
- Pemupukan Organik (sebelum tanam) : Pupuk kandang matang dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1-2 kg. Keperluan pupuk kandang untuk satu hektar kebun adalah 20-25 ton karena pada satu hektar lahan terdapat 20.000-25.000 tanaman.
- Teknik Penanaman
- Penentuan Pola Tanaman : Penanaman dilakukan secara monokultur dan lebih baik dilakukan pada awal musim hujan kecuali pada daerah yang memiliki pengairan sepanjang waktu. Fase awal pertumbuhan adalah saat dimana tanaman memerlukan banyak air.
- Pembutan Lubang Tanam : Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60 cm.
- Cara Penanaman : Satu bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan posisi mata tunas menghadap ke atas. Setelah itu bibit ditimbun dengan tanah sedalam 10 cm..
- Perioda Tanam : Masa tanam temulawak yaitu pada awal musim hujan untuk masa panen musim kemarau mendatang. Penanaman pada di awal musim hujan ini memungkinkan untuk suplai air yang cukup bagi tanaman muda yang memang sangat membutuhkan air di awal pertumbuhannya.
- Pemeliharaan Tanaman
- Penyulaman : Tanaman yang rusak/mati diganti oleh bibit
yang sehat yang merupakan bibit cadangan.
- Penyiangan : Penyiangan rumput liar dilakukan pagi/sore
hari yang tumbuh di atas bedengan atau petak bertujuan untuk
menghindari persaingan makanan dan air. Peyiangan pertama
dan kedua dilakukan pada dua dan empat bulan setelah tanam
(bersamaan dengan pemupukan). Selanjutnya penyiangan dapat
dilakukan segera setelah rumput liar tumbuh. Untuk mencegah
kerusakan akar, rumput liar disiangi dengan bantuan kored/cangkul
dengan hati-hati.
- Pembubunan : Kegiatan pembubunan perlu dilakukan pada pertanaman rimpang-rimpangan untuk memberikan media tumbuh rimpang yang cukup baik. Pembubunan dilakukan dengan menimbun kembali area perakaran dengan tanah yang jatuh terbawa air. Pembubunan dilakukan secara rutin setelah dilakukan penyiangan.
- Pemupukan :
- Pemupukan Organik : Pada pertanian organic yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organic yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organic atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organic ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.
- Pemupukan Konvensional :
- Pemupukan Awal.Pupuk dasar yang diberikan saat tanam adalah SP-36 sebanyak 100 kg/ha yang disebar di dalam larikan sedalam 5 cm di antara barisan tanaman atau dimasukkan ke dalam lubang sedalam 5 cm pada jarak 10 cm dari bibit yang baru ditanam. Larikan atau lubang pupuk kemudian ditutup dengan tanah. Sesaat setelah pemupukan tanaman langsung disiram untuk mencegah kekeringan tunas.
- Pemupukan Susulan : Pada waktu berumur dua bulan, tanaman dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 0,5 kg/tanaman (10-12,5 ton/ha), 95 kg/ha urea dan 85 kg/ha KCl. Pupuk diberikan kembali pada waktu umur tanaman mencapai empat bulan berupa urea dan KCl dengan dosis masing-masing 40 kg/ha. Pupuk diberikan dengan cara disebarkan merata di dalam larikan pada jarak 20 cm dari pangkal batang tanaman lalu ditutup dengan tanah.
- Pengairan dan Penyiraman : Pengairan dilakukan secara rutin pada pagi/sore hari ketika tanaman masih berada pada masa pertumbuhan awal. Pengairan selanjutnya ditentukan oleh kondisi tanah dan iklim. Biasanya penyiraman akan lebih banyak dilakukan pada musim kemarau. Untuk menjaga pertumbuhan tetap baik, tanah tidak boleh berada dalam keadaan kering.
- Waktu Penyemprotan Pestisida : Penyemprotan pestisida dilakukan jika telah timbul gejala serangan hama penyakit.
- Pemulsaan : Sedapat mungkin pemulsaan dengan jerami dilakukan diawal tanam untuk menghindari kekeringan tanah, kerusakan struktur tanah (menjadi tidak gembur/padat) dan mencegah tumbuhnya gulma secara berlebihan. Jerami dihamparkan merata menutupi permukaan tanah di antara lubang tanaman.
- Penyulaman : Tanaman yang rusak/mati diganti oleh bibit
yang sehat yang merupakan bibit cadangan.
- Hama : Hama temulawak adalah:
- Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites Esp.),
- Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn.) dan
- Lalat rimpang (Mimegrala coerulenfrons Macquart).
- Pengendalian: penyemprotan insektisida Kiltop 500 EC atau Dimilin 25 WP dengan konsentrasi 0.1-0.2 %.
- Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites Esp.),
- Penyakit.
- Jamur Fusarium
- Penyebab: F. oxysporum Schlecht dan Phytium sp. serta bakteri Pseudomonas sp. Berpotensi untuk menyerang perakaran dan rimpang temulawak baik di kebun atau setelah panen.
- Gejala: Fusarium menyebabakan busuk akar rimpang dengan gejala daum menguning, layu, pucuk mengering dan tanaman mati. Akar rimpang menjadi keriput dan berwarna kehitam-hitaman dan bagian tengahnya membusuk. Jamur Phytium menyebabkan daun menguning, pangkal batang dan rimpang busuk, berubah warna menjadi coklat dan akhirnya keseluruhan tanaman menjadi busuk.
- Pengendalian: melakukan pergiliran tanaman yaitu setelah panen tidak menanam tanaman yang berasal dari keluarga Zingiberaceae. Fungisida yang dapat dipakai adalah Dimazeb 80 WP atau Dithane M-45 80 WP dengan konsentrasi 0.1 - 0.2 %.
- Penyakit layu
- Penyebab: Pseudomonas sp.
- Gejala: kelayuan daun bagian bawah yang diawali menguningnya daun, pangkal batang basah dan rimpang yang dipotong mengeluarkan lendir seperti getah.
- Pengendalian: dengan pergiliran tanaman dan penyemprotan Agrimycin 15/1.5 WP atau grept 20 WP dengan konsentrasi 0.1 -0.2%.
- Jamur Fusarium
- Gulma : Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
- Pengendalian hama/penyakit secara organik : Dalam pertanian
organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan
dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara
terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama
dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama
Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
- Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman
- Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami.
- Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
- Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
- Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
- Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
- Tembakau (Nicotiana tabacum ) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.
- Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
- Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.
- Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin
yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada
serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti
hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga
efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
- Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
- Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.
- Ciri dan Umur Panen : Rimpang dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman yang siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan.
- Cara Panen.: Tanah disekitar rumpun digali dan rumpun diangkat bersama akar dan rimpangnya.
- Periode Panen : Panen dilakukan pada akhir masa pertumbuhan tanaman yaitu pada musim kemarau. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
- Perkiraan Hasil Panen : Tanaman yang sehat dan terpelihara menghasilkan rimpang segar sebanyak 10-20 ton/hektar.
- Penyortiran Basah dan Pencucian : Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadahplastik/ember.
- Perajangan : Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.
- Pengeringan : Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari.dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50 o C - 60 o C. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan
- Penyortiran Kering. : Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
- Pengemasan : Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
- Penyimpanan : Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30 o C dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.
10.1. Analisis Usaha Budidaya : Perkiraan analisis budidaya kunyit seluas 1000 m2 yang dilakukan pada tahun 2000 di daerah Sumedang Jawa Barat.
- Biaya produksi
- Sewa lahan 1 musim tanam Rp. 100.000,-
- Bibit 250 kg @ Rp. 700,- Rp. 175.000,-
- Pupuk
- Pupuk kandang 1.000 kg @ Rp. 100,- Rp. 100.000,-
- Pupuk buatan: Urea 13.5 kg @ Rp. 1.200,- Rp. 16.200,-
- SP-36 10 kg @ Rp. 1700,- Rp. 17.000,-
- KCl 12.5 kg @ Rp. 1700,- Rp. 21.250,-
- Pupuk buatan: Urea 13.5 kg @ Rp. 1.200,- Rp. 16.200,-
- Pestisida Rp. 7.000,-
- Alat Rp. 20.000,-.g. Tenaga kerja Rp. 112.000,-
- Panen dan pasca panen Rp. 42.000,-
- Lain-lain (Pajak 15%) Rp. 91.567,-
- Sewa lahan 1 musim tanam Rp. 100.000,-
- Jumlah biaya produksi Rp. 702.017,-
- Pendapatan 2.000 kg @ Rp. 500,- Rp.1.000.000,-
- Keuntungan Rp. 297.983,-
- Parameter kelayakan usaha : a. Rasio output/input = 1,42
Temulawak merupakan tanaman obat yang secara alami sangat mudah tumbuh di Indonesia dan telah lama digunakan sebagai bahan pembuatan jamu. Setiap produsen jamu baik skala kecil atau skala industri selalu memasukkan temulawak ke dalam racikan jamunya. Rimpang temulawak yang dikeringkan juga sudah merupakan komoditi perdagangan antar negara. Indonesia dengan dukungan kondisi iklim dan tanahnya dapat menjadi produsen dan sekaligus pengekspor utama rimpang temu lawak dengan syarat produks dan kualitas rimpang yang dihasilkan memenuhi syarat. Kuantitas dan kualitas ini dapat ditingkatkan dengan mengubah pola tanam temulawak dari tradisional ke “modern” yang mengikuti tata laksana penanaman yang sudah teruji. Selama periode 1985-1989 Indonesia mengekspor temulawak sebanyak 36.602 kg senilai US $ 21.157,2 setiap tahun. Negara pengekspor lainnya adalah Cina, Indo Cina dan Bardabos. Untuk dapat meningkatkan ekspor temulawak diperlukan sosialisasi tanaman temulawak kepada masyarakat petani dan sekaligus memasyarakatkan cara budidaya temu lawak yang benar dalam skala yang lebih besar.
11.STANDAR PRODUKSI
- Ruang Lingkup : Standar produksi meliputi: jenis dan standar mutu, cara pengambilan contoh dan syarat pengemasan.
- Deskripsi : …
- Klasifikasi dan Standar Mutu : Standard mutu temulawak untuk
pasaran luar negeri dicantumkan berikut ini:
- Warna : kuning-jingga sampai coklat kuning-jingga
- Aroma : khas wangi aromatis
- Rasa : mirip rempah dan agak pahit.4) Kadar air maksimum
: 12 %
- Kadar abu : 3-7 %
- Kadar pasir (kotoran) : 1 %
- Kadar minyak atsiri (minimal) : 5 %
- Warna : kuning-jingga sampai coklat kuning-jingga
- Pengambilan Contoh : Dari jumlah kemasan dalam satu partai
temulawak siap ekspor diambil sejumlah kemasan secara acak seperti
dibawah ini, dengan maksimum berat tiap partai 20 ton.
- Untuk jumlah kemasan dalam partai 1–100, contoh yang
diambil 5.
- Untuk jumlah kemasan dalam partai 101–300, contoh
yang diambil 7
- Untuk jumlah kemasan dalam partai 301–500, contoh
yang diambil 9
- Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-1000, contoh yang
diambil 10
- Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas 1000, contoh
yang diambil minimum 15
- Kemasan yang telah diambil, dituangkan isinya, kemudian diambil secara acak sebanyak 10 rimpang dari tiap kemasan sebagai contoh. Khusus untuk kemasan temulawak berat 20 kg atau kurang, maka contoh yang diambil sebanyak 5 rimpang. Contoh yang telah diambil kemudian diuji untuk ditentukan mutunya. Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan hukum.
- Pengemasan : Irisan temulawak kering dikemas dalam kardus
karton yang dilapisi plastik dengan kapasitas 20 kg. Dibagian
luar dari tiap kemasan ditulis, dengan bahan yang tidak luntur,
jelas terbaca antara lain:
- Produk asal Indonesia
- Nama/kode perusahaan/eksportir
- Nama barang
- Negara tujuan
- Berat kotor
- Berat bersih
- Nama pembeli
- Produk asal Indonesia
- Untuk jumlah kemasan dalam partai 1–100, contoh yang
diambil 5.
- Anonimous. 1994. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan
Pestisida Nabati. Prosiding Seminar di Bogor 1 – 2 Desember
1993. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal.
- Anonimous. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal.
- Anonimous. 2001. Profil Tanaman Obat di Kabupaten Sumedang. Pemerintah Kabupaten Sumedang. Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Hal. 37..
- Rahmat Rukmana, Ir. 1995. Temulawak: Tanaman rempah dan obat.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta
- Sardiantho. 1997. Empat Tanaman Obat untuk Asam Urat. Trubus
No. 331
No comments:
Post a Comment